Intisari-Online.com -Kekhalifahan Bani Abbasiyah benar-benar menjadi Kota Baghdad sebagai pusat perhatian.
Selain sebagai ibu kota kekhalifahan, ketika itu Baghdad adalah pusat ilmu pengetahuan.
Daulah Abbasiyah berhasil mengembangkan kota Baghdad sebagai pusat peradaban dunia. Bagaimana cara mereka melakukannya?
Pada awalnya,pusat pemerintahan Bani Abbasiyah terletak di Kota Anbar.
Di kota ini Abu al-Abbas membangun istana yang bernama Hasyimiyah.
Di istana inilah Abu al-Abbas menjalankan pemerintahan Bani Abbasiyah.
Namun tidak lama setelah istana selesai dibangun, Abu al-Abbas meninggal dunia karena penyakit cacar.
Tampuk kekuasaan kemudian berpindah ke saudaranya yang bernama al-Mansur.
Setelah dikukuhkan menjadi khalifah, al-Mansur memutuskan untuk membangun pusat pemerintahan di Baghdad.
Ketika itu Baghdad hanyalah suatu perkampungan kecil.
Meskipun demikian Baghdad merupakan situs Mesopotamia kuno di era Kerajaan Babilonia beberapa abad sebelum Masehi.
Al-Mansur mulai membangun Baghdad pada tahun 762 M.
Dia mempekerjakan sekitar 100 ribu arsitek, pengrajin, dan buruh yang didatangkan dari berbagai wilayah, seperti Syria (Suriah dan sekitarnya), Mesopotamia (Irak dan sekitarnya), dan daerah-daerah lain.
Pembangunan Kota Baghdad berhasil diselesaikan dalam waktu empat tahun.
Setelah selesai, al-Mansur memberikan nama resmi kepada Kota Baghdad dengan sebutan Madinatussalam (Kota Perdamaian).
Dana yang dihabiskan untuk pembangunan Baghdad sebesar 4.883.000 dirham.
Tata kota Baghdad dirancang dalam bentuk bundar.
Karenanya Baghdad dikenal dengan istilah kota bundar.
Di sekeliling Baghdad dilapisi oleh dua tembok besar yang tingginya 90 kaki (sekitar 27 meter).
Di luar tembok dibangun parit yang berfungsi sebagai saluran air sekaligus benteng pertahanan.
Tepat di tengah kota bundar itu dibangun Istana Emas (al-Qaṣr al-zahabi).
Di samping istana dibangun Masjid Jami’ Al-Mansur seluas 100 x 100 meter dengan kubah menjulang ke atas setinggi 130 kaki (39 meter lebih).
Kawasan pemukiman dibagi menjadi empat kwadran.
Masing-masing ditempati oleh pejabat pemerintahan, para pengawal istana, pemukiman penduduk dan pasar.
Ada empat gerbang yang dibangun untuk menuju pusat kota.
Di sebelah Barat Daya ada gerbang Kufah, di arah Barat Laut terdapat Gerbang Syam, di Tenggara disediakan gerbang Basrah, dan gerbang Khurasan terletak di arah Timur Laut.
Di setiap pintu gerbang terdapat menara pengawas dan tempat beristirahat yang dihiasi ukiran ukiran yang indah.
Seiring dengan perkembangan pemerintahan Daulah Abbasiyah, kota Baghdad pun ikut berkembang.
Pada awalnya pusat kota hanya dibangun dengan diameter 2 mil atau sekitar 3,2 km.
Tak lama kemudian kota ini berkembang melampaui rencana aslinya.
Ada perluasan mencakup pinggiran kota seluas 5 mil persegi atau sekitar 8 km persegi yang tumbuh di tepian kota.
Di kawasan ini terdapat taman besar dan tempat hiburan, kantong etnis, serta kawasan Kristen yang dihiasi dengan gereja dan tempat suci.
Sementara itu, di tepi timur sungai Tigris, dibangun istana al-Rusafah untuk putra al-Mansur, yaitu putra mahkota Muhammad al-Mahdi.
Di sekitar istana pun segera tumbuh kawasan baru yang dikenal dengan nama al-Khuld (Rumah Surga).
Kawasan ini dibatasi oleh taman-taman luas yang terletak di sepanjang tepi barat.
Belakangan, juga tumbuh atraksi kota seperti pacuan kuda dan polo (permainan Persia).
Di sekitar kota, dibangun pohon perak yang kokoh dengan burung-burung mekanis yang bernyanyi.
Selain itu dibangun pula Kebun Binatang Buas, dengan taman berpagar untuk singa, gajah, burung merak, macan tutul, dan jerapah.
Baghdad benar-benar tumbuh menjadi kota metropolitan.
Tak ada satu pun kota di dunia pada saat itu yang mampu menandingi Baghdad.
Baghdad pun berkembang menjadi magnet sekaligus pusat peradaban dunia.
Semua orang dari berbagai kawasan dan etnis, mulai dari China, India, Persia, sampai Eropa, saling berinteraksi di kota Baghdad.
Mereka memiliki kepentingan yang beragam, mulai dari berdagang, mencari pekerjaan, sampai berburu ilmu pengetahuan.
Sebagai kota metropolitan tempat berkumpulnya masyarakat internasional, banyak seni yang berkembang di Baghdad.
Sayangnya tidak banyak artefak seni yang dapat ditemukan.
Sebagian besar rusak karena perang saudara antar al-Amin dengan al-Makmun.
Sebagian lainnya dihancurkan oleh tentara Mongol yang menyerbu dan menguasai Baghdad pada tahun 1258 M.
Ada beberapa bidang seni yang berkembang di Baghdad dan berhasil diabadikan dalam catatan-catatan tertulis para sejarawan.
1) Seni Arsitektur
Peninggalan seni arsitektur banyak ditemukan dari cerita kemegahan kota Baghdad.
Desain kota Baghdad sebagai kota bundar itu sendiri menunjukkan bahwa kota ini dirancang dengan desain yang rapi dan terencana.
Beberapa bangunan istana di dalam dan di luar kota Baghdad juga menunjukkan bahwa Baghdad memang dibangun dengan sentuhan seni arsitektur yang sangat indah.
2) Seni Patung dan Lukis
Seni patung dan lukis juga berkembang di masa keemasan Bani Abbasiyah.
Beberapa di antaranya terlihat dari patung penunggang kuda di atas kubah istana Khalifah al Mansur.
Khalifah al-Amin juga memiliki perahu kesenangan di sungai Tigris dengan bentuk seperti singa, elang dan lumba-lumba.
Dinding istana Khalifah al-Muktasim juga dikabarkan penuh dengan lukisan yang indah.
Demikian pula ketika al-Mutawakkil menjadi Khalifah yang mengembangkan seni mural di dinding istana.
Seni patung dan lukis banyak dipengaruhi oleh kultur dan budaya Kristen.
Seniman-seniman yang terlibat dalam proyek seni patung dan lukis pun kebanyakan beragama Kristen.
Karena seniman Islam meyakini bahwa mereka tidak diperbolehkan membuat gambar dari makhluk yang bernyawa.
Meskipun demikian, para penguasa tetap mengapresiasi dan memberikan saluran bagi para seniman untuk mengekspresikan seni patung dan lukis.
3) Seni Industri
Seni industri yang berkembang pada masa itu di antaranya permadani dan keramik.
Permadani Baghdad terkenal sangat indah, bahkan sampai sekarang.
Salah satu produk yang disukai pada saat itu adalah permadani dengan gambar pemandangan berburu dan taman.
Industri permadani ini menunjukkan berkembangnya industri terkait, seperti kain tenun, pewarna, dan tekstil.
Demikian pula dengan industri keramik, termasuk piring, cangkir, vas, guci, dan lampu hias yang banyak digunakan di rumah-rumah maupun masjid.
Seni permadani dan keramik banyak dipengaruhi oleh budaya Persia.
4) Seni Kaligrafi
Seni Kaligrafi mulai berkembang sejak abad ke-2 dan ke-3 Hijriyah.
Seni kaligrafi murni berkembang dari tradisi Islam, yakni bersumber dari ayat-ayat al-Qur’an.
Sejak kemunculannya, seni kaligrafi menjadi sangat diminati.
Kemunculan seni kaligrafi pun menyebabkan pamor seni patung dan lukis menurun.
Melalui seni kaligrafi, umat Islam mencari saluran bagi sifat jiwa seninya.
Para seniman muslim meyakini bahwa mereka tidak boleh mengekspresikan jiwa seninya melalui representasi benda-benda yang bernyawa.
Karenanya seni kaligrafi pun berkembang sangat pesat.
Kaligrafer memegang posisi martabat dan kehormatan di mata para penguasa.
Para penguasa meyakini bahwa dengan seni kaligrafi itu mereka akan mendapatkan pahala agama dengan menyalin al-Qur’an.
5) Seni Musik
Seni musik juga berkembang pada masa Daulah Abbasiyah.
Khalifah Harun al-Rasyid selain menggaji para penerjemah juga menggaji para musisi untuk bermain musik di istananya.
Philip K. Hitti mencatat bahwa Khalifah Harun al-Rasyid pernah menyelenggarakan suatu festival di Baghdad yang dimeriahkan oleh dua ribu penyanyi.
Khalifah al-Amin yang pernah menyelenggarakan festival yang sama.
Khalifah al-Makmun pun dikabarkan suka mendengarkan musik di istana.
Alat musik yang sering digunakan adalah kecapi dan biola.
Sementara lagu dinyanyikan oleh seorang penyanyi perempuan di balik tirai.
Di Baghdad juga berdiri Baitul Hikmah (Home of Wisdom), yang menjadi salah satu catatan sejarah fenomenal pada masa keemasan Bani Abbasiyah.
Awalnya Baitul Hikmah didirikan oleh Khalifah Harus al-Rasyid pada awal masa pemerintahannya.
Saat itu Baitul Hikmah difungsikan sebagai perpustakaan pribadi.
Tapi pada masa Khalifah al-Makmun, Baitul Hikmah diformalkan menjadi lembaga pendidikan tinggi Islam.
Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan tinggi pertama Islam.
Selain sebagai lembaga pendidikan tinggi, Baitul Hikmah juga berfungsi sebagai biro penerjemahan dan perpustakaan.
Al-Makmun juga mengembangkan Baitul Hikmah menjadi observatorium sebagai tempat pengajaran astronomi dan rumah sakit sebagai pusat studi kedokteran.
Itulah beberapa fakta sejarah tentang Kota Baghdad Ibu Kota Daulah Bani Abbasiyah, semoga bermanfaat.
Begitulah,Daulah Abbasiyah berhasil mengembangkan kota Baghdad sebagai pusat peradaban dunia. Bagaimana cara mereka melakukannya, sudah terjawab di artikel di atas.