Kenapa Dunia Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia Harus Berterima Kasih Kepada Aisyiyah?

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Penulis

Dunia pendidikan anak usia dini di Indonesia harus berteri kasih kepada Aisyiyah. Mereka yang pertama kali mendirikan taman kanak-kanak yang dikenal sebagai Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA) di Kauman, Yogyakarta.
Dunia pendidikan anak usia dini di Indonesia harus berteri kasih kepada Aisyiyah. Mereka yang pertama kali mendirikan taman kanak-kanak yang dikenal sebagai Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA) di Kauman, Yogyakarta.

Dunia pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia harus berteri kasih kepada Aisyiyah. Mereka yang pertama kali mendirikan taman kanak-kanak yang dikenal sebagai Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA) di Kauman, Yogyakarta.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Ide lembaga pendidikan usia dini (Taman Kanak-kanak/TK) memang dicetuskan oleh orang Barat, tapi untuk kasus Indonesia, kita harus berterima kasih kepada Aisyiyah. Pasalnya, merekalah yang pertama kali mendirikan TK di Indonesia.

Bagaimana sejarahnya?

Sejarah TK di dunia

Berbicara tentang pendidikan anak usia dini (PAUD) atau taman kanak-kanak tak mungkin lepas dari Froebel School yang didirikan oleh Friedrich Wilhelm August Fröbel pada 1837 di Blankenburg, Jerman. Dalam kurun waktu kurang dari 15 tahun, Froebel disebut telah membuka sekitar 40 sekolah taman kanak-kanak di seluruh penjuru Jerman.

Sejak awal, Froebel sudah menekankan bahwa pengajar taman kanak-kanak yang cocok adalah seorang perempuan. Dia percaya, pengajar perempuan lebih punya kepekaan dan kualitas terbaik yang bisa diberikan kepada anak-anak dalam membantu tumbuh kembang mereka.

Froebel bahkan sampai membuka sekolah pelatihan untuk para guru TK perempuan.

Tapi sayang, ide Froebel dianggap sangat asing ketika itu. Pemerintah Jerman pun memutuskan untuk menutup semua lembaga pendidikan TK yang digagas oleh Froebel pada 1851. Dimatikan di negara sendiri, tapi siapa sangka ide pendidikan usia dini Froebel ternyata sudah menyebar ke seantero dunia.

Bahkan hingga ke Indonesia yang termanifestasi dalam wujud Froberschool yang didirikan oleh Aisyiyah di Kampung Kauman, Yogyakarta, pada 1919–lembaga pendidikan ini bahkan masih bertahan hingga saat ini. Fraubel Kinderganten Aisyisyah adalah embrio dari Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA).

TK ABA sebagai yang pertama di Indonesia

Berbicara tentang TK ABA, artinya berbicara tentang Aisyiyah sebagai induk yang menaunginya, juga tentang Muhammadiyah. Bagaimanapun juga, Aisyiyah adalah bagian yang tak mungkin dilepaskan dari organisasi yang didirikan oleh Ahmad Dahlan itu.

Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912 di Kauman, Yogyakarta. Pendirian Muhammadiyah tak lepas dari rasa prihatin Ahmad Dahlan melihat kondisi masyarakat Indonesia yang diliputi dengan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.

Tak hanya kaum prianya, menurut buku Perjalanan Sejarah TK ABA Di Indonesia (1919-2019) oleh Tim Peneliti Sejarah TK ABA PTM terbitan UMM Press, Ahmad Dahlan juga sangat peduli dengan kondisi kaum perempuannya.

Dia mendorong supaya kaum perempuan disekolahkan baik di sekolah umum atau sekolah agama supaya lebih maju. Pada 1913, masih dari buku yang sama, ada tiga perempuan Kauman yang sekolah di sekolah umum. Mereka adalah Siti Wadingah, Siti Dawimah, dan Siti Barijah, ketiganya sekolah di Neutraal Meisjesschool di Ngupasan. Sementara dua lainnya, Siti Umnijah dan Siti Mundjiah sekolah di sekolah agama.

Ahmad Dahlan juga menyelenggarakan menyelenggarakan kursus-kursus untuk para ibu dan sekolah-sekolah bagi para gadis hingga kemudian terbentuklah perkumpulan Sapatresna pada 1914. Perkumpulan ini kemudian terus berkembang dan bertransformasi menjadi Aisyiyah yang lahir pada 19 Mei 1917.

Aisyiyah berdiri lewat musyawarah pengurus Muhammadiyah yang dipimpin oleh Ahmad Dahlan sendiri bersama lima tokoh perempuan asal Kauman: Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadungah dan Siti Badilah. Ada juga pengurus Muhammadiyah lain yang hadir, di antaranya adalah K.H. Fachrodin, K.H. Mochtar dan Ki Bagus Hadikusumo.

Sebagai informasi nama Aisyiyah berasal dari usul KH Fachrodin, merujuk kepada nama istri Nabi Muhammad, Aisyah, seorang wanita cerdas dan salehah. Harapannya, organisasi ini juga bisa meneladani sifat-sifat putri Abu Bakar tersebut.

Setelah Aisyiyah berdiri, kaum perempuan Kauman kini juga aktif dalam kehidupan masyarakat, baik dalam urusan dakwah hingga pendidikan. Untuk para gadis, mereka mendirikan perkumpulan bernama Siswa Praja Wanita (SPW) pada 1919. Pada tahun yang sama, gerakan ini mendirikan Froubel Kindergarten ‘Aisyiyah, yang kelak berkembang menjadi Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal.

Apa saja kegiatan SPW? Di antaranya adalah latihan pidato, mengaji, jamaah salat Subuh, dan lainnya. Seiring waktu, perkumpulan ini semakin maju dan semakin banyak kegiatannya, mulai dari program Thalabus sa’adah, Tajmilul akhlaq, hingga Dirasatul Banaat.

Tak hanya program-program yang disebut di atas, SPW juga memandang penting perihal pengajaran dan pendidikan khusus bagi anak-anak usia dini. Siti Umnijah, ketua SPW saat itu, merancang program pendidikan yang hanya difokuskan untuk anak-anak usia minimal empat tahun. Program ini dilaksanakan secara rutin setiap sore sebagai bentuk dukungan dan perhatian terhadap pendidikan anak-anak usia dini.

Akhirnya, secara resmi pada Agustus 1924, Siti Umnijah bersama teman-temannya mendirikan Taman Kanak-kanak yang diberi nama Bustanul Athfal, sebagai kelanjutan dari sekolah Froubel Kindergarten Aisyiyah yang sudah didirikan pada 1919.

Secara harafiah, Bustanul Athfal berasal dari dua kata bahasa Arab: bustan (taman) dan athfal (anak-anak). Jadi Bustanul Athfal artinya taman pendidikan anak-anak atau taman kanak-kanak.

Setidaknya ada dua faktor kenapa TK ABA didirikan. Faktor pertama adalah memberi bimbingan dan pendidikan serta dasar-dasar keislaman kepada anak-anak. Faktor kedua, mengimbangi kehadiran pendidikan Eropa yang hanya diberikan kepada anak-anak kaum ningrat.

Tapi seiring waktu, dua faktor itu terus berkembang seiring dengan berkembangnya zaman. Saat TK ABA Kauman berusia 50 tahun, tujuan pendidikannya dibagi menjadi dua: umum dan khusus.

Tujuan umumnya adalah membentuk manusia muslim berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat dan negara. Sementara tujuan khususnya, untuk memberi kesempatan kepada anak didik yang berumur antara tiga sampai enam tahun memiliki segala yang diperlukan di bidang jasmaniah dan rohaniah demi perkembangan kepribadiannya.

Seiring waktu juga, pengelolaan TK ABA tidak lagi ada di tangan SPW yang sudah berganti nama menjadi Nasyiatul Aisiyah. Melainkan langsung di tangan Aisyiyah. Tapiakhirnya kita tahu, TK ABA yang ada di Kauman, Yogyakarta, itu menjadi TK pertama yang ada di Indonesia.

Taman Indria ala Ki Hajar Dewantara

Selain TK ABA, kita juga bisa melupakan peran Taman Indria sebagai salah satu pelopor pendidikan usia dini di Indonesia. Taman Indria adalah taman kanak-kanak milik organisasi Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada 1922.

Yang menarik dari Taman Indria adalah sekolah ini menggunakan metode pembelajaran dengan sistem among. Bagaimana sistem among itu? Ini adalah sebuah konsep pengajaran di mana pamong atau guru mengabdi kepada anak-anak.

Beberapa sumber menyebut sistem pendidikan di Taman Indria memadukan sistem atau konsep Froebel dan Montessori yang berkembang di Eropa. Di Taman Indria, Ki Hajar memperkenalkan model pengajaran Dolanan Anak Taman Indria.

Model pengajaran ini mencoba menggabungkan permainan anak-anak dengan fisik, kecermatan, hitungan, kerjasama, dan gotong royong. Metode ini digabung dengan metode Sariswara di mana wirama (irama) dipercaya bisa menyelaraskan kehalusan budi pekerti dan ketajaman nalar seorang anak.

Dengan begitu, si anak diharapkan bisa mempunyai jiwa merdeka yang mandiri, bertanggung jawab, dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Konsep itu konon dia adopsi dari permainan-permainan tradisional khas Indonesia.

Sumber:

Tim Peneliti Sejarah TK ABA PTM, Perjalanan Sejarah TK ABA Di Indonesia (1919-201), UMM Press, Malang, 2020

Artikel Terkait