Sepanjang keberadaannya, kereta ini hanya digunakan satu kali pada 1939, ketika Pakubuwono X mangkat. Kereta itu membawa jenazah PB X dari Stasiun Solo Balapan ke Stasiun Tugu Jogja yang kemudian dilanjutkan dengan kereta kuda untuk dibawa ke Makam Raja Imogiri. Setelah melalui perjalanan dari Kota Solo ke Kota Jogja, kereta ini sempat lama ditempatkan di Balai Yasa Yogyakarta untuk diperbaiki.
Setelah itu, kereta akhirnya dibawa kembali ke Kota Solo dan ditempatkan di Alun-alun Selatan Kasunanan Surakarta sebagai bentuk penghormatan kepada salah satu benda pusaka keraton.
Peletakannya di sebelah barat ternyata memiliki makna filosofi yang mendalam. Barat diartikan sebagai matahari terbenam, ini diidentikkan dengan berakhirnya sebuah kehidupan, dalam hal ini PB X, sehingga pemahaman ini sesuai dengan fungsi kereta jenazah yang telah bertugas mengantarkan jenazah sang raja.
PB X yang berjasa memajukan Kota Solo tapi punya selir banyak
Sri Susuhunan Pakubuwono X bisa dibilang sebagai salah satu raja terbesar yang pernah memimpin Kasunan Surakarta atau Keraton Solo.
Bagaimana tidak, beberapa kemajuan yang terjadi di Kota Solo adalah berkat jasanya. Belum lagi, dia juga dikenal sebagai raja yang aktif dalam perjuangan pergerakan nasional. Karena itulah Pakubuwono X diberi gelar Pahlawan Nasional pada 2011 lalu.
Di luar itu, Pakubuwono X juga dikenal karena selirnya yang banyak. Pakubuwono X merupakan putra Pakubuwono IX dan Kanjeng Ratu Kustiyah yang lahir pada 29 November 1866.
Dia punya nama kecil Raden Mas Sayiddin Malikul Kusno. Sebelum dinobatkan sebagai raja Keraton Solo, dia pernah dikenal sebagai Sayiddin Panotogomo.
Sayiddin Panotogomo memiliki arti seorang pemimpin dengan kewajiban untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan urusan agama. Julukan ini diberikan oleh para penghulu dari keturunan Wali Songo di Masjid Pujosono Keraton Surakarta.
Raden Mas Sayiddin Malikul Kusno naik takhta pada 30 Maret 1893. Setelah itu dia memakai gelar Sri Susuhunan Pakubuwono X. Pemerintahan Pakubuwono X merupakan masa transisi dari kemelut perang ke masa yang lebih stabil.
Beberapa kebijakan yang terfokus pada kesejahteraan rakyatnya pun dicanangkan, sebagai berikut.
- Membangun fasilitas kesehatan (klinik Panti Rogo yang berkembang menjadi Rumah Sakit Kadipolo dan apotek Pantihusodo).
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR