Beberapa Tokoh yang Menyatakan Keberatan dengan Sila Pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Alasan utama mengapa kita tidak boleh meletakkan lambang Garuda Pancasila sembarangan.
Ilustrasi - Alasan utama mengapa kita tidak boleh meletakkan lambang Garuda Pancasila sembarangan.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com -Perumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak terlepas dari dinamika dan perdebatan yang panjang. Salah satu momen krusial terjadi dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 22 Juni 1945, di mana rumusan sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta menuai keberatan dari beberapa tokoh.

Piagam Jakarta, yang dibacakan oleh Mohammad Hatta pada akhir sidang BPUPKI, memuat sila pertama Pancasila dengan bunyi: "Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Rumusan ini memicu reaksi dari beberapa tokoh yang merasa terwakilkan oleh sila tersebut.

1. Johannes Latuharhary

Tokoh asal Maluku ini menyatakan keberatannya secara langsung pada tanggal 17 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Latuharhary, seorang Kristen Protestan, khawatir rumusan tersebut akan meminggirkan kelompok minoritas dan berpotensi menimbulkan diskriminasi.

2. C.S.T. van der Plas

Anggota BPUPKI dari golongan Timur Asing ini menyampaikan kekhawatirannya bahwa rumusan sila pertama Piagam Jakarta akan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan pluralisme. Van der Plas menginginkan rumusan yang lebih inklusif dan mengakomodasi seluruh golongan masyarakat.

Baca Juga: Mengapa Kita Perlu Menerapkan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari?

3. A.A. Maramis

Meskipun tergabung dalam Panitia Sembilan yang merumuskan Piagam Jakarta, Maramis, seorang Kristen Protestan dari Sulawesi Utara, diam-diam tidak menyetujui rumusan sila pertama. Ia khawatir rumusan tersebut akan memicu perpecahan di tengah bangsa yang baru saja merdeka.

4. Kelompok Minoritas Lainnya

Selain tokoh-tokoh yang disebutkan di atas, beberapa kelompok minoritas seperti Katolik, Hindu, dan Konghucu juga dikabarkan menyampaikan keberatannya terhadap rumusan sila pertama Piagam Jakarta. Mereka menginginkan rumusan yang lebih netral dan tidak memihak satu golongan tertentu.

Peran Mohammad Hatta:

Menyadari adanya keberatan tersebut, Mohammad Hatta, bersama beberapa tokoh Islam lainnya seperti Ki Bagus Hadikoesoemo dan Wahid Hasyim, mengadakan pertemuan untuk mencari solusi. Hatta memahami kekhawatiran dari kelompok minoritas dan pentingnya menjaga persatuan bangsa.

Hasil Pertemuan dan Perubahan Rumusan:

Dalam pertemuan tersebut, disepakati untuk mengubah rumusan sila pertama menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa." Perubahan ini menghilangkan frasa "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dan menghasilkan rumusan yang lebih inklusif dan mengakomodasi seluruh golongan beragama di Indonesia.

Keberatan beberapa tokoh terhadap sila pertama Piagam Jakarta menjadi bukti bahwa Pancasila dirumuskan melalui proses yang demokratis dan inklusif.

Para pendiri bangsa menunjukkan komitmen mereka untuk menciptakan dasar negara yang adil dan melindungi hak seluruh rakyat Indonesia, terlepas dari agama dan keyakinan mereka.

Perubahan rumusan sila pertama Pancasila menjadi contoh bagaimana perbedaan pendapat dapat diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat.

Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia dalam menjaga persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman.

Perlu diingat bahwa mungkin masih ada tokoh lain yang memiliki kekhawatiran serupa namun tidak secara terang-terangan menyampaikannya.

Selain itu, penting untuk dicatat bahwa rumusan Pancasila yang dihasilkan pada 18 Agustus 1945 merupakan hasil kompromi dan kesepakatan bersama para pendiri bangsa. Rumusan ini mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang beragam.

Perubahan rumusan sila pertama Pancasila merupakan langkah penting dalam perjalanan menuju penetapannya sebagai dasar negara. Berikut adalah kelanjutan ceritanya

Baca Juga: Berasal dari Bahasa Apakah Nama Pancasila dan Filosofinya?

Sidang PPKI 18 Agustus 1945

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang untuk membahas dan mengesahkan berbagai hal terkait kemerdekaan, termasuk dasar negara. Dalam sidang tersebut, rumusan Pancasila yang telah diubah dan disepakati pada pertemuan sebelumnya diajukan untuk disahkan.

Debat dan Persetujuan

Meskipun rumusan Pancasila telah diubah, masih ada beberapa perdebatan yang terjadi dalam sidang PPKI. Tokoh Islam seperti Mohammad Natsir dan Abikusno Choirodi mengemukakan kekhawatirannya bahwa rumusan "Ketuhanan Yang Maha Esa" terlalu abstrak dan tidak cukup jelas.

Namun, Soekarno, Hatta, dan para tokoh lainnya meyakinkan mereka bahwa rumusan tersebut sudah cukup dan dapat diinterpretasikan sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Penetapan Pancasila

Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, rumusan Pancasila akhirnya disahkan secara aklamasi oleh seluruh anggota PPKI. Momen bersejarah ini menandai penetapan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.

Makna Penetapan Pancasila

Penetapan Pancasila sebagai dasar negara merupakan sebuah pencapaian luar biasa bagi bangsa Indonesia. Pancasila menjadi pedoman bagi bangsa dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, seperti Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial, menjadi landasan moral dan etika bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tantangan dan Implementasi

Meskipun Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar negara, bukan berarti perjalanan bangsa Indonesia mulus tanpa hambatan.

Sepanjang sejarah Indonesia, Pancasila telah menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun, Pancasila selalu mampu menjadi perekat bangsa dan mengantarkan bangsa Indonesia melewati berbagai masa sulit.

Penutup

Penetapan Pancasila sebagai dasar negara merupakan sebuah warisan berharga dari para pendiri bangsa. Pancasila adalah hasil dari pergulatan pemikiran dan kompromi dari berbagai golongan.

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kita sebagai generasi penerus untuk mempelajari, memahami, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Hanya dengan memahami dan mengamalkan Pancasila, kita dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, serta mewujudkan cita-cita kemerdekaan untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait