Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com -Pada tahun 1962, gemuruh ketegangan mewarnai hubungan Indonesia dan Belanda. Janji kemerdekaan Irian Barat (Papua Barat) pasca Konferensi Meja Bundar (KMB) bagaikan fatamorgana, dihinggapi ingkar janji Belanda.
Bung Karno, dengan semangat membara, mengumandangkan Trikora, "gagalkan boneka Papua, kibarkan Sang Merah Putih, dan bersiaplah untuk mobilisasi!"
Empat kapal Motor Torpedo Boat (MTB) Jaguar gagah berani mengarungi samudra yaitu KRI Matjan Tutul, KRI Matjan Kumbang, KRI Harimau, dan KRI Singa.
Kolonel Sudomo memimpin operasi dari KRI Harimau, sedangkan Komodor Yos Sudarso yang legendaris mengawal KRI Matjan Tutul bersama Kapten Winarno. Misi rahasia ini menuntut mereka berlayar tanpa singgah di pelabuhan, diiringi suplai makanan dan perbekalan di tengah laut.
Pada 15 Januari 1962, MTB ALRI mencapai perairan Aru. Tujuan mereka adalah Kaimana. Namun, misi ini tak luput dari mata-mata Belanda.
Dua pesawat maritim Belanda, Neptune dan Firefly, mengendus keberadaan mereka di 04-490 Selatan, 135-020 timur.
Baca Juga: Sejarah Gelar Haji di Indonesia Dari Zaman Kolonial
Pertempuran Sengit di Laut Arafuru
Pertempuran Laut Arafuru bukan hanya tentang keberanian dan pengorbanan. Di baliknya, terselip kisah pahit pengkhianatan.
Misi rahasia ALRI bocor ke telinga Belanda, konon karena ulah oknum di dalam negeri. Hal ini berakibat fatal, mengantarkan KRI Matjan Tutul dan para pahlawannya ke dalam jebakan maut.
Fregat Hr Ms Eversten dan Korvet Hr Ms Kortenaer, kapal perang Belanda, menjegat MTB ALRI. Kortenaer melepaskan tembakan suar, disusul Neptune dari udara. KRI Matjan Tutul dan KRI Matjan Kumbang membalas dengan meriam 40 mm.
Di tengah pertempuran sengit, Yos Sudarso dilanda dilema. Di satu sisi, ia bertekad untuk menyelesaikan misi dan melindungi rekan-rekannya. Di sisi lain, ia dihadapkan pada pilihan pahit, mengorbankan diri untuk menyelamatkan awak kapal atau melanjutkan pertempuran dengan risiko lebih besar.
Yos Sudarso, dengan gagah berani, mengambil alih komando KRI Matjan Tutul. Ia memerintahkan serangan balasan, sementara KRI Harimau dan KRI Matjan Kumbang bermanuver untuk mengecoh Belanda.
Dengan jiwa patriot yang membara, Yos Sudarso memilih untuk tetap bertempur. Ia sadar, keselamatan awak kapal lebih penting. Ia memerintahkan mereka untuk menyelamatkan diri, sementara ia sendiri memimpin KRI Matjan Tutul menerjang kapal musuh.
KRI Matjan Tutul maju menghadang kapal musuh yang menyerang KRI Harimau dan KRI Matjan Kumbang. Kedua kapal ALRI itu selamat, namun KRI Matjan Tutul tak luput dari terjangan.
Dentuman meriam menggema, peluru menghujani KRI Matjan Tutul. Kapal kian oleng, terjangan demi terjangan menghantam. Di tengah kekacauan itu, Yos Sudarso memimpin anak buahnya dengan gagah berani. Namun, takdir berkata lain. Tembakan Belanda menghantam ruang penyimpanan mesiu, memicu ledakan dahsyat.
Baca Juga: Perantara Spiritual di Balik Tarian Barong Bali
Di tengah dentuman meriam, Yos Sudarso menggemakan semangat pertempuran. Namun, tembakan Belanda menghantam ruang penyimpanan mesiu KRI Matjan Tutul.
KRI Matjan Tutul terbelah dua, tenggelam ke dalam samudra Maluku yang dingin. Yos Sudarso dan para pahlawan gugur dengan hormat, mengukir nama mereka dalam tinta emas sejarah bangsa.
Kapal tenggelam, menelan Yos Sudarso dan pasukannya dalam samudra pertiwi.
Pertempuran Laut Arafuru meninggalkan luka mendalam. Hubungan ALRI dan AURI merenggang. AURI dianggap lalai dalam menyediakan informasi terkini di perairan Maluku.
Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma, KSAU saat itu, memilih mengundurkan diri pada 19 Januari 1962.
Kisah heroisme Yos Sudarso dan para pahlawan di Laut Arafuru tak lekang oleh waktu. Film "Arafuru" hadir sebagai pengingat, membangkitkan semangat juang dan nilai-nilai luhur para pahlawan Jalasena.
Semangat mereka menjadi kompas bagi generasi penerus untuk menjaga dan membangun kekuatan angkatan laut Indonesia.
Epilog, Warisan Abadi
Pertempuran Laut Arafuru menjadi saksi bisu kegigihan dan pengorbanan para pahlawan. Kisah Yos Sudarso dan para awak KRI Matjan Tutul terus menginspirasi generasi penerus. Keteguhan, keberanian, dan semangat pantang menyerah mereka menjadi kompas moral bagi bangsa Indonesia.
Film "Arafuru" hadir sebagai pengingat, membangkitkan rasa cinta tanah air dan patriotisme. Di balik gempuran modernitas, kisah heroisme mereka tak boleh terlupakan. Semangat juang mereka harus terus dilestarikan, mengantarkan bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih gemilang.
*
Sumber referensi: Platje, Wes (2001), Dutch Sigint and the Conflict with Indonesia. Inteligence and National Security melalui Kompas.com
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---