Inilah Ilmuwan-ilmuwan Penting Zaman Keemasan Bani Abbasiyah Lengkap Dengan Inspirasinya

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Inilah ilmuwan-ilmuwan penting zaman keemasan Bani Abbasiyah lengkap dengan inspirasinya.
Inilah ilmuwan-ilmuwan penting zaman keemasan Bani Abbasiyah lengkap dengan inspirasinya.

Intisari-Online.com -Ada begitu banyak ilmuwan penting yang muncul di zamaan keemasan Islam.

Di antara mereka yang ada pakar filsafat, ada juga yang jadi mahaguru matematika.

Inilah ilmuwan-ilmuwan penting zaman keemasan Bani Abbasiyah lengkap dengan inspirasinya.

--------------------------------------------------------------------------------------

Trivia

Perhatikan tabel berikut

1. Al-Farabi A. Penemu teori 1 tahun=365 hari

2. Al-Biruni B. Guru kedua bidang filsafat setelah Aristoteles

3. Al-Khawarizmi C. Peletak dasar metode ilmiah modern

4. Al-Battani D. Penemu Aljabar

Pasangan ilmuwan dan inspirasinya yang betul adalah...

----------------------------------------------------------------------------------------------

1. A-Farabi

Al-Farabi dikenal sebagai “guru kedua” dalam bidang filsafat setelah filosof Yunani Aristoteles.

Sosok ini dianggap mampu menyajikan karya-karya filsafat Yunani yang mudah dipahami oleh para ilmuwan lainnya.

Al-Farabi merupakan seorang ilmuwan, filsuf, dan ahli hukum Islam dari Farab, Kazakhstan. Orang-orang Barat mengenalnya sebagai Alpharabius, Al Farabi, Farabi, atau Abu Nasir.

Al-Farabi adalah tokoh dalam bidang filsafat yang sering disebut sebagai "Guru Kedua", mengikuti Aristoteles yang dikenal sebagai "Guru Pertama".

Dia berperan menerjemahkan teks-teks Yunani asli selama Abad Pertengahan.

Risalah dan tafsirnya pun memengaruhi banyak filsuf terkemuka, seperti Avicenna dan Maimonides.

Melalui karya-karyanya, Al-Farabi menjadi terkenal di Barat maupun Timur.

Al-Farabi lahir di Farab, Kazakhstan, pada 872 dari seorang ayah keturunan Persia dan ibu berdarah Turki.

Nama lengkap Al-Farabi adalah Abu Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Farabi.

Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung.

Para ahli sejarah berpendapat bahwa ia kurang menguasai bahasa Yunani, tetapi dapat mengenal karya-karya Plato, Aristoteles, dan Plotinus.

Di dunia ilmu filsafat, Al-Farabi dikenal dengan sebutan Guru Kedua setelah Aristoteles, dikenal sebagai Guru Pertama.

Julukan ini diberikan karena kemampuannya dalam memahami pemikiran Aristoteles.

Al-Farabi diakui sebagai filsuf Islam pertama yang berupaya merelevansikan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam, serta berusaha membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama.

2. Al-Biruni

Peletak dasar metode ilmiah modern yang meliputi meliputi bidang matematika, astronomi, geografi, geologi, kimia, dan sejarah.

Abu Rayhan Al-Biruni adalah salah satu ulama terbaik yang pernah dihasilkan dunia.

Dia memberikan kontribusi besar bagi dunia sains, geografi, astronomi, fisika, dan banyak bidang lainnya.

Karya-karyanya, bersama dengan karya-karya ilmuwan besar lainnya, telah membangun dasar ilmu pengetahuan modern.

Meskipun dia hidup di abad pertengahan, pemikiran dan pengamatannya bertahan hingga saat ini.

Dia merumuskan banyak solusi matematika untuk masalah yang belum terpecahkan.

Salah satunya terkait teori rotasi bumi, melalui penentuan garis lintang dan garis bujur dari banyak daerah setelah melakukan pengamatan yang tajam.

Al-Biruni juga merancang beberapa instrumen untuk membantu menentukan nilai-nilai tertentu seperti jari-jari bumi dan berat jenis logam.

Dia juga memiliki pengetahuan yang luas tentang budaya, adat istiadat, sastra, dan agama dari berbagai tempat di seluruh dunia, karena ia melakukan perjalanan ke berbagai daerah bersama dengan patronnya.

Perjalanan itu membantunya menulis banyak tentang tempat-tempat yang dia kunjungi, terutama India.

Buku-bukunya dapat dianggap sebagai ensiklopedia tentang tempat-tempat, dan menjadi manifestasi dari kualitas pengamatannya, karena buku-buku ini berisi deskripsi kecil tentang topik yang telah ditanganinya.

Ilmuwan muslim ini adalah orang yang memiliki pemikiran jauh di depan zamannya.

Dia merupakan salah satu dari sedikit sarjana yang karyanya dihidupkan kembali oleh sejarawan sains Soviet.

Al-Biruni lahir pada 973, di wilayah Khwarezm di Khorasan, yang sekarang disebut Uzbekistan.

Pada waktu itu, wilayah tersebut diperintah oleh Dinasti Khwarezm-Shah, dan salah satu pangerannya bernama Abu Nasr Mansur bin Irak, adalah pembimbing Al-Biruni.

Selama masa remajanya, Al-Biruni telah memperoleh banyak pengetahuan tentang sains.

Pada akhir abad kesepuluh ia telah menghitung garis lintang kota Kath.

Al-Biruni menulis banyak karya selama abad kesepuluh, tetapi kebanyakan dari mereka telah hilang.

Salah satu, yang masih bertahan hingga saat ini adalah pemikirannya tentang proyeksi peta yang disebut "Kartografi".

Karya tersebut berisi teori proyeksi peta oleh sarjana lain dari mana ia telah memperoleh pengetahuan.

Pada akhir abad kesepuluh, pergolakan politik dimulai di wilayah Islam, dan pelindungnya, Samanid, digulingkan oleh Mahmud Ghazna.

Al-Biruni kemudian dibawa ke istana Mahmud, termasuk banyak ulama lainnya, dan diangkat sebagai peramal istana.

Dia kemudian, melakukan perjalanan ke India bersama dengan Mahmud selama serangan terjadi.

Al-Biruni juga memperoleh beberapa pengetahuan tentang bahasa Sansekerta selama waktu itu dan juga menulis karyanya yang berjudul 'Kitab al-Hind'.

Kontribusinya terhadap sains mencakup temuannya tentang tujuh cara berbeda untuk menentukan arah utara dan selatan.

Dia juga menemukan sistem matematika untuk menentukan awal musim.

Semua pengetahuan ilmiah yang diperolehnya dari bacaan dan pengamatannya, dikumpulkan dalam karyanya 'Al-Qanun al-Mas'udi' (The Mas udic Canon).

Itu termasuk karya astronom dan matematikawan Mesir Ptolemy.

Dalam buku ini ia bahkan melakukan inovasi dalam sistem aljabar untuk memecahkan persamaan tingkat ketiga.

Dia mendedikasikan buku ini untuk Mas ud, putra Mahmud Ghazna.

Karya Al-Biruni yang berjudul 'Kitab Al-Tafhim li-awa il sina at al-tanjim' (Elemen Astrologi), hingga saat ini merupakan topik yang paling luas jangkauannya.

Dia menganggap astrologi sebagai instrumen penting untuk menyampaikan pengetahuan matematika dan astronomi.

Lebih dari separuh bukunya terdiri dari pengajaran astronomi, matematika, geografi, dan kronologi.

Al-Biruni menulis “Tahdid nihayat al-amakin li tashih masafat al-masakin” (Penentuan Koordinat Tempat untuk Koreksi Jarak Antar Kota), yang menjadi karya terkenal terkait geografi matematika.

Buku ilmu matematika ini membahas cara-cara di mana garis bujur dan garis lintang ditentukan.

Dalam buku yang sama, dia juga menemukan arah Mekah dalam kaitannya dengan cakrawala lokal Ghazna, yang kini lebih dari sekadar matematika, tapi juga telah menjadi persyaratan agama.

Al-Biruni berkontribusi dalam bidang geografi dengan merumuskan metode untuk mengetahui jari-jari bumi dengan bantuan ketinggian pegunungan.

Dia melakukan percobaan ini di tempat yang sekarang di Pakistan.

Dia juga menemukan sebuah alat untuk mengetahui berat jenis yang hampir tepat dari beberapa mineral dan logam.

Salah satu karya ensiklopedisnya adalah ‘Tahqiq ma li-l-hind min maqulah maqbulah fi al-aql aw mardhulah’ (Memverifikasi Semua Yang Diceritakan Orang India, Yang Masuk Akal dan Yang Tidak Masuk Akal).

Seperti judulnya, buku itu mencakup semua pengetahuan yang diperoleh Al-Biruni tentang India secara keseluruhan, seperti budaya, sastra, adat istiadat, ritual, agama, dan sainsnya.

Karya ensiklopedi lainnya adalah 'Al-Athar al-baqiyyah an al-qurun al-khaliyyah' (Kronologi Bangsa-Bangsa Kuno).

Dia mendedikasikan buku ini untuk Pangeran Qabus. Buku ini mencakup rincian tentang budaya yang berbeda di seluruh dunia.

3. Al-Khawarizmi

Bukunya yang berjudul Al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa’l-muqabala menjadi dasar pengembangan aljabar dan algoritma dalam matematika.

Bapak al-Jabar, demikian ia sering dijuluki. Ia adalah seorang ahli matematika dari Persia.

Nama aslinya adalah Abu Abdallah Muhammad ibnu Musa al-Khawarizmi.

Dia lahir di Khawarizm, Uzbeikistan, pada tahun 780 M.

Karena itulah ia kerap dipanggil dengan panggilan al-Khawarizmi.

Selain ahli matematika, ia juga seorang ahli astronomi dan geografi.

Berkat kehebatannya, al-Khawarizmi terpilih sebagai ilmuwan penting di Baitul Hikmah yang didirikan Daulah Abbasiyah di Baghdad.

Seperti yang sudah kalian baca sebelumnya Baitul Hikmah merupakan lembaga yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan tinggi.

Dalam kurun dua abad, Baitul Hikmah berhasil melahirkan banyak pemikir dan intelektual Islam.

Salah satunya adalah al-Khawarizmi ini.

Karya monumental al-Khawarizmi berjudul Aljabr wal Muqābalah (Pengutuhan Kembali dan Pembandingan).

Buku ini sangat populer di negara-negara Barat dan diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin dan Italia.

Bahasan yang banyak dinukil oleh ilmuwan Barat dari karangan al-Khawarizmi ini adalah tentang persamaan kuadrat

Sumbangan al-Khwarizmi dalam ilmu ukur sudut juga luar biasa.

Tabel ilmu ukur sudutnya yang berhubungan dengan fungsi sinus dan garis singgung tangen telah membantu para ahli Eropa memahami lebih jauh tentang ilmu ini.

Dia mengembangkan tabel rincian trigonometri yang memuat fungsi sinus, kosinus dan kotangen serta konsep diferensiasi.

4. Al-Battani

Al-Battani dianggap sebagai ilmuwan yang menemukan jumlah hari dalam setahun ada 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.

Al-Battani adalah seorang ahli astronomi dan matematikawan Muslim yang berpengaruh pada abad pertengahan.

Dia memiliki karya yang sangat populer, yaitu Kitab al-Jiz, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dikutip oleh banyak astronom abad pertengahan, termasuk Copernicus.

Selain itu, Al-Battani memiliki penemuan terbesar yang diakui oleh kalangan ilmuwan Eropa dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, yaitu menemukan bahwa dalam setahun ada 365,24 hari.

Atas pencapaiannya itu, ia bahkan disebut-sebut sebagai astronom terbesar Islam pada abad pertengahan.

Al-Battani lahir sekitar tahun 858 di Harran dekat Urfa, Turki.

Orang Eropa mengenalnya sebagai Albategnius.

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Jabir bin Sainan al-Raqqi al-Harrani al-Sabi al-Battani.

Di Raqqah, Al-Battani mulai mempelajari naskah kuno karya Ptolomeus yang semakin membuatnya jatuh cinta pada astronomi.

Saat mempelajari ilmu astronomi, ia menemukan suatu penemuan besar, yaitu aphelium.

Aphelium adalah titik terjauh bumi saat mengelilingi matahari tiap tahunnya.

Al-Battani menemukan bahwa posisi diameter matahari berbeda dengan yang dijelaskan oleh Ptolomeus dalam karyanya.

Temuannya itu juga berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh ahli Yunani kuno sebelumnya.

Al-Battani semakin leluasa memelajari naskah kuno Ptolomeus pada era kejayaan Dinasti Abbasiyah di bawah pimpinan Harun al Rasyid.

Setelah Romawi runtuh di Eropa Barat, Dinasti Abbasiyah memerintahkan membeli buku sebanyak-banyaknya untuk kemudian diterjemahkan.

Pada akhirnya, Al-Battani berkontribusi dalam memperbaiki tatanan tata surya dan mengembangkan teori Ptolomeus menjadi lebih akurat.

Selain itu, pengamatannya juga berhasil memperbaiki pengukuran Ptolomeus tentang kemiringan sumbu.

Melalui serangkaian pengamatannya itu, Al-Battani kemudian menemukan bahwa dalam satu tahun ada 365,24 hari. Pada 918, ia mulai tertarik dengan matematika.

Kontribusi terbesar Al-Battani dalam bidang matematika adalah mengenalkan penggunaan trigonometri.

Penemuannya itu memberikan pengetahuan baru dalam penghitungan matematika yang lebih kompleks dan masih digunakan hingga sekarang.

Itulahilmuwan-ilmuwan penting zaman keemasan Bani Abbasiyah lengkap dengan inspirasinya, semoga bermanfaat.

Artikel Terkait