Kompetisi Perserikatan dan Warisannya untuk Sepakbola Indonesia

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Kompetisi Perserikatan adalah kompetisi sepakbola tertua yang ada di Indonesia. Sudah ada sejak 1930-an kemudian digelar kembali pada 1950-an. (Hasanuddin Assegaf/Kompas)
Kompetisi Perserikatan adalah kompetisi sepakbola tertua yang ada di Indonesia. Sudah ada sejak 1930-an kemudian digelar kembali pada 1950-an. (Hasanuddin Assegaf/Kompas)

Kompetisi Perserikatan adalah kompetisi sepakbola tertua yang ada di Indonesia. Sudah ada sejak 1930-an kemudian digelar kembali pada 1950-an.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Kemenangan Indonesia atas Arab Saudi pada Kualifikasi Piala Dunia 2026 ronde 3 tempo hari menyisakan banyak hal. Salah satunya adalah mencuatnya kembali obrolan tentang kompetisi internal klub-klub di Indonesia yang menjadi ciri khas klub-klub warisan era Persirikatan.

Obrolan itu muncul tak lain dan tak bukan disebabkan oleh impresifnya penampilan Marselino Ferdinan (mencetak dua gol kemenangan) dan Rizky Ridho Ramadhani (palang pintu yang menggagalkan banyak peluang lawan).

Yang unik, keduanya adalah pemain kelahiran asli Indonesia yang dipasang dalam 11 pertama, sementara 9 yang lain numpang lahir di Belanda. Yang satu lahir di Jakarta, yang satu lagi lahir di Surabaya. Dan yang menarik, kedua pemuda itu lahir dari kompetisi internal Liga Persebaya. Satu jebolan Bintang Timur, satu lagi jebola El Faza.

Sebagai informasi, Liga Persebaya adalah kompetisi internal klub Persebaya Surabaya yang masih terus digelar hingga sekarang. Sebelum Ridho dan Marselino sudah banyak pemain hebat yang lahir dari kompetisi itu, bahkan banyak juga yang menjadi legenda--baik klub atau tim nasional.

Sebut saja nama Eri Irianto, Bejo Sugiantoro, Jacob Sihasale, Rusydi Bahalwan, almarhum Rudy Ketjes, Djoko Malis, Uston Nawawi, Rendy Irwan, Andik Vermansyah, Evan Dimas Darmono, dan banyak lagi yang lainnya.

Jika berbicara tentang klub-klub legendaris warisan kompetisi Perserikatan, Persebaya tentu bukan satu-satunya, masih ada Persis Solo, PSM Makassar, Persija Jakarta, PSIM Yogyakarta, Persib Bandung, dan lain sebagainya.

Kompetisi Perserikatan sendiri digelar tak lama setelah Indonesia merdeka. Pada Kongres PSSI yang digelar pada September 1950 ada satu keputusan penting yang dibuat: digulirkannya kembali liga sepakbola Indonesia. Kompetisi akan mulai digelar pada 1951.

Mengutip Kompas.ID, kompetisi ini sejatinya adalah kelanjutan dari kompetisi yang pernah digelar sebelumnya, yang digelar di era 1930-an.Kesebelasan yang mengikuti liga merupakan kelanjutan tim-tim yang lahir pada masa Hindia Belanda yang dikenal sebagai tim perserikatan atau bond.

Ketika itu, Liga Perserikatan masih merupakan kejuaraan amatir tapi menjadi embrio kejuaraan profesional yang digelar kelak di kemudian hari.Saat itu, klub-klubyang mengikuti liga adalah representasi tiap-tiap daerah sehingga PSSI pada awalnya melaksanakan kompetisi dari tingkat distrik hingga nasional.

Itulah kenapa pemain-pemain dari tim yang berlaga di kompetisi Perserikatan adalah putra asli daerah.

