Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Angin timur berhembus membawa aroma laut yang getir, menyapu dataran Bongaya yang sunyi. Di bawah naungan pohon asam yang rindang, dua kekuatan besar bertemu, masing-masing menggenggam nasib sebuah bangsa.
Di satu sisi, berdiri Sultan Hasanuddin, sang Ayam Jantan dari Timur, dengan sorot mata yang memancarkan keteguhan dan luka. Di sisi lain, Cornelis Speelman, perwakilan VOC yang licik, dengan senyum tipis yang menyembunyikan ambisi tak terbendung.Perjanjian Bongaya, yang ditandatangani pada 18 November 1667, menjadi saksi bisu atas pertemuan yang menentukan ini.
Namun, di balik kata-kata yang tersusun rapi dalam perjanjian tersebut, tersembunyi strategi VOC yang rumit dan licik, sebuah permainan catur yang dimainkan dengan nyawa dan harga diri sebuah kerajaan sebagai pionnya.Monopoli PerdaganganSalah satu tujuan utama VOC di Nusantara adalah menguasai perdagangan rempah-rempah yang menggiurkan. Perjanjian Bongaya menjadi alat yang efektif untuk mencapai tujuan ini. VOC berhasil memaksakan monopoli perdagangan di wilayah Makassar, membatasi akses pedagang lain dan memastikan aliran rempah-rempah yang melimpah hanya mengalir ke gudang-gudang mereka.Pasal demi pasal dalam perjanjian tersebut membatasi kebebasan Kerajaan Gowa dalam berdagang. VOC melarang Gowa menjalin hubungan dagang dengan bangsa lain tanpa seizin mereka. Kapal-kapal asing yang berani memasuki perairan Makassar akan dianggap sebagai musuh dan VOC berhak menyitanya.Monopoli perdagangan ini bagaikan belenggu emas yang membatasi gerak Kerajaan Gowa. Sumber pendapatan utama kerajaan terancam, perekonomian rakyat terpuruk, dan kemakmuran yang pernah mereka nikmati perlahan memudar.Penguasaan BentengVOC menyadari bahwa penguasaan benteng-benteng strategis merupakan kunci untuk mengendalikan wilayah Makassar. Perjanjian Bongaya memberikan VOC hak untuk membangun dan menguasai benteng-benteng di wilayah Gowa, termasuk Benteng Rotterdam yang megah.Benteng-benteng ini menjadi simbol kekuasaan VOC yang tak terbantahkan. Dari balik tembok-tembok kokoh tersebut, VOC mengawasi setiap gerak-gerik Kerajaan Gowa, siap untuk menghancurkan setiap upaya perlawanan.
Meriam-meriam yang terpasang di benteng menjadi ancaman nyata, mengingatkan rakyat Gowa akan kekuatan militer VOC yang tak tertandingi.Penguasaan benteng-benteng ini juga memberikan VOC keuntungan strategis dalam hal pertahanan dan logistik. Mereka dapat dengan mudah memobilisasi pasukan dan persediaan untuk menghadapi setiap ancaman, baik dari dalam maupun luar wilayah Makassar.Intervensi Politik, Bayang-Bayang PenjajahanPerjanjian Bongaya tidak hanya membatasi kebebasan ekonomi dan militer Kerajaan Gowa, tetapi juga memberikan VOC hak untuk ikut campur dalam urusan politik kerajaan. VOC berhak mengangkat dan memberhentikan raja Gowa, serta ikut serta dalam pengambilan keputusan penting kerajaan.Intervensi politik ini membuat Kerajaan Gowa kehilangan kedaulatannya. Raja Gowa tidak lagi memiliki kekuasaan penuh untuk memimpin rakyatnya. Setiap keputusan yang diambil harus mendapat persetujuan VOC, yang sering kali lebih mementingkan kepentingan mereka sendiri daripada kesejahteraan rakyat Gowa.Bayang-bayang penjajahan semakin nyata. Rakyat Gowa merasakan ketidakadilan dan penindasan di tanah mereka sendiri. Semangat perlawanan mulai berkobar, namun VOC dengan cepat memadamkannya dengan kekuatan militer yang brutal.Perjanjian BongayaPerjanjian Bongaya menjadi luka yang menganga dalam sejarah perjuangan Kerajaan Gowa. Strategi VOC yang licik dan manipulatif berhasil menghancurkan kerajaan yang pernah berjaya di timur Nusantara. Monopoli perdagangan, penguasaan benteng, dan intervensi politik menjadi senjata ampuh VOC untuk mengendalikan Makassar dan merampas kekayaan alamnya.Namun, semangat perlawanan rakyat Gowa tidak pernah padam. Meskipun terluka dan terbelenggu, mereka terus berjuang untuk merebut kembali kebebasan dan kedaulatan mereka. Perjanjian Bongaya menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kemerdekaan dan melawan segala bentuk penjajahan.Meskipun Perjanjian Bongaya menandai awal dari masa-masa sulit bagi Kerajaan Gowa, semangat perlawanan rakyatnya tidak pernah padam. Api perjuangan terus berkobar, diteruskan dari generasi ke generasi. Perjanjian Bongaya menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kemerdekaan dan melawan segala bentuk penjajahan.Sejarah mengajarkan kita bahwa kebebasan bukanlah sesuatu yang diberikan begitu saja. Kebebasan harus diperjuangkan dengan darah, keringat, dan air mata. Perjanjian Bongaya adalah bukti nyata bahwa penjajahan tidak hanya merampas kekayaan alam, tetapi juga merenggut harga diri dan kedaulatan sebuah bangsa.Semoga kisah perjuangan Kerajaan Gowa melawan VOC menjadi inspirasi bagi kita semua untuk selalu menghargai kemerdekaan yang telah diraih dengan susah payah. Mari kita jaga api perlawanan agar tetap menyala, menerangi jalan menuju masa depan yang lebih baik, di mana setiap bangsa dapat hidup berdampingan dengan damai dan bermartabat.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---