Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Angin timur berhembus membawa aroma cengkeh dan pala, menguar jauh melintasi samudra luas, hingga menyapa daratan Eropa yang dingin.
Di sana, di benua yang jauhnya ribuan mil, rempah-rempah Nusantara menjadi komoditas berharga, simbol kemewahan dan eksotisme.
Tak heran, bangsa-bangsa Eropa berlomba-lomba mengarungi samudra, mencari sumber kekayaan di negeri-negeri timur yang eksotis.
Pada tahun 1602, mereka mendirikan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), sebuah kongsi dagang yang diberi hak istimewa oleh pemerintah Belanda untuk memonopoli perdagangan di wilayah timur.
Awalnya, VOC menancapkan kukunya di Banten, mendirikan kantor dagang pertama mereka di sana pada tahun 1603.
Namun, Banten bukanlah pelabuhan impian yang mereka cari. Persaingan dengan pedagang Inggris dan Portugis, serta ketidakstabilan politik di Banten, mendorong VOC untuk mencari tempat baru yang lebih strategis.
Pada tahun 1610, VOC mengalihkan pandangannya ke timur, ke pulau Ambon yang dijuluki "Pulau Mutiara".
Di sana, mereka membangun benteng dan mendirikan markas besar, menjadikan Ambon sebagai pusat operasi mereka di Nusantara. Rempah-rempah melimpah, tanah subur, dan penduduk yang ramah, menjadikan Ambon surga bagi VOC.
Selama hampir satu dekade, Ambon menjadi saksi bisu kejayaan VOC, tempat di mana kapal-kapal dagang berlabuh, membawa rempah-rempah berharga ke Eropa.
Namun, takdir berkata lain. Ambon, yang semula menjadi surga, perlahan berubah menjadi neraka. Serangan dari Portugis dan Spanyol, yang juga mengincar rempah-rempah Maluku, kerap mengguncang Ambon.
Benteng-benteng VOC digempur, kapal-kapal dagang dijarah, dan pertempuran berdarah tak terelakkan. Ambon, yang semula damai, kini mencekam dalam bayang-bayang perang.
Jan Pieterszoon Coen, Sang Arsitek Batavia
Di tengah kekacauan itu, muncul sosok Jan Pieterszoon Coen, seorang pedagang muda yang ambisius.
Coen melihat bahwa Ambon, dengan segala keterbatasannya, bukanlah tempat ideal untuk membangun imperium dagang. Ia memimpikan sebuah kota pelabuhan yang besar dan kuat, yang mampu menjamin keamanan dan kelancaran perdagangan VOC.
Coen mengarahkan pandangannya ke barat, ke sebuah kota kecil di pesisir utara Jawa yaitu Jayakarta. Kota ini, meskipun kecil, memiliki lokasi strategis di jalur perdagangan antara India dan Maluku.
Pelabuhannya yang alami, tanahnya yang subur, dan akses mudah ke pedalaman Jawa, menjadikan Jayakarta pilihan yang menarik.
Pada tahun 1619, Coen memimpin pasukan VOC untuk merebut Jayakarta dari tangan Kesultanan Banten. Setelah pertempuran sengit, Jayakarta jatuh ke tangan VOC.
Coen kemudian menghancurkan kota tua Jayakarta dan membangun kota baru di atas reruntuhannya. Kota baru ini diberi nama Batavia, sebagai penghormatan kepada Batavier, nenek moyang bangsa Belanda.
Batavia, Pusat Imperium Dagang VOC
Batavia dibangun dengan megah, dilengkapi dengan benteng pertahanan yang kokoh, pelabuhan yang luas, dan gudang-gudang penyimpanan yang besar. Coen merancang Batavia sebagai pusat administrasi, militer, dan perdagangan VOC di Nusantara.
Dari Batavia, VOC mengendalikan jalur perdagangan rempah-rempah, menumpas perlawanan pribumi, dan memperluas kekuasaannya di Nusantara.
Pemindahan markas VOC dari Ambon ke Batavia merupakan langkah strategis yang diambil Coen untuk memperkuat posisi VOC di Nusantara.
Batavia, dengan segala kelebihannya, memberikan keuntungan yang tidak dimiliki Ambon:
Lokasi Strategis: Batavia terletak di jalur perdagangan utama antara India dan Maluku, memberikan VOC kendali atas arus perdagangan rempah-rempah.
Pelabuhan yang Lebih Baik: Pelabuhan Batavia lebih luas dan dalam daripada pelabuhan Ambon, memungkinkan kapal-kapal besar untuk berlabuh dengan mudah.
Akses ke Sumber Daya: Batavia memiliki akses mudah ke sumber daya alam Jawa, seperti kayu, beras, dan tenaga kerja.
Keamanan: Batavia dilengkapi dengan benteng pertahanan yang kuat, melindungi kota dari serangan musuh.
Dengan segala kelebihannya, Batavia menjadi pusat imperium dagang VOC selama hampir dua abad. Dari Batavia, VOC menguasai perdagangan rempah-rempah, menaklukkan kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan membangun kekayaan yang melimpah.
Batavia menjadi simbol kekuasaan dan kejayaan VOC, sebuah kota kosmopolitan tempat berbagai bangsa dan budaya bertemu.
Pemindahan markas VOC dari Ambon ke Batavia merupakan tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Keputusan strategis ini membawa dampak besar bagi perkembangan politik, ekonomi, dan sosial di Nusantara.
Batavia, yang semula kota kecil, berkembang menjadi kota metropolitan, pusat kekuasaan VOC, dan cikal bakal Jakarta, ibu kota Indonesia.
Sumber:
Reid, Anthony. (1981). The blood of the people: Revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra. Kuala Lumpur: Oxford University Press.
Ricklefs, M. C. (1991). A history of modern Indonesia since c. 1300. Stanford, Calif: Stanford University Press.
Taylor, Jean Gelman. (2003). Indonesia: Peoples and histories. New Haven: Yale University Press.
Sardiman AM, M.Pd. (2008). Sejarah 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---