1 April 1951 menjadi hari bersejarah bagi persepakbolan Indonesia. Saat itulah Kompetisi Perserikatan resmi digelar untuk pertama kalinya. Pesertanya adalahsemua perserikatan sepakbola yang pada 1 April 1951 telah menjadi anggota PSSI.

Masih dari sumber yang sama,kejuaraan ini dibagi dalam dua tahap: kompetisi tingkat distrik dan kompetisi tingkat nasional. Kompetisi tingkat distrik terdiri dari enam wilayah yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia timur. Pemenang dari masing-masing distrik akan maju ke tingkat nasional.

Persebaya Surabaya menjadi kampiun perdana dalam Kejurnas PSSI ini.

Persib Bandung dalam sebuah pertandingan dalam Kompetisi Perserikatan 1994 (Eddy Hasby/KOMPAS)
Persib Bandung dalam sebuah pertandingan dalam Kompetisi Perserikatan 1994 (Eddy Hasby/KOMPAS)

Kronologi Kompetisi Perserikatan

Inilah kronologi kompetisi Perserikatan sebagaimana dikutip dari Kompas.ID.

19 November-26 Desember 1954

Terjadi perubahan pada waktu pertandingan dari 2 x 35 menit menjadi 2 x 45 menit. Berdasarkan sistem kompetisi musim ini maka tim peringkat ke-1 sampai ke-3 otomatis lolos ke tingkat nasional musim berikutnya. Sementara itu, peringkat ke-4 sampai ke-6 harus berjuang terlebih dahulu di tingkat distrik.

1957

Kejurnas PSSI 1957 mengalami peningkatan jumlah tim di tingkat nasional menjadi 7 perserikatan. Pada musim ini terjadi sedikit perubahan sistem kompetisi. Tim peringkat ke-1 sampai ke-5 berhak langsung maju ke tingkat nasional Kejurnas PSSI 1959. Sedangkan, peringkat ke-6 dan ke-7 harus berjuang di tingkat distrik.

26 Juni-9 Agustus 1964

Terjadi peningkatan tim di tingkat nasional dari tujuh menjadi sembilan tim. Para peserta terdiri dari peringkat ke-1 sampai ke-5 Kejurnas PSSI 1961. Empat tim sisanya diperebutkan oleh tim-tim yang bertanding terlebih dahulu di babak interzona. PSSI juga menambah jumlah zona dari enam zona menjadi delapan zona sebelum ke tingkat nasional.

1964-1965

Terjadi pembagian wilayah di tingkat nasional. Sepuluh tim peserta yang lolos tingkat nasional dibagi menjadi dua wilayah yakni wilayah barat dan wilayah timur berdasarkan asal geografisnya. Posisi pertama dan kedua pada masing-masing grup akan lolos ke babak semifinal yang diadakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.

26 November 1965-17 September 1966

Terjadi penambahan jumlah peserta di tingkat nasional menjadi 12 tim dengan masing-masing grup terdiri dari enam tim.

1967-1969

Berbeda dengan musim sebelumnya, PSSI mengadakan kejuaraan selama dua tahun dengan proses kompetisi cukup panjang. Pada Kejurnas PSSI 1969, persepakbolaan Indonesia dibagi ke dalam empat wilayah. Setiap wilayah terdiri dari atas beberapa tingkat mulai dari rayon-interrayon-zona-interzona-wilayah.

Peserta yang musim lalu berada di tingkat nasional tidak perlu lagi berlaga di tingkat terbawah. Mereka secara otomatis berada di tingkat wilayah dan menunggu tim lain yang berjuang dari tingkat paling rendah. Peringkat dua besar di masing-masing wilayah berhak lolos ke tingkat nasional.

1973-1975

Terjadi penambahan jumlah peserta dari 8 tim menjadi 18 tim. PSSI juga menetapkan perluasan wilayah dengan dibagi menjadi empat grup nasional. Grup A bermain di Surabaya, grup B di Semarang, dan grup C serta D di Jakarta.

