Perjalanan pergerakan Haji Misbach berkelok-kelok seperti dituliskan oleh Shiraishi. Buletin Suara Muhammadiyah juga runtun merekam perjalanan kisah Haji Misbach, mulai dari yang awalnya menjadi sekutu hingga menjadi penyerang organisasi besutan K.H. Ahmad Dahlan ini. Bermula dari kawan hingga akhirnya menjadi pemikir yang berseberangan.
Sang Haji Merah
Kisah pergerakan Haji Misbach juga terkenal di kalangan masyarakat buruh. Kepedulian pada nasib buruh dan keahlian mengatur strategi saat melakukan aksi mogok kerja membuatnya dicap sebagai propagandis.
Pun julukan Haji Merah atau Kyai Merah muncul di masa-masa kedekatannya dengan aksi-aksi buruh dan kelompok-kelompok komunis. Mungkin karena paham kiri yang dianutnya itu, membuat Haji Misbach nyaris tidak disebut dalam sejarah pergerakan Islam di Nusantara.
Padahal, Islam dan komunisme adalah paham yang sejalan menurutnya. Sebagaimana yang diajarkan oleh komunisme, Islam, menurutnya adalah agama yang melawan penindasan dan ketidakadilan. Haji Misbach sangat sadar akan kondisi penjajahan, penindasan, dan ketidakadilan yang dialami oleh saudara-saudaranya.
Shiraishi merekam apa yang dikatakan oleh Marco Kartodikromo tentang Haji Misbach dan kedekatannya dengan masyarakat saat itu.
Marco dalam tulisannya berjudul "Tjatatan Singkat Tentang Kawan Haji Misbach" di Medan Moeslimin (1926) mengatakan, "... Misbach memandang bahwa tidak ada bedanya antara seorang pencuri biasa dengan orang berpangkat, begitu juga di antara rebana dan klenengan, di antara bok Haji yang bertutup muka dan orang bersorban cara Arab dan berkain kepala cara Jawa. Karena alasan itu, Misbach lebih gemar memakai kain kepala daripada memakai peci Turki atau bersorban seperti pakaian kebanyakan orang yang disebut 'Haji'."
Nama Haji Merah adalah julukan yang termanisfetasi dari kekecewaannya terhadap lembaga-lembaga Islam yang tidak tegas membela kaum marjinal. Saat CSI atau Central Sarekat Islam pecah, Haji Misbach memilih untuk merapat ke SI Merah yang lebih dekat dengan PKI dan bahkan menjadi pimpinan PKI di Surakarta.
Keyakinannya hanya satu, antikapitalis.
Menurutnya, siapa pun yang menyengsarakan rakyat itu sama saja dengan antek kapitalis. Saiful Hakam dari Pusat Penelitian Sumberdaya Regional (PSDR) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan bahwa Misbach memiliki gerakan membela kaum marjinal yang cukup keras.
Hal ini membuatnya menjauh dari pemuka-pemuka agama yang hanya mementingkan diri sendiri dan terus menerus mengumpulkan harta hanya untuk kepentingan perut mereka sendiri. “Haji Misbach banyak menyerang bangsawan Jawa yang saat itu hidup boros dan tidak memedulikan kaum marjinal,” ungkapnya.
Haji Misbach dan Kaum Muda Islam
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR