Intisari-online.com - Pada tahun 1963, Indonesia dan Malaysia terlibat dalam sebuah konflik bersenjata yang tidak pernah secara resmi dideklarasikan sebagai perang.
Konflik ini disebut sebagai "Ganyang Malaysia" oleh Presiden Soekarno, yang menentang pembentukan