Peringkat ke-1 dan ke-2 setiap grup berhak lolos ke babak delapan besar. Di babak delapan besar setiap perserikatan dibagi menjadi dua grup. Juara pertama dan kedua tiap grup pada babak delapan besar berhak maju ke babak semifinal dan lanjut ke final. Pada musim ini Persija dan PSMS ditetapkan sebagai juara bersama karena terjadi insiden di lapangan yang membuat wasit tidak dapat mengatasinya.

Desember 1977-Januari 1978

Kejurnas PSSI 1977/1978 pada tingkat nasional diikuti oleh 18 tim dengan sistem kompetisi yang sama dengan musim selanjutnya. Pada musim ini lima tim peringkat teratas langsung lolos ke tingkat nasional musim kompetisi 1978/1979 seiring dengan pemberlakuan sistem divisi.

Empat tim yang melaju sampai semifinal Kejurnas PSSI 1977/1978 otomatis akan lolos tingkat nasional musim depan. Sedangkan, peringkat ke-3 di setiap grup babak delapan besar akan dipertemukan untuk memperebutkan satu tiket tersisa tingkat nasional musim 1978/1979.

15 November 1978-13 Januari 1979

Terjadi penurunan jumlah peserta pada Kejurnas Utama PSSI 1978/1979 yang hanya diikuti oleh 5 tim peserta, menurun dari 18 tim pada Kejurnas PSSI 1977/ 1978. Hal ini disebabkan karena sistem kompetisi dibagi berdasarkan divisi.

Lima tim peringkat teratas pada Kejurnas PSSI 1977/1978 masuk dalam Divisi Utama yang akan bertanding dalam dua putaran. Sedangkan, tim-tim yang lain harus berjuang terlebih dahulu di Divisi I.

Tim yang berada di peringkat ke-1 Divisi Utama akan ditetapkan sebagai juara. Peringkat ke-5 Divisi Utama akan terdegradasi dan digantikan oleh peringkat ke-1 Divisi I.

21 Agustus-31 Agustus 1980

Kejurnas PSSI mulai tahun 1980 dikenal sebagai Kompetisi Perserikatan PSSI. Kompetisi Divisi Utama Perserikatan PSSI 1980 diikuti oleh enam tim yang mencakup lima tim peringkat teratas Kejurnas Utama PSSI 1978/1979 dan satu tim promosi dari Divisi I PSSI 1978/1979.

Sistem kompetisi yang berlaku pada Divisi Utama Perserikatan PSSI adalah keenam tim bertanding dengan sistem setengah kompetisi di Stadion Utama Senayan, Jakarta. Kemudian peringkat satu dan dua berhak maju ke babak final. Pada musim ini Divisi Utama Perserikatan PSSI tidak menerapkan degradasi.

21 September-10 November 1983

Terjadi peningkatan jumlah peserta tim menjadi sepuluh. Mereka terdiri dari enam tim peserta Kompetisi Divisi Utama Perserikatan PSSI 1980 dan empat tim promosi Divisi I 1980. Kemudian sepuluh tim terbagi menjadi dua grup yakni wilayah barat dan wilayah timur.

Empat kota ditunjuk sebagai tuan rumah Divisi Utama yakni wilayah barat (Padang dan Bandung) sedangkan wilayah timur (Gresik dan Semarang). Musim ini tidak menerapkan degradasi karena PSSI akan menambah jumlah tim pada kompetisi musim selanjutnya.

15 Januari-23 Februari 1985

Kompetisi Divisi Utama Perserikatan PSSI 1983 diikuti oleh 12 tim yang terdiri dari sepuluh tim peserta Divisi Utama Perserikatan PSSI 1983 dan dua tim promosi dari Divisi I Perserikatan PSSI 1983. Kedua belas tim terbagi dalam dua grup wilayah barat dan timur. Kompetisi di wilayah barat akan diadakan di Banda Aceh dan Jakarta. Sedangkan wilayah timur akan diadakan di Makassar dan Surabaya.

