Entah sudah berapa lama, pijat tetap menjadi primadona. Ia tetap bisa menjadi andalan untukmencapai relaksasi setelah penat berkepanjangan. Benarkah pijat Indonesia akarnya dari Cina?
Artikel ini digubah dari tulisan berjudul "Dalam Pijat Ada Transfer Energi" karya Tjahjo Widyasmoro tayang di Mind, Body & Soul by Intisari
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Rasanya tidak ada orang yang tidak pernah dipijat, paling tidak sekali seumur hidup. Memang, ada orang yang biasa dipijat hingga jadi kebiasaan. Ada juga yang ogah sama sekali, entah apa alasannya.
Tapi rasanya semua sepakat, pijat adalah salah satu cara untukrelaksasi. Biasanya rutin dilakukan, terutama setelah merasa letih karena beraktivitas. Tak heran jika jasa-jasa pelayanan pijat dari yang tradisional sampai modern terus bertumbuh terutama di kota-kota besar.
Di ruko, mal, spa, sampai hotel berbintang. Tapi tidak termasuk yang "plus", loh!
Para ahli yakin, pijat terasa nyaman di tubuh lantaran terkait dengan sentuhan. Secara psikologis, sentuhan atau usapan di tubuh dapat menenangkan -- sayangnya, ada sebagian orang yang menyalahartikan "sentuhan" itu dengan hanya semata-mata perkara relasi seksual.
Berbagai studi membuktikan, sentuhan dapat menyehatkan. Sentuhan atau pijat pada bayi, misalnya, terbukti membuat bayi jarang sakit, perkembangannya pesat, dan lebih bahagia. Bayi usia 1 - 3 bulan yang dipijat 15 menit dua kali seminggu selama enam minggu, berat badannya naik lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang tidak dipijat.
Pada orang dewasa, pijatan juga diyakini memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot, merawat sistem limpa, dan membantu membuang kotoran tubuh. Nah, kombinasi dari efek psikologis, yaitu sentuhan dan sederet manfaat fisik tadi, diyakini dapat membuat hidup kita lebih sehat.
Berakar dari Cina
Secara tradisional, sebuah pijatan biasanya dipakai mengatasi keluhan seputar otot dan persendian seperti pegal atau linu. Pada keluhan yang lebih serius, pijat yang dalam istilah tradisional disebut urut, dipakai sebagai terapi otot dan tulang seperti keseleo atau salah "urat".
Sebenarnya pijat amat beragam jenisnya. Teknik-teknik pijat dari Indonesia sendiri berasal dari berbagai daerah dengan ciri khas masing-masing.
Melangkah ke kancah internasional, ragamnya semakin kaya. Beberapa teknik pijat tradisional yang mendunia contohnya seperti pijat tradisional Swedia, pijat tradisional Thailand, lomi lomi dari Hawaii, shiat zu dan stone massage dari Jepang, serta beberapa teknik pijat terkenal dari Cina.
Teknik pijat tradisional Indonesia sendiri diyakini mengadaptasi teknik-teknik pijat dari daratan Tiongkok. Ada berbagai jenis pijat di negeri Tirai Bambu itu seperti Tui Na, Zhi Ya, atau pijat refleksi.
Pengaruhnya menyebar melalui semenanjung Melayu lalu ke Indonesia. Teknik-teknik pijat ala Thailand yang dikatakan sudah berumur ribuan tahun, misalnya, punya banyak kemiripan dengan teknik asal Cina.
Rahmat OMD, praktisi pengobatan tradisional Cina di Jakarta, tidak menolak jika Cina memengaruhi banyak teknik pijat di negeri kita. Karena teknik pijat sendiri begitu sederhana, yaitu meliputi urut, tekan, gosok, tepuk, dan elus.
Area yang lazim dipijat pun meliputi daerah yang banyak ototnya seperti leher hingga pantat, tangan, dan kaki. "Wajar kalau terjadi kesamaan antara satu daerah dengan daerah lain," tuturnya.
Kedekatan antara pijat dengan teknik pengobatan Cina bisa menimbulkan sedikit salah persepsi. Karena dalam pengobatan tradisional Cina dikenal titik-titik akupunktur, masyarakat lalu mengiranya sebagai titik-titik pijat pula.
"Tidak semua titik akupunktur bisa dipijat. Seandainya dilakukan pemijatan pada titik akupunktur, tidak selalu tepat pada titiknya," kata Rahmat. Pijatan pada akupunktur dinamakan akupresur, yang berbeda dari pijat biasa.
Pijat yang bertujuan relaksasi relatif mudah dan aman. Pijat semacam ini sifatnya lebih untuk pemeliharaan kesehatan sehari-hari. Syaratnya, ada kesesuaian antara pemijat dan orang yang dipijat. Sebab, seseorang tidak selalu merasa cocok digarap seorang pemijat, walau dia pemijat andal sekalipun.
Biasanya, sebagai perkenalan, dicoba dulu dengan tekanan pelan untuk kemudian dinaikkan perlahan-lahan.
Dalam suatu sesi pemijatan, menurut Rahmat, ada irama pemijatan yang harus dikuasi oleh si pemijat. Bukan asal pijat sekencang-kencangnya di seluruh badan. Karena pijat juga punya risiko, yaitu njarem (memar) di badan yang menimbulkan rasa sakit dan baru hilang setelah beberapa hari.
Tapi yang terpenting, ada interaksi antara pemijat dan yang dipijat. Saat memijat, si pemijat sesungguhnya sedang mentransfer energi sehat kepada pasiennya. Jadi, bukan semata-mata kekuatan otot si pemijat saja yang membuat pasien merasa nyaman.
Sebaliknya, boleh percaya atau tidak, energi dari pasien bisa terpantul kepada pemijatnya.
"Kalau tidak berhati-hati, pemijat bisa menyerap seluruh energi si sakit. Jika tidak dinetralisir, suatu saat pemijat yang bakalan sakit parah dan tidak bisa memijat lagi," terang Rahmat yang telah mendidik puluhan calon pemijat di kliniknya, Shanghai Akupuntur & Fisioterapi Center, di Jakarta Pusat.
Pengetahuan teknik memijat yang benar sangat perlu. Kesalahan utama para pemijat--umumnya pemijat tradisional--tidak menguasai anatomi tubuh manusia. Bisa saja timbul bahaya jika pemijat sama sekali tidak tahu soal jaringan persarafan, tulang, termasuk fungsi-fungsinya. Apalagi jika sedang terjadi luka pada area yang dipijat.
Pemijat tradisional yang sembarangan biasanya memijat sekencang-kencangnya. Seakan-akan ia takut kalau pasiennya tidak merasa puas. Padahal kalau mengerti bahwa dalam pemijatan terjadi transfer energi, maka pijat tidak perlu mengandalkan otot. "Pijat yang enak, artinya jika pijatannya keras tidak menyakitkan dan kalau pijatannya pelan, tetap dapat dirasakan," jelas Rahmat.
Energi di atas darah
Tidak hanya relaksasi tubuh, pijat juga dipakai sebagai bagian dari terapi pada kasus-kasus penyakit tertentu. Tentu, pijat bukan jadi terapi utama. Sebagai sinse atau "dokter" tradisional Cina, Rahmat tetap melakukan terapi dengan obat-obatan dan metode-metode tertentu. Pijat hanya berfungsi mempercepat penyembuhan.
Rahmat mencontohkan, pasien dengan keluhan sakit pinggang akan mendapat obat-obatan terlebih dulu. Terapi bisa ditambah pijat pada daerah pantat, paha, dan betis. Pijatan dilakukan keras hingga pasien mungkin akan menjerit kesakitan.
Rasa sakit itu muncul akibat proses penetralan. Rasa sakit sendiri dalam pengobatan Cina artinya telah terjadi hambatan pada sirkulasi energi pada area yang dikeluhkan. Energi yang diyakini menumpang di atas darah harus dinetralkan lewat pijatan pada simpul-simpul yang terhambat.
Teknik pijatan tergantung pada area yang sakit dan jenis keluhannya. Umumnya, sebuah pijatan dilakukan dengan tekanan pada titik-titik pijatan. Gerakan menekan bertujuan memfokuskan tekanan pada energi yang disasar.
Berbeda dengan gerakan urut yang lebih mengikuti rute meridian atau 12 rute aliran darah dalam tubuh. Sementara gerakan menggosok umumnya dilakukan pada kulit.
Pada terapi kasus-kasus penyakit kategori berat, seperti penyakit degeneratif, pijatan setiap hari diyakini akan membantu membuat kondisi pasien membaik. "Cuma tetap butuh waktu. Karena penyakitnya muncul selama bertahun-tahun, pengobatannya juga butuh waktu lama," jelas Rahmat tentang efektivitasnya.
Masyarakat juga mengenal pijat refleksi untuk keluhan sakitnya. Mereka rupanya yakin, pijatan yang dilakukan pada titik-titik tertentu di telapak kaki, telapak tangan, dan telinga ini diyakini mampu merangsang organ-organ tertentu di dalam tubuh. Hanya saja, pertanyaannya kemudian, apakah antara titik refleksi dan organ yang dituju memang saling berhubungan?
Rahmat yang berhati-hati dalam menanggapi perihal refleksi menekankan bahwa "refleksi" bisa diartikan sebagai pantulan atau cerminan. Artinya, berdasarkan pengalaman empiris, perangsangan titik-titik refleksi membawa dampak positif alias pasien mengaku sembuh. Semua terlanjur diyakini ratusan tahun tanpa harus dibuktikan secara ilmiah.
Dalam pengobatan tradisional Cina memang dikenal fungsi organ-organ tubuh seperti jantung, ginjal, paru-paru, dsb. Tapi istilah itu tidak identik dengan organ yang dimaksud. Tepatnya, bukan nama, melainkan sistem.
Ginjal misalnya, dalam pengobatan Cina bukanlah nama organ, tapi salah satu sistem tubuh manusia di mana termasuk di dalamnya adalah alat reproduksi. "Jangan menyamakan istilah ini sama dengan (istilah dalam) kedokteran Barat," tandas Rahmat yang lulusan Shanghai University of Traditional Chinese Medicine, Shanghai, Cina ini.
Menggantikan fungsi chiropractor
Dengan kian memasyarakatnya pijat yang sehat, bukan hanya para pemijat yang ketiban untung. Alat-alat pijat juga semakin banyak dicari orang. Di pasaran, alat-alat yang mirip hasil kerajinan tangan itu bentuknya bermacam-macam. Umumnya jenis gerakan pijat yang dihasilkan adalah yang menekan titik pijat.
Bisa jadi konsumen berharap, dengan alat-alat pijat manual yang bermacam bentuknya itu, mereka bisa memijat diri sendiri - walau kenyataannya sering jauh panggang dari api. "Alat pijat sifatnya cuma membantu. Tetap saja butuh orang lain untuk memijat, karena kalau diri sendiri yang melakukan, bakal susah menentukan tekanan yang dibutuhkan," kata Rahmat.
Jika berniat memiliki alat pijat, alat-alat yang digerakkan dengan listrik mungkin bisa jadi pilihan. Ada alat pijat portabel, alat refleksi, dan yang paling populer: kursi pijat. Barang-barang itu umumnya buatan Jepang, Taiwan, atau Cina.
Sejak masuk ke Indonesia di awal tahun 1990-an, kursi pijat mengalami perkembangan pesat. Fungsinya sekarang bukan hanya memijat, tapi sekaligus menjanjikan relaksasi otot, menenangkan pikiran, serta memperbaiki posisi tulang belakang.
Dalam promosinya, kursi pijat kelas canggih malah dijanjikan dapat menggantikan peran seorang chiropractor atau ahli memperbaiki tulang belakang.
Janji itu mungkin agak berlebihan, walau kursi pijat dengan efek chiropractic memang cara kerjanya berbeda dengan kursi pijat biasa. Lewat sebuah roda yang bergerak mulai dari atas sampai bawah, pengguna akan bisa merasakan posisi tulang belakang yang mengalami pergeseran. Pada lokasi itu lalu dilakukan terapi pemijatan selama 10 menit setiap hari, hingga membaik.
Teknik pemijatan pun menyerupai seorang chiropractor.
Ada gerakan shiatsu atau menekan naik turun sepanjang tulang belakang, gerakan remasan yang mendorong berbentuk lingkaran, gerakan ketukan untuk melancarkan sirkulasi darah, serta kombinasi dari tiga gerakan tadi. Semua bisa disetel melalui piranti remote control.
Dari segi kepraktisan, kursi pijat memang menjawab kebutuhan masyarakat sekarang. Pengguna tidak perlu ke luar rumah untuk berelaksasi dan bisa dilakukan kapan pun mau.
Keunggulan lain, ternyata ada pijatan tertentu yang lebih baik dilakukan mesin pijat. Misalnya, pijatan pada daerah pinggul, tulang ekor, dan dubur. Konon katanya, pijatan tangan manusia di daerah ini kurang melebar karena ada keterbatasan tenaga. Beda dengan kursi pijat yang menekan menggunakan kantung udara.
Meski praktis dan aman, pemakaian kursi pijat tetap ada aturannya. Cara yang benar sesuai petunjuk pabrik, cukup dua kali sehari, yaitu pagi hari saat habis berolahraga dan malam hari sebelum tidur. Masing-masing 10 menit dengan total pemakaian tidak lebih dari 30 menit sehari.
Pemakaian pada pagi hari sehabis berolahraga dimaksudkan sebagai pelemas otot-otot yang kaku. Sementara di malam hari, untuk melancarkan sirkulasi darah yang membuat tidur menjadi lebih nyenyak.
Bagi wanita hamil, sangat tidak dianjurkan naik ke kursi pijat. Namun, setelah melahirkan justru disarankan, terutama untuk mengencangkan otot dan memperbaiki fungsi organ reproduksi. Orang mengenalnya sebagai urut sehabis persalinan.
Mari memijat dan dipijat. Asalkan sehat!