Semoga Tidak Terjadi Saat Ini, Ternyata Partai-partai Pada Masa Demokrasi Liberal Lebih Cenderung Untuk Hal Ini

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Yang jeleknya, partai-partai pada masa Demokrasi Liberal lebih cenderung untuk kepentian partainya sendiri.
Yang jeleknya, partai-partai pada masa Demokrasi Liberal lebih cenderung untuk kepentian partainya sendiri.

Intisari-Online.com -Masa Demokrasi Liberal di Indonesia yang berlangsung antara 1950 hingga 1959 punya kelemahan dan kelebihan masing.

Kelebihannya, saat itu pemilu berlangsung sangat damai.

Tapi yang jeleknya, partai-partai pada masa Demokrasi Liberal lebih cenderung untuk kepentian partainya sendiri.

Lho, kok bisa?

Seperti disebut di awal, partai-partaipada masa Demokrasi Liberal lebih cenderung untuk mementingkan kepentingan partai atau golongan sendiri.

Dan karena itulah partai-partai tersebut lebih mementingkan kepentingan partai, kepentingan bangsa pun terabaikan.

Akibatnya, terjadi kericuhan yang hampir membahayakan stabilitas negara kita.

Apa saja?

Perombakan Kabinet yang Berulang-ulang

Salah satu ciri-ciri dari demokrasi liberal adalah munculnya banyak partai yang menduduki kursi eksekutif serta legislatif.

Sayangnya, hal ini tidak membawa dampak positif dan membuat rakyat sejahtera.

Sebaliknya, situasi ini malah membuat Dewan Perwakilan Rakyat menelantarkan rakyat.

Bukannya bekerja sama dalam rangka merampungkan tugas pemerintah, partai-partai ini malah menyerang serta saling menjatuhkan satu sama lain.

Mereka ingin yang terbaik untuk partai tanpa memerhatikan kepentingan rakyat.

Akibatnya terjadi reshuffle kabinet terjadi berulang-ulang akibat kegagalan wakil rakyat yang tidak menjalankan tugas dengan baik.

Pemberontakan

Salah satu bentuk ketidakstabilan politik pada masa demokrasi liberal adalah munculnya banyak pemberontakan.

Saat itu masyarakat Indonesia seolah sudah meninggalkan sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia.

Ini karena fungsi legislatif dan eksekutif tidak berjalan dengan baik, sehingga banyak daerah yang merasa terabaikan.

Akibatnya muncul niat untuk memisahkan diri dari pusat. Keinginan ini kemudian berkembang menjadi pemberontakan separatisme yang muncul dari berbagai daerah di wilayah Indonesia.

Molornya Pemilu

Pergantian kabinet yang terlalu sering tentu saja menghambat banyak hal, salah satunya adalah pemilu.

Untungnya, meskipun kurang persiapan dan molor dari jadwal sebelumnya, pemilu tetap terlaksana pada tahun 1955.

Pemilu ini diadakan untuk memilih anggota DPR dan Dewan Konstituante.

Macetnya Dewan Konstituante

Dewan Konstituante yang dibentuk berdasarkan hasil pemilu yang pertama tahun 1955 mempunyai tugas untuk menyusun UUD. Sayangnya, tugas ini tak berjalan dengan benar.

Pada akhirnya, presiden membubarkan Dewan Konstituante pada tahun Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Sebagai gantinya, Indonesia akan menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi dasar negara.

Tak hanya itu, sistem multipartai yang terjadi di masa Demokrasi Liberal juga menimbulkanpersaingan tidak sehat antarpartai.

Konsep liberalisme yang berkembang saat itu diadopsi demi dijalankannya demokrasi yang bebas di Indonesia.

Sayangnya, model demokrasi seperti ini tidak berhasil karena sangat beragamnya pandangan dan aspirasi masyarakat Indonesia saat itu.

Tak hanya itu, sistem multipartai di Indonesia membebaskan siapa saja yang berkeinginan untuk membentuk suatu partai politik.

Pada masa Demokrasi Liberal, jumlah partai politik yang muncul termasuk sangat banyak, sekitar lebih dari 30 partai.

Tapi partai politik justru saling berkompetisi secara tidak sehat guna merebut kursi kekuasaan di pemerintahan.

Sistem multipartai juga menimbulkan konflik antarpartai, yang didasari oleh perbedaan ideologi dari setiap partai yang ada.

Setiap partai politik juga berusaha memengaruhi setiap individu supaya mau meyakini ideologi yang dimiliki partai tersebut.

Selain itu, dampak sistem multipartai yang diterapkan pada masa Demokrasi Liberal adalah ketidakstabilan politik.

Berbagai konflik antarpartai yang terjadi tentu mengakibatkan ketidakstabilan politik.

Terkadang, setiap partai politik juga memiliki target sendiri dalam merekrut anggota yang mereka inginkan.

Sistem multipartai juga berdampak pada tidak terlaksananya peranan partai politik seperti seharusnya.

Pasalnya, fokus partai politik tidak lagi untuk mencapai integrasi nasional, melainkan mencapai kepentingannya masing-masing.

Cara partai politik mencapai tujuannya juga bisa dikatakan tidak baik, yaitu dengan menjatuhkan partai-partai lainnya.

Karena itulah sistem multipartai cenderung melahirkan pemerintahan yang tidak stabil.

Tapi, tetap ada sisi baiknya.

Sistem multipartai juga memiliki dampak positif, yaitu:

- Demokrasi dapat berjalan baik

- Adanya inspirasi dari rakyat mampu menciptakan sebuah partai

- Rakyat bebas dalam bersuara

- Adanya oposisi antara satu partai dengan partai lainnya

Begitulah,partai-partai pada masa Demokrasi Liberal lebih cenderung untuk kepentian partainya sendiri sehingga kepentingan nasional diabaikan.

Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News

Artikel Terkait