30 Oktober 1985

PSSI menetapkan dua tim peringkat terbawah pada babak enam kecil Divisi Utama Perserikatan PSSI 1985 akan dipertemukan dengan peringkat ke-1 dan ke-2 Divisi I Perserikatan PSSI 1985 untuk menentukan dua tim promosi ke Divisi Utama musim selanjutnya.

Model kompetisi ini kemudian mempertemukan Persija Jakarta dari Divisi Utama melawan PSIM Yogyakarta dari Divisi I. Pertandingan kedua mempertemukan Persema Malang dari Divisi Utama melawan Persiba Balikpapan dari Divisi I.

1 November 1987-27 Maret 1988

Kompetisi Divisi Utama Perserikatan PSSI 1987/1988 tidak banyak mengalami perubahan. Musim ini masih tetap diikuti oleh 12 tim yang dibagi dalam dua grup wilayah. Peringkat ke-4 dan ke-5 di setiap wilayah bertahan di Divisi Utama musim berikutnya. Sedangkan juru kunci di setiap wilayah otomatis terdegradasi ke Divisi I.

27 Maret 1988

PSSI menetapkan perubahan penyelenggaraan Kompetisi Divisi Utama Perserikatan mulai tahun 1990/1991 dan tahun berikutnya menjadi dua tahun sekali. Perubahan yang sama juga terjadi pada Divisi I dan Divisi II.

Organisasi induk sepakbola Indonesia ini beralasan apabila kompetisi dilakukan setahun sekali tidak ada kesempatan tim perserikatan untuk mengadakan kompetisi klubnya. Hal ini akan mengakibatkan terhambatnya pembinaan dan regenerasi pemain perserikatan.

19 November 1989-11 Maret 1990

Sistem degradasi pada musim ini mengalami perubahan. Peringkat ke-4 tiap wilayah tetap bertahan di Divisi Utama. Namun, peringkat ke-5 dan ke-6 setiap wilayah akan bertanding dalam babak play-off secara silang. Dua tim yang menang akan bertahan dan yang kalah akan terdegradasi.

16 Oktober 1991

Ketua Umum PSSI Kardono mensahkan 14 pemain Galatama untuk dapat bermain di Kompetisi Divisi Utama Perserikatan pada musim 1991/1992. Hal ini mengundang kekecewaan beberapa pihak karena dianggap melanggar peraturan di tengah kompetisi Galatama yang masih bermain dan persiapan untuk Divisi Utama.

Padahal menurut peraturan alih status pemain ke perserikatan dapat dilaksanakan setelah kompetisi liga berakhir atau karena sebab tertentu yang diputuskan oleh Ketua Umum PSSI. Sedangkan, pihak PSSI memberi alasan bahwa alih status ini karena untuk menyesuaikan dengan program pelatnas dan kontrak pemain telah habis sehingga jasanya dapat dimanfaatkan oleh tim perserikatan.

27 Oktober 1991-29 Februari 1992

PSSI pada musim kompetisi ini tidak menerapkan degradasi untuk menambah jumlah peserta pada musim selanjutnya menjadi 16 tim.

13 November 1993-17 April 1994

Tim peserta kompetisi Divisi Utama Perserikatan PSSI 1993/1994 diikuti oleh 16 tim yang terdiri dari 12 tim musim sebelumnya dan empat tim promosi Divisi I. Dari 16 tim dibagi ke dalam dua grup wilayah dengan masing-masing terdiri dari delapan tim.

29 Januari 1994

Muncul wacana untuk menggabungkan kompetisi Divisi Utama Perserikatan PSSI dengan kompetisi Galatama yang bernama Liga Indonesia dalam Sidang Paripurna PSSI. Hal ini mengakibatkan dihapuskannya kompetisi Galatama, dan beberapa peraturan dari kedua liga akan disesuaikan.

Begitulah sejarah Kompetisi Perserikatan yang menjadi embrio kompetisi sepakbola nasional saat ini.

Artikel Terkait