Mulanya, anggota dari Warsidi hanya berjumlah di bawah 10 orang.
Tapi seiring waktu, anggotanya terus bertambah.
Hingga kemudian pada 1 Februari 1989, Kepala Dukuh Karangsari mengirimkan surat untuk Komandan Koramil Way Jepara, Kapten Soetiman.
Dia menyampaikan bahwa di dukuhnya ada sejumlah orang yang diduga melakukan kegiatan yang mencurigakan.
Sekelompok orang yang dimaksud oleh si kepala dukuh adalah Warsidi dan komplotannya yang menamakan diri sebagai Komando Mujahidin Fisabilillah, di Lampung Tengah.
Karena itulah pada 6 Februari 1989, melalui Musyawarah Pimpinan Kecamatan (MUSPIKA) dipimpin oleh Kapten Soetiman, Warsidi dan para pengikutnya dimintai keterangan.
Ketika itu rombongan yang berangkat diperkirakan berjumlah 20 orang, yang dipimpin oleh Kepala Staf Kodim Lampung Tengah May Sinaga, termasuk Kapten Soetiman.
Sesaat setelah Kapten Soetiman sampai, ia langsung ditembaki menggunakan panah dan perlawanan golok.
Tewasnya Kapten Soetiman pun membuat Komandan Korem 043 Garuda Hitam Lampung Kolonel AM Hendropriyono bertindak melawan Warsidi.
Pada 7 Februari 1989, sebanyak tiga peleton tentara dan sekitar 40 anggota Brimob menyerbu Cihideung, pusat gerakan.
Menjelang subuh, keadaan di Cihideung sudah berhasil dikuasai oleh ABRI.
Dalam bentrokan ini, sedikitnya 246 penduduk sipil tewas.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR