Intisari-Online.com -Senioritas dan kekerasan di lembaga pendidikan kembali memakan korban.
Seorang santri di Kediri, persisnya di Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah, Mojo, Kediri, Jawa Timur, tewas setelah dianiaya empat seniornya.
Korban bernama Bintang Balqis Maulana, 14 tahun.
Empat senior yang diduga menghabisi nyawa Bintang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Bagaimana sebenarnya akar kekerasan di lembaga pendidikan?
Menurut Tuti Budirahayu dalam artikelnya "Menilik Akar Penyebab Kekerasan Di Sekolah" yang tayang di News.unair.ac.id (2019), setidaknya ada tiga penyebab kekerasan di lembaga pendidikan.
Yaitu:
1. Pola interaksi antara guru dan siswa yang tak akrab
2. Pola interaksi antara senior dan junior yang tak akrab
3. Iklim akademik yang tak mendukung suasana belajar
"Dunia pendidikan di Indonesia tak pernah sepi dari berbagai pemberitaan tentang kasus kekerasan di kalangan pelajar," begitu tulis Tuti.
Untuk mendukung tesisnya itu, Tuti melakukan penelitian di delapan sekolah di empat kota di Jawa Timur.
Keempat kota itu adalah Surabaya, Malang, Pasuruan, dan Bangkalan.
Penlitian ini melibatkan 50 siswa di tiap-tiap sekolah menengah atas (SMA dan SMK), jadi total ada 400 siswa yang dilibatkan dalam penelitian tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukan Tuti menunjukkan,hampir sebagian besar siswa pernah mengalami kekerasan.
Baik di sekitar sekolah maupun di luar sekolah.
Tapi kekerasan yang lebih banyak terjadi di dalam sekolah.
Pelaku dan korban kekerasan pada umumnya adalah sesama siswa di sekolah.
Tapi di setiap jenjang pendidikan yang dilalui siswa, pelaku kekerasan berbeda-beda.
Di jenjang SD dan SMA pelaku kekerasan terbanyak adalah sesama siswa, sedangkan di jenjang SMP, pelaku kekerasan terbanyak adalah guru di sekolah.
Jenis kekerasan yang pernah dialami siswa di sekolah adalah kekerasan verbal, kekerasan fisik, kekerasan tidak langsung, dan kekeraskan represif.
Adapun indeks persepsi kekerasan berdasarkan tiga urutan skor tertinggi menurut para siswa adalah kekerasan fisik, kekerasan tak langsung dan kekerasan verbal.
Penelitian juga menyimpulkan,iklim akademik yang kondusif di sekolah dapat menurunkan angka terjadinya kekerasan yang dialami siswa.
Hal itu karena siswa dapat menikmati kegiatan belajar-mengajar yang nyaman dan menyenangkan di sekolah.
Bentuk-bentuk iklim akademik tersebut meliputi ragamnya kegiatan yang menunjang kebutuhan belajar siswa, kegiatan intra/ekstra kurikuler di sekolah, ketersediaan sarana-prasarana yang memadai di sekolah, perhatian yang adil/seimbang dari para guru terhadap sisiwanya.
Seperti disebut di awal, hasil penelitian Tuti menyimpulkan,variabel yang menjadi pencetus dari berbagai bentuk kekerasan yang dialami siswa di sekolah setidaknya ada tiga.
Antara lain pola interaksi antara guru dan siswa serta antara siswa senior dan junior yang tidak akrab dan iklim akademik yang tidak mendukung suasanan belajar yang nyaman dan menyenangkan di sekolah.
Bagaimana menghilangkan kekerasan di sekolah?
Terkait kekerasan di sekolah, pemerintah telah meluncurkanPermendikbud Ristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).
Adapun Permendikbud PPKSP ini sebagai Merdeka Belajar Episode ke-25.
Disahkannya Permendikbud ini juga sebagai payung hukum untuk seluruh warga sekolah atau satuan pendidikan.
Hal itu diungkapkan oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim saat meluncurkan Permendikbud PPKSP di Jakarta yang disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Kemdikbud RI, Selasa (8/8/2023).
Tujuan dari Permendikbud PPKSP tersebut untuk memperkuat tindak pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan dengan memperluas lingkup sasaran ke peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga satuan pendidikan.
Setidaknya ada tiga langkah untuk pencegahan kekerasan di sekolah menurut Mendikbyud:
1. Penguatan tata kelola
Satuan pendidikan:
- Membuat tata tertib dan program
- Menerapkan pembelajaran tanpa kekerasan
- Membentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK)
- Melibatkan warga sekolah (orang tua/wali dll)
Pemerintah daerah:
- Menyusun dan menetapkan peraturan kepala daerah tentang PPKSP
- Mengalokasikan anggaran
- Memfasilitasi dan membina satuan pendidikan
- Membentuk Satuan Tugas
- Melibatkan masyarakat
2. Edukasi
Satuan pendidikan:
- Sosialisasi dan kampanye di satuan pendidikan
- Melaksanakan pendidikan penguatan karakter
Pemerintah daerah:
- Sosialisasi kebijakan dan program pencegahan kekerasan
- Melatih TPPK dan Satuan Tugas
3. Penyediaan sarana dan prasarana
Satuan pendidikan:
- Memastikan tersedianya sarana dan prasarana yang aman dan ramah disabilitas
- Menyediakan kanal aduan
Pemerintah daerah:
- Menyediakan sarana prasarana yang aman dan ramah disabilitas
- Menyediakan kanal aduan
Itulah beberapa yang menjadiakar kekerasan di lembaga pendidikan berikut anjuran pemerintah untuk mencegah keberadaannya, semoga bermanfaat.