Juara Piala Eropa 2004, Ketika Yunani 'Mengulangi' Sejarah Yang Mereka Buat Pada 490 SM

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Unggulan utama tentu saja tuan rumah Portugal, juga tim kuat Belanda, tapi yang jadi juara ternyata tim kuda hitam Yunani. Yuk belajar dari Negara Para Dewa itu mengalahkan para Goliath.
Unggulan utama tentu saja tuan rumah Portugal, juga tim kuat Belanda, tapi yang jadi juara ternyata tim kuda hitam Yunani. Yuk belajar dari Negara Para Dewa itu mengalahkan para Goliath.

Kejutan besar terjadi pada perhelatan Piala Eropa 2004 dulu. Unggulan utama tentu saja tuan rumah Portugal, juga tim kuat Belanda, tapi yang jadi juara ternyata "tim kuda hitam" Yunani.Yuk belajar dari Negara Para Dewa itu mengalahkan para "Goliath".

Oleh Kapten (Pnb.) Budhi "Phantom" Achmadi untuk Intisari edisi Agustus 2004

---

Intisari kini hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Bukan saat Piala Eropa 2004 yang lalu saja Yunani membalikkan perkiraan banyak orang. Dulu sekali. sekitar 490 SM, pasukan Yunani mengalahkan bala tentara Persia yang kuat.

Mirip pertarungan David melawan Goliat. Menurut sejarawan militer klasik Herodotus, inilah Perang Dunia pertama di dunia.Dari peristiwa ini lahirlah olahraga lari maraton.

Lembah Marathon, musim panas 490 SM. Prajurit Persia mulai berdatangan menggunakan 600 kapal di bawah komando Panglima Datis. Turut pula mendampingi pasukan adalah keponakan Raja Persia, Artaphernes. Kala itu Persia merupakan negara adikuasa seperti Amerika Serikat saat ini.

Mereka memiliki lebih dari 10.000 prajurit terlatih. Di lain pihak, Yunani waktu itu berpenduduk laki-laki dewasa tak lebih dari 30.000 orang.

Melihat ancaman itu, para pejabat militer Yunani dan pasukannya segera berkumpul di lereng Pegunungan Marathon. Hadir di sini 11 anggota dewan perang Yunani. Kesebelasan ini merupakan orang pilihan dari 10 suku terbesar yang dipilih setiap tahun. Kesemuanya berpangkat jenderal dan satu orang ditunjuk sebagai panglima gabungan (Polemarch).

Masing-masing jenderal menguasai pasukan dari suku masing-masing, sedangkan Polemarch mendapatkan hak istimewa untuk memimpin penyusunan strategi dan dalam perang berhak memimpin pasukan sayap kanan.

Agenda pertemuan cuma satu: menyusun strategi.

Callimachus yang menjadi Polemarch memimpin pertemuan itu. Kegamangan terlihat di wajah-wajah para jenderal itu. Apalagi melihat sepak terjang prajurit Persia, yang dengan mudah membumihanguskan kerajaan-kerajaan lain.

"Perang atau tidak, risikonya hampir sama," begitu wacana yang mengemuka.

Andaikan prajurit Persia menguasai Yunani tanpa perang pun, maka penjarahan, pemerkosaan, dan pembunuhan akan terjadi. "Demi menjunjung tinggi kebesaran sejarah Yunani, kami memutuskan perang!" teriak para jenderal serentak. Genderang perang pun ditabuh sudah.

Baca Juga: Sejarah Bahasa Pemrograman, Pondasinya Membentang Hingga Yunani Kuno

Tak menjemput musuh

Pasukan Yunani dipimpin Panglima Mandala Marathon yang dipegang oleh Miltiades. Dia seorang ksatria kerajaan yang kenyang dengan perang dan jenius. Miltiades muda pernah ikut berperang untuk Persia, tapi memboikot dan pulang ke Tanah Air. Oleh sebab itu, ia tahu kelemahan-kelemahan prajurit Persia.

Konon kabarnya, nenek moyang Miltiades adalah semut-semut Myrmidon yang diubah menjadi manusia oleh Dewa Zeus. Selain kedua nama tadi, Themistocles dan Aristides berperan juga dalam Perang Marathon ini. Themistocles nantinya menjadi pendiri angkatan laut Yunani.

Suatu sore di bulan September 490 SM, Miltiades memberi instruksi kepada para prajurit untuk mempersiapkan diri. Sesuai dengan kebiasaan Yunani, prajurit dikelompokkan dalam suku masing-masing.

Cara ini digunakan agar mereka lebih mudah dikenali dan dikomando, karena saat itu belum ada seragam. Urutan pasukan juga disesuaikan dengan kedekatan wilayah antarsuku, untuk mempermudah bahasa, kekompakan, dan koordinasi.

Prajurit Yunani pun segera siaga. Sesuai dengan perundingan, mereka dibagi menjadi tiga sayap. Callimachus memimpin sayap kanan, sedangkan Themistocles dan Aristides memimpin di tengah. Di sayap kiri ada ribuan pasukan suku Plataean yang terkenal gagah berani.

Miltiades berdiri di depan dan berteriak, "Saudaraku putra Yunani yang agung! Mari berperang untuk negaramu. Mari berperang untuk anak dan istrimu - yang begitu membanggakan kalian. Mari bertempur demi kejayaan negeri ini. Semuanya ... serbu!" Raungan suara terompet perang pun segera menimpali seruan.

Prajurit di bawah kendali Themistocles dan Aristides berlari menuruni pegunungan. Sedangkan pasukan sayap masih bersembunyi. Inilah taktik mengelabui dan menjepit musuh.

Jumlah prajurit tengah pun dibuat lebih kecil daripada yang ada di sayap. Namun, meski berjumlah kecil, mereka adalah prajurit berani mati yang sudah mendapat pelatihan di sekolah wrestling, Athena.

Para prajurit ini ahli pertempuran jarak dekat. Miltiades menginstruksikan agar mereka berlari sekencang mungkin, sehingga prajurit Persia terpojok di pantai.

Melihat prajurit Yunani dalam jumlah kecil berlari menuruni gunung tanpa kuda dan pelindung badan, prajurit Persia malah mengira ada prajurit gila yang akan bunuh diri. Apalagi kekuatan utama prajurit Persia adalah tentara berkuda (kavaleri).

Dengan pongah mereka menyambut serangan Yunani. Miltiades masih menunggu saat yang tepat untuk menggerakkan pasukan sayapnya. Dia masih berada di balik gelapnya Pegunungan Marathon saat pasukan tengah bergerak turun.

Bisa ditebak, pertempuran berat sebelah tidak terhindarkan. Pasukan tengah yang diumpankan terlihat kewalahan dan bergerak mundur. "Teet teretettt ...!" Terompet perang berbunyi untuk kedua kalinya. Miltiades memimpin pasukan sayap bergerak turun dan mengejutkan prajurit Persia.

Pasukan sayap Yunani yang datang tanpa disangka-sangka telah menurunkan mental prajurit Persia. Prajurit sayap Yunani langsung menusuk pusat pertahanan.

Ini membuat prajurit Persia kacau balau karena menghadapi musuh dari kiri, kanan, dan depan.

Di malam gelap itu pertumpahan darah terbesar pertama dalam sejarah perang tak terhindarkan. Namun, pertempuran ternyata tidak berlangsung lama. Beberapa jam kemudian, prajurit Persia mulai kehilangan percaya diri.

Datis memerintahkan anak buahnya mundur ke kapal untuk melarikan diri. Prajurit Yunani pun berusaha membakar kapal-kapal Persia. Pertempuran berkecamuk di sepanjang pantai dan berubah menjadi ajang pembantaian prajurit Persia yang mencoba meloloskan diri.

Kemenangan Eropa atas Asia

Kapal-kapal prajurit Persia yang tersisa segera meninggalkan Pantai Marathon. Akan tetapi Miltiades tidak langsung bergembira. Apalagi di pihak Yunani gugur dua jenderalnya, Callimachus dan Stesilaus.

Dia segera memutar otak. Ya! Dia yakin, prajurit Persia tak begitu saja "melemparkan handuk". Miltiades mencurigai mereka akan ke Athena, mengingat kota itu tentu lengang ditinggal para prajurit yang berjuang di Marathon.

Bila Datis menyerang Athena, maka dalam waktu singkat ibukota negara Yunani itu bisa dikuasai.

Miltiades segera membawa sebagian pasukan berbaris (beberapa sejarawan bilang mereka berlari) ke Athena, meninggalkan Aristides dan pasukannya di Marathon. Betul analisis Miltiades.

Pagi-pagi betul, kapal-kapal prajurit Persia sudah mulai merapat di Pantai Athena. Sayang, sepagi itu mereka sudah manyun melihat ribuan pasukan Miltiades berjajar rapi menunggu di pantai.

Kapal-kapal itu urung merapat dan balik ke negara asalnya di seberang lautan. "Handuk" sudah benar-benar mereka lempar!

Yunani berhasil menangkap tujuh kapal dan membunuh 6.400 prajurit Persia. Yunani sendiri kehilangan 192 prajurit terbaiknya. Mereka dimakamkan di Marathon. Sebenarnya, ini menyimpang dari tradisi Yunani yang memakamkan pahlawannya di Cerameicus, sebuah makam kehormatan di tepian Athena.

Di Marathon pula dibangun 10 tugu untuk penghormatan kepada sepuluh suku Yunani yang ikut bertempur di Marathon.

Selain memunculkan lari maraton, dari lembah Marathon ini lahir pula clash of civilization antara bangsa Asia dan Eropa. Persia adalah simbol keunggulan Asia terhadap Eropa.

Asia juga menjadi kiblat budaya dan kehidupan sosial lainnya. Negara-negara Asia begitu disegani pada masa itu.

Meski begitu, perkembangan perikehidupan sosial dan demokrasi tidak seperti apa yang terjadi di Eropa. Saat pertempuran Marathon terjadi, Yunani sudah berbentuk republik dan mengembangkan pemerintahan demokratis.

Lihatlah, bagaimana Yunani menyusun kekuatan perangnya di Marathon. Kehidupan demokrasi sudah menelusup ke dalam dunia milker. Setiap suku diperlakukan secara adil dan memiliki kedudukan sederajat. Bahkan Panglima Gabungan dipilih setiap tahun dan dirotasi antarsuku.

Sebaliknya, Persia adalah negara kaya yang diperintah oleh raja yang memilih dirinya sendiri. Asia dipenuhi dengan praktik poligami, korupsi, dan pelbagai macam tindak barbarian.

Maka, wajar bila kemudian lari maraton, yang sering digelar di berbagai negara, menjadi semacam peringatan kemenangan bangsa Eropa atas Asia. Begitulah cara Yunani mengalahkan para Goliath.

Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Goole News

Artikel Terkait