- Mendirikan bank untuk memberikan kredit bangunan rumah bagi rakyat.
- Membangun sekolah-sekolah (Sekolah Pamardi Putri, Kasatriyan, dan Rijksstudiefond).
Pakubuwono X juga membangun infrastruktur modern Kota Surakarta, seperti membangun Pasar Gedhe Harjonagoro, Stasiun Solo Jebres, Stasiun Solo Kota (Sangkrah), Stadion Sriwedari, Kebun Binatang Jurug, Taman Balekambang, serta gapura-gapura di batas kota Surakarta.
Tak hanya itu, dia juga membangun rumah pemotongan hewan di Jagalan, rumah singgah bagi tunawisma, dan rumah pembakaran jenazah bagi warga Tionghoa.
Kiprah dalam pergerakan nasional
Tidak hanya memajukan rakyatnya, Pakubuwono X juga berperan aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Di tengah tekanan politik yang luar biasa, sunan tetap mendukung organisasi politik, memberikan kebebasan penerbitan media, bahkan memberikan dukungan materi.
Pakubuwono X diketahui mendorong pergerakan Budi Utomo dan mendukung Sarekat Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada 1911.
Sunan juga melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Jawa demi mendukung dan membangkitkan semangat nasionalisme rakyat. Di sisi lain, Pakubuwono X mampu menjauhkan konflik dengan tampil seolah sebagai sekutu pemerintah Hindia Belanda.
Istri dan keturunan Pakubuwono X
Pakubuwono X memiliki dua permaisuri dan 39 istri selir. Permaisurinya adalah GKR. Pakubuwono, putri Mangkunagara IV, dan GKR. Hemas, putri Hamengkubuwono VII.
Dari permaisuri dan selir-selirnya, Pakubuwono X dikaruniai 63 putra dan putri. Namun, kedua permaisurinya tidak memberinya anak laki-laki.
Dari 63 anaknya itu, beberapa di antaranya ikut berperan dalam memerjuangkan kemerdekaan Indonesia. Misalnya seperti Jenderal TNI (Purn.) GPH. Djatikoesoemo, Brigjen TNI (Purn.) Prof. GPH. Harya Mataram, GPH. Hangabehi (Pakubuwono XI), dan GPH. Suryo Hamijoyo.
Pakubuwono X wafat pada 1 Februari 1939 setelah berkuasa selama 46 tahun, menjadikannya sebagai sunan yang paling lama memerintah di Kasunanan Surakarta.
Setelah itu, Pakubuwono dimakamkan di Imogiri, Yogyakarta, dan takhta keraton jatuh ke tangan putranya, Raden Ontoseno atau GPH. Hangabehi, yang kemudian bergelar Pakubuwono XI.
Semasa menjadi Sunan Surakarta, Pakubuwono X banyak menerima penghargaan dari sejumlah negara. Kemudian pada 2011, Pakubuwono X resmi dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah RI.
Begitulah kisah seputar kereta jenazah Pakubuwono X yang cuma sekali dipakai, tentu ketika PB X meninggal dunia dan harus dimakamkan di Makam Raja Imogiri, Bantul, Yogyakarta.
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR