Beginilah Kondisi Daulah Umayyah Dengan Berdirinya Daulah Abbasiyah

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Artikel ini akan membahas tentang kondisi Daulah Umayyah dengan berdirinya Daulah Abbasiyah.
Artikel ini akan membahas tentang kondisi Daulah Umayyah dengan berdirinya Daulah Abbasiyah.

Intisari-Online.com -Salah satu fase paling berdarah dalam sejarah umat Islah adalah fase peralihan dari kekhalifahan Daulah Umayyah ke Daulah Abbasiyah.

Dalam fase itu kita mengenal peristiwa Revolusi Abbasiyah yang tujuan utamanya adalah bumi hangus trah Bani Umayyah.

Artikel ini akan membahas tentang kondisi Daulah Umayyah dengan berdirinya Daulah Abbasiyah.

Revolusi Abbasiyah merupakan gerakan militer besar-besaran pada pertengahan abad ke-8 yang melibatkan pasukan Daulah Abbasiyah dan Bani Umayyah.

Dalam revolusi ini, Daulah Abbasiyah berbekal janji akan mendirikan sistem yang lebih ideal bagi umat Islam, daripada Dinasti Umayyah yang dinilai sebagai penindas dan tidak memiliki legitimasi keagamaan.

Melalui Revolusi Abbasiyah, Daulah Abbasiyah berhasil menggulingkan Kekhalifahan Umayyah yang berkuasa antara 661-750 M.

Meletusnya Revolusi Abbasiyah tidak terlepas dari berbagai kompleksitas masalah yang terjadi pada pemerintahan Bani Umayyah.

Menjelang pertengahan abad ke-8, banyak umat yang tidak lagi mendukung Bani Umayyah yang dinilai korup, sekuler, dan memihak sebagian kelompok.

Mereka lantas mendukung Abu Abbas As-Saffah, keturunan paman Nabi Muhammad, yang mendirikan kekhalifahan baru.

Gerakan revolusi yang dipelopori Abu As-Saffah juga mendapatkan dukungan dua kelompok massa, yaitu Syiah dan Khawarij.

Sejak awal berdirinya Dinasti Umayyah (Sunni), kelompok Syiah telah memberontak karena merasa hak mereka terhadap kekuasaan dirampok oleh Muawiyah (pendiri Bani Umayyah) dan keturunannya.

Begitu pula dengan kelompok Khawarij, yang juga merasa bahwa hak politik tidak dapat dimonopoli oleh keturunan tertentu, tetapi hak setiap Muslim.

Kelompok lain yang sangat membenci kekuasaan Dinasti Umayyah adalah Mawalli, yaitu orang-orang Muslim non-Arab.

Mereka yang kebanyakan dari Persia ini merasa tidak diperlakukan setara dengan orang Arab karena diberi beban pajak lebih tinggi.

Kelompok inilah yang mendukung Abu As-Saffah untuk melakukan Revolusi Abbasiyah guna menggulingkan kekuasaan Bani Umayyah.

Terlebih lagi, Bani Abbasiyah menjanjikan ide-ide membangun pemerintahan yang lebih selaras dengan cita-cita Rasulullah.

Yaitu memberi warga non-Arab peran yang lebih setara dalam masyarakat dan memberi keturunan Ali bin Abi Thalib sejumlah peran dalam kepemimpinan.

Penaklukan Khurasan dan Kufah

Revolusi Abbasiyah resmi dimulai pada 9 Juni 747 M, ketika Abu Muslim melakukan pemberontakan terbuka melawan kekuasaan Bani Umayyah di Merv, sekarang termasuk Turkmenistan.

Setelah Merv berhasil dikuasai pada awal 748 M, sebanyak 50.000 pasukan Bani Umayyah di Khurasan juga takluk pada Maret 749 M.

Kekuasaan Umayyah di Khurasan yang berlangsung hampir 90 tahun pun resmi berakhir.

Setelah itu, Khurasan menjadi basis pergerakan Bani Abbasiyah.

Tidak berselang lama, pasukan Abbasiyah dikerahkan menyeberangi Sungai Eufrat dan merebut Kufah.

Gerakan pemberontakan dinilai sukses berkat pasukan yang dipersenjatai dan diorganisasi dengan baik oleh Abu Muslim.

Abu Muslim dapat mempersatukan dan memimpin pasukan yang terdiri atas tentara Arab dan non-Arab karena semua orang diperlakukan setara.

Wilayah di sebelah timur Khurasan yang telah terputus dari pemerintahan pusat selanjutnya menjadi sasaran penaklukan yang mudah.

Setelah itu, wilayah lain juga dikuasai oleh pendukung Bani Abbasiyah, di antaranya Herat, Balkh, Tukharistan, Tirmidh, Samarqand, dan Bukhara.

Abu as-Saffah dinobatkan sebagai khalifah Pada Oktober 749 M, tentara Abbasiyah telah memasuki Kufah, sebuah pusat Muslim di Irak Selatan.

Semakin hari, semakin banyak pula masyarakat yang mendukung Revolusi Abbasiyah karena tujuannya sangat jelas.

Sedangkan Bani Umayyah sebisa mungkin mempertahankan kekuatannya.

Masih di Kufah, Abu as-Saffah resmi dinyatakan sebagai khalifah Bani Abbasiyah pada 28 November 749 M.

Pertempuran Zab

Memasuki tahun 750 M, pasukan gabungan Abbasiyah, Khawarij, Syiah, dan Irak, melancarkan serangan terhadap Bani Umayyah di Sungai Zab, yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Zab.

Dalam pertempuran, banyak pasukan Umayyah yang goyah dan kelelahan akibat kekalahan serangkaian perang sebelumnya.

Pada akhirnya, Abu as-Saffah memenangkan pertempuran dan Marwan II, penguasa yang menjadi khalifah terakhir dari Daulah Bani Umayyah, kabur untuk menyelamatkan diri.

Marwan II melarikan diri melalui Suriah kemudian ke Mesir.

Bersamaan dengan itu, kota-kota yang dikuasai Bani Umayyah mulai mengakui kekuasaan Daulah Abbasiyah.

Peristiwa ini menandai bahwa tidak ada lagi penghalang antara Abbasiyah dan ibu kota Bani Umayyah di Damaskus.

Pada April 750 M, Damaskus resmi jatuh ke tangan Bani Abbasiyah.

Di saat yang sama, semua keluarga Marwan II terus dilacak dan dihukum mati.

Marwan II akhirnya tertangkap di Mesir pada Agustus 750 M.

Revolusi Abbasiyah adalah gerakan politik bumi hangus, sehingga semua keluarga Umayyah dibunuh.

Namun, ada seorang pangeran bernama Abdurrahman, yang selamat dan dapat meloloskan diri ke Afrika Utara.

Sosok inilah yang pada akhirnya menghidupkan kekuasaan Bani Umayyah di Kordoba, Spanyol.

Wafatnya Marwan II secara resmi mengukuhkan Bani Abbasiyah sebagai penguasa kekalifahan.

Begitulah artikel yangmembahas tentang kondisi Daulah Umayyah dengan berdirinya Daulah Abbasiyah, semoga bermanfaat.

Artikel Terkait