Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Tahun 1938, dunia terjerembab dalam pusaran konflik. Perang saudara di Spanyol berkecamuk, sementara di belahan bumi timur, Jepang telah menancapkan kukunya di Manchuria.
Awan gelap perang dunia kedua mulai membayangi, menebar kecemasan dan ketidakpastian.
Namun, di tengah gemuruh perang yang mengguncang dunia, secercah cahaya harapan muncul bagi dunia sepakbola Indonesia.
Sebuah pencapaian yang tak terduga, lahir dari situasi pelik yang melanda dunia.
Namun, di balik kejayaan ini, tersimpan sebuah ironi.
Keikutsertaan Indonesia di Piala Dunia 1938 bukanlah buah manis dari perjuangan keras di lapangan hijau, melainkan berkah tak terduga dari penarikan diri Jepang akibat keterlibatannya dalam perang.
Mari kita arungi samudra waktu, kembali ke masa silam, menyaksikan bagaimana takdir mempertemukan Indonesia dengan panggung sepakbola terbesar di dunia.
Sepakbola di Hindia Belanda, Benih-Benih Kebangkitan
Jauh sebelum Indonesia merdeka, sepakbola telah mencuri hati masyarakat di bumi pertiwi.
Di bawah pemerintahan Hindia Belanda, olahraga ini tumbuh subur, bak bunga yang mekar di tengah terik mentari.
Lapangan-lapangan dipenuhi oleh pemuda-pemuda bersemangat, berlari mengejar si kulit bundar, melupakan sejenak beban penjajahan.
NIVU (Nederlandsch Indische Voetbal Unie), organisasi sepakbola Hindia Belanda yang berdiri pada tahun 1935, menjadi wadah bagi bakat-bakat muda untuk mengasah kemampuan.
Di bawah naungan NIVU, kompetisi sepakbola digelar secara teratur, mempertemukan tim-tim dari berbagai daerah.
Persaingan yang ketat melahirkan pemain-pemain hebat, yang kelak mengharumkan nama Hindia Belanda di kancah internasional.
Kualifikasi Piala Dunia 1938, Asa dan Kecewa
Pada tahun 1937, FIFA menggelar kualifikasi Piala Dunia 1938 untuk zona Asia.
Jepang, sebagai kekuatan dominan di kawasan Asia Timur, menjadi satu-satunya lawan yang harus dihadapi Hindia Belanda.
Persiapan matang dilakukan, para pemain berlatih keras dengan penuh semangat, mengusung asa untuk berlaga di Prancis.
Namun, takdir berkata lain. Jepang, yang tengah terlibat dalam Perang Tiongkok-Jepang Kedua, memutuskan untuk menarik diri dari kualifikasi.
Keputusan ini bagai petir di siang bolong, menghancurkan impian Hindia Belanda untuk berlaga di Piala Dunia.
Di tengah kekecewaan yang mendalam, secercah harapan tiba-tiba muncul.
FIFA, yang tak ingin kehilangan wakil dari Asia, memutuskan untuk memberikan tiket Piala Dunia kepada Hindia Belanda tanpa melalui pertandingan kualifikasi.
Sebuah keputusan yang tak terduga, bagai hadiah tak ternilai di tengah situasi sulit.
EuforiaMenuju Panggung Dunia
Kabar gembira ini disambut dengan suka cita oleh masyarakat Hindia Belanda. Mimpi yang semula terasa jauh, kini menjadi kenyataan.
Surat kabar memuat berita utama tentang keikutsertaan Hindia Belanda di Piala Dunia, radio-radio menyiarkan kabar gembira ini ke seluruh pelosok negeri.
Timnas Hindia Belanda, yang bermaterikan pemain-pemain terbaik dari berbagai daerah, bersiap untuk mengarungi perjalanan panjang menuju Prancis.
Mereka adalah para pemuda pilihan, yang akan membawa nama Hindia Belanda di panggung sepakbola dunia.
Di pundak mereka, harapan dan doa seluruh rakyat Hindia Belanda terpikul.
Perjalanan menuju Prancis bukanlah hal yang mudah.
Di tengah keterbatasan teknologi transportasi, para pemain harus menempuh perjalanan laut selama berminggu-minggu.
Mereka meninggalkan keluarga, sahabat, dan tanah air tercinta, demi mewujudkan mimpi bersama.
Di atas kapal laut yang membelah samudra, para pemain tetap berlatih keras. Mereka berlari mengelilingi dek kapal, mengasah kemampuan fisik dan teknik.
Semangat juang dan rasa bangga mewakili Hindia Belanda di panggung dunia mengalahkan segala rintangan.
Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, akhirnya timnas Hindia Belanda tiba di Prancis.
Mereka disambut dengan meriah oleh masyarakat Prancis, yang antusias menyaksikan pertandingan Piala Dunia.
Di babak pertama, Hindia Belanda tergabung dalam grup yang dihuni oleh Hungaria, salah satu tim kuat Eropa.
Pada pertandingan yang digelar di Stade Vélodrome, Reims, 5 Juni 1938, Hindia Belanda harus mengakui keunggulan Hungaria dengan skor telak 6-0.
Kekalahan ini memang menyakitkan, namun pengalaman berlaga di Piala Dunia menjadi pelajaran berharga bagi perkembangan sepakbola Indonesia.
Timnas Hindia Belanda, yang mayoritas bermaterikan pemain amatir, telah menunjukkan semangat juang yang tinggi di hadapan tim profesional Eropa.
Meskipun hanya bermain satu pertandingan, keikutsertaan Hindia Belanda di Piala Dunia 1938 menjadi tonggak penting dalam sejarah sepakbola Indonesia.
Kisah ini menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus berjuang mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.
Lolosnya Indonesia ke Piala Dunia 1938 juga menjadi bukti bahwa olahraga dapat menjadi pemersatu bangsa di tengah konflik dan peperangan.
Sepakbola, yang dimainkan dengan semangat sportivitas, mampu menumbuhkan rasa persaudaraan dan solidaritas antar manusia.
Kisah Indonesia di Piala Dunia 1938 adalah sebuah romantika sepakbola yang tak lekang oleh waktu.
Di tengah kobaran api peperangan, sepakbola menjadi oase yang menyejukkan, memberikan harapan dan semangat bagi bangsa Indonesia.
Semoga artikel ini dapat memberikan gambaran yang jelas dan mendalam tentang sejarah keikutsertaan Indonesia di Piala Dunia 1938.
Sebuah kisah yang sarat makna, tentang perjuangan, harapan, dan persatuan.
Sebuah nyanyian merdu di tengah deru perang, yang akan terus menggema dalam sanubari setiap pecinta sepakbola Indonesia.
Sumber:
Moch. Nur Rochman, "Sejarah Sepak Bola Indonesia: Dari Hindia Belanda Sampai Reformasi", Penerbit Ombak, 2011.
Nugroho, "Ekspedisi Sepakbola 1938: Mimpi Hindia Belanda di Piala Dunia", Penerbit Buku Kompas, 2007
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---