Sandiaga Uno Pernah Di-PHK dan Harus Hidup dari 'Amplop' Pemberian Ibu

Anjani Harum Utami

Penulis

Ibu di Mata Sandiaga S. Uno: Ibu yang Super Disiplin
Ibu di Mata Sandiaga S. Uno: Ibu yang Super Disiplin

Intisari-Online.com - Razif Halik Uno, dengan ibuku, Rachmini Rachman, dikaruniai dua orang putra. Yakni, Indra Cahya Uno dan aku, Sandiaga Salahuddin Uno (lahir di Rumbai, Pekanbaru, 28 Juni 1969).

Pada masa itu ayahku bekerja di perusahaan minyak PT. Caltex. Kami sekeluarga bermukim di satu "kampung besar" yang berfasilitas perkotaan.

Kompleks ini ditata dan diatur sedemikian rupa sehingga tak terasa adanya polusi, serta suasana kehidupan yang nyaman. Ibuku yang lahir di Indramayu, sempat tinggal di Malang dan menikmati masa remaja dan mahasiswi di Bogor dan Bandung.

Ketujuh saudara kandungnya, sejak kecil sudah mendapat didikan yang keras dan penuh disiplin dari kakek dan nenekku yang sama-sama berprofesi sebagai guru.

Jadi pola pendidikan tersebut telah mendarah daging sepanjang kehidupannya. Sepanjang aku mulai bisa mengingat, Ibu memang menerapkan tata tertib yang ditanamkan oleh orang tuanya tersebut.

Tambah lagi, ia sebagai pendidik (kuliah di IKIP Bandung), lengkaplah perilakunya sebagai seorang ibu yang dibekali ilmu pendidikan anak.

Ibu mengajar kami berdua untuk sesungguh hati menghayati arti disiplin dalam perilaku kehidupan. Setelah dewasa, aku kian menyadari bahwa sikap keras, tegas (sering tanpa kompromi) yang ditunjukkannya pada kedua putranya, semata-mata demi kebaikan dan menanamkan nilai-nilai luhur dalam karakter kami.

Sementara Ayah lebih banyak membekali kami dengan pengetahuan umum dan makna hidup.

Secara teori ilmu pendidikan, sikap ibuku yang keras ini merupakan periode pemutusan hubungan kasih sayang. Pengalaman yang sama sekali tak menyenangkan ini, tak lama berlangsung.

Sekitar enam jam, ibuku menjelaskan apa kesalahan kami yang membuatnya sangat marah. Setelah periode tersebut, tanpa kehilangan wibawanya Ibu kembali menjadi ibu yang penuh perhatian dan kasih sayang.

Karena itu, aku mempunyai kedekatan khusus dengannya yang luar biasa enerjik dan super disiplin. Dalam usianya yang tak terbilang muda, ia masih aktif berkiprah di bidang yang ia sukai. Kegiatan mana yang sudah dimulainya sejak masa mudanya dulu.

Disiplin, tepat waktu, penuh tanggung jawab itu berjalan dengan napas hidupnya. Wajarlah bila karena sikapnya itu, aku sering mengalami "benturan-benturan" pada masa remaja.

la kesal dan marah besar bila aku pulang ke rumah, terlambat. Kegiatan anak remaja yang beragam (aku menyukai basket) acapkali membuatku melanggar ketentuan waktu yang telah ditetapkannya.

Namun demikian, ia selalu memberiku ruang untuk mengekspresikan diri. Bila aku dimarahi, aku yang punya "hak dan kewajiban" sebagai anak diberi kesempatan untuk menjelaskan alasan yang kuat dan logis dalam menghadapi sikapnya.

Tetapi bagaimanapun, aku mengenalnya sebagai Ibu yang penuh perhatian dan kasih sayang. Aku tak pernah merasa "kehilangan" dirinya, meski ia sibuknya luar biasa.

Aku menyadari betapa ia telah mengembangkan kepribadiannya menjadi wanita matang yang hadir dalam lingkup pergaulan yang luas. Namun, ia selalu punya waktu khusus untuk berdialog denganku.

Semasa aku bersekolah di Amerika, kedekatan kami tetap terpelihara. Hubungan telepon, surat-menyurat, dan kunjungan semasa aku ada di perantauan tak pernah putus. Bagiku banyak kenangan manis bersamanya yang tak bisa kuceritakan satu persatu.

Yang paling membekas di hatiku, adalah perannya sebagai seorang ibu yang semakin kuat waktu aku mengalami keterpurukan pada awal tahun 1998. Aku di- PHK dan mempunyai seorang istri dan anak yang baru berusia sekitar satu tahun.

la meyarankan aku pulang bersama keluarga kecilku dan tinggal bersamanya. la kenal betul watakku yang enggan dibantu. Oleh karena itu, pada masa aku belum punya penghasilan, ia sering kali meletakkan "amplop" di dalam bukuku. Ia ingin dompetku tidak sama sekali kosong.

Aku rasa, tanpa dukungannya, tanpa semua ajaran keras dan tegas yang diterapkan padaku dahulu, aku tak mungkin duduk di kantor ini. Mustahil aku menempuh perjalanan karier yang panjang dan penuh tantangan.

Sampai hari ini, aku mengagumi gaya hidupnya yang serba teratur, dan sekali lagi disiplin! Ia tak pernah berhenti mengembangkan diri. Meski sudah 45 tahun mengajar, ia masih tetap setia dengan kebiasaan lamanya.

"She's always improving herself." Misalnya, ia masih menyempatkan diri berlatih di depan kaca dan mempersiapkan bahan yang diperlukan, sehari sebelum harus tampil.

Aku mengagumi sikap disiplinnya yang absolut. Katakan saja, semisal aku akan menemuinya pada waktu yang telah ditentukan. Bila aku meleset semenit, ia akan pergi untuk kepentingan yang lain.

Aku rasa dengan bertambahnya usia, aku "tertular" perilakunya. Meski aku tak bisa sekeras dirinya dalam menghadapi kedua putriku. Satu hal yang harus kuakui, "She is an adorable, loving mom for me."

(Tulisan ini pernah dimuat di buku terbitan Intisari tahun 2010,Ibu Di Mata Mereka,yang ditulis oleh Yatie Asfan Lubis)

Artikel Terkait