Intisari-Online.com -Jika melihatnya sekilas, kita pasti terkecoh akan dengan tampilan Abdurrahman Ayyub.
Di balik sosoknya yang sederhana, jauh dari kesan badan kekar, laki-laki yang biasa disapa Pak Ustaz Ayyub itu sangat pandai mengoperasikan rudal antipesawat Stinger dan rudal antitank Milan.
(Baca juga:Ketika Para Pengasuh Anak Keluarga Kaya Raya Mengungkap Rahasia Majikan Mereka)
Perlu diketahui, rudal-rudal portabel ini terbilang senjata yang amat mematikan dan populer di berbagai medan pertempuran.
Tak hanya mengoperasikan dua alat itu, Ustaz Ayyub juga piawai membaca peta, membuat bom, merakit senapan Khalasnikov, serta menyusun taktik tempur demi mengalahkan musuh.
Dilansir dari Angka.co.id, kemampuannya itu terasah ketika berjihad sebagai foreign fighter di Afghanistan melawan tentara Uni Soviet antara 1987-1991.
Tak ayal, ketika penggalan kisah hidup itu diceritakan di hadapan seribu peserta "Dialog Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Guru, Rohis SMA dan Sederajad" se-Jabodetabekdi Jakarta pertengahan Juni tahun lalu, aplaus dan sorak-sorai bergemuruh di ruang pertemuan.
Peserta yang umumnya anak muda ini seolah haus dengan epik kepahlawanan seperti yang dimiliki Ustadz Ayyub.
Terlepas dari sorak-sorai yang ditujukan kepadanya itu, ia menegaskan kepada para peserta yang hadir di acara itu bahwa perjuangan di tanah Afghanistan bukanlah kisah yang layak ditiru.
Semua itu, katanya, semata-mata dilakukan akibat indoktrinasi dari tokoh gerakan Islam radikal, tak berapa lama setelah menamatkan bangku STM.
“Maksud hati mendalami agama yang tak pernah saya dapat di bangku sekolah. Apa daya justru ajaran ekstrem yang saya terima. Di mata ustaz yang membaiat saya, jika tidak hijrah batin dari NKRI yang dianggap kafir, saya akan mati dalam keadaan jahiliyah. Siapa tidak ngeri coba? Maka saya pun pergi ke Afghanistan, ikut memerangi tentara Soviet yang kafir itu. Di sana semangat jihad saya pun kian berkobar,” ungkapnya kepada Angkasa.
Ia juga mengaku sama sekali tidak takut berhadapan langsung dengan tentara Uni Soviet yang jauh lebih kuat dan bersenjata canggih.
“Ngapain juga takut, lha saya kan ke sana karena sudah rela mati demi Jihad,” tegas alumnus Jemaah Islamiyah generasi pertama ini dengan sorot mata tajam.
Apa pun itu, semua kepiawaian menggunakan berbagai senjata toh tak begitu saja didapat.
Begitu tiba di Afghanistan, Ayyub—yang juga ikut berperang membela suku Moro di Filipina dan menjadi salah seorang petinggi Jemaah Islamiyah (JI)—haru terlebih dulu ikut pendidikan dan pelatihan di akademi militer di Afghanistan.
(Baca juga:Pesawat Intai Siluman Tercanggih dan Tercepat di Dunia Siap Gentayangan, Indonesia Patut Berhati-hati)
Dalam perjalanan hidup sebagai foreign fighter itu ia kemudian dekat dengan banyak tokoh radikal dunia, termasuk Osama bin Laden, dan otak berbagai aksi pemboman di Indonesia.
“Harus saya katakan jihad yang saya lakukan di Afghanistan adalah atas dasar aturan dan etika zaman Nabi. Bagi saya itu prinsip! Maka, ketika JI terpecah, lalu saya diminta mengikuti petunjuk Osama bin Laden untuk membom negeri sendiri, saya menolak dengan tegas. Sejak itulah saya memutuskan untuk keluar lalu berbalik mendukung gerakan deradikalisasi yang gencar dilakukan BNPT. Saya tak peduli, bahwa setelah itu lalu disebut penghianat,” tegasnya.