Intisari-Online.com -Ada begitu banyak cerita tentang mengerikannya hukuman kepada pemberontak di zaman Mataram Islam.
Salah satunya adalah hukuman yang terjadi pada masa kekuasaan Sunan Pakubuwono I.
Sunan Pakubuwono I atau Pangeran Puger lahir dengan nama Raden Mas Darajat.
Dia adalah anak dari Amangkurat I, cucu dari Sultan Agung.
Pakubuwono I sendiri berkuasa di Mataram pada 1703 hingga 1719.
Pada tahun 1709 di daerah Enta Enta timbul pemberontakan yang dipimpin oleh Ki Mas Dana.
Sunan memerintahkan Bupati Mataram, Ki Jayawinata, untuk memadamkan pemberontakan tadi.
Tapi tentaraJayawinata kalah dan dia melarikan diri ke Kartosuro melaporkan peristiwa tersebut pada Sunan.
Sunan kemudian mengutus Bupati Kartosuro, Pangeran Pringgalaya, untuk menyerbu Enta Enta dengan perintah khusus agar Ki Mas Dana ditangkap hidup-hidup.
Setelah terjadi pertempuran seru yang memakan banyak korban, pemberontakan dapat ditindas.
Ki Mas Dana sendiri melarikan diri ke Borobudur.
Ia dikejar terus oleh Pringgalaya hingga akhirnya dapat tertangkap dan dibawa ke Kartosuro.
Dan, jatuhlah putusan Sunan yang dahsyat: Ki Mas Dana diikat di dekat pohon beringin di alun-alun depan istana.
Setiap penduduk Kartosuro diperintahkan datang menyaksikan wajah pemimpin pemberontak itu sambil membawa jarum untuk ditusukkan ke tubuhnya.
Jadilah Ki Mas Dana menjalani hukuman picis ditusuk-tusuk dengan jarum oleh penduduk Kartosuro selama tiga hari sampai tewas.
Kemudian lehernya dipenggal dan kepalanya dipancangkan di atas sebuah tonggak bambu.
Kisah tersebut di atas mungkin tidak akan kita percaya kebenarannya bila saja tidak ada laporan tertulis dari Sunan Pakubuwono I pada Kompeni.
Sebagaimana diketahui, Pakubuwono I ini menerima tahta Mataram dari Kompeni.
Sewaktu Amangkurat II wafat tahun 1703, yang menggantikannya ke atas tahta adalah Puteranya, Sunan Mas atau Amangkurat III.
Karena Sunan Mas ini terang-terangan memusuhi Kompeni, maka Kompeni mengangkat adik Sunan yang wafat, Pangeran Puger, menjadi Raja dan bergelar Sunan Pakubuwono I.
Pertentangan antara dua Raja ini baru berakhir setelah Sunan Mas menyerah pada Kompeni dan diasingkan ke Srilanka.
Karena itu dapatlah dimengerti bila Pakubuwono I ini selalu memberikan laporan tertulis atas segala kejadian penting di Kartosuro kepada VOC di Batavia.
Dalam laporannya bertanggal 20 Agustus 1710 yang ditujukan kepada "Hooge Regeering" di Batavia (dan dapat dibaca dalam Koloniaal Archief No. 1690) Sunan Pakubuwono I menyebutkan bahwa Ki Mas Dana:
"tot spiegel en afschrick van anderen op onse passeban had laaten straffen, en met naaldens door ons Cartasourase volckeren zoo lange hebben laten steecken, totdat hij daarvan is gesturven en zijn hoofd afgehouden en op een staack gestelt "
(Agar menjadi contoh dan membuat jera bagi yang lain, telah dihukum di paseban oleh penduduk Kartosuro dengan jalan menusukkan jarum-jarum sampai akhirnya ia tewas dan kepalanya kemudian dipenggal dan dipancangkan di atas sebatang galah)
Jadi rupanya segala dongeng mengenai cara-cara Raja Mataram menghukum musuh-musuhnya, betapapun ngerinya, memang benar-benar pernah terjadi.
Atau paling sedikit, mengandung kebenaran.
(Disarikan dari tulisan A.S. Wibowo untuk Majalah Intisari edisi Mei 1977)
Baca artikel terupdate lainnya dari Intisari-Online.com di Google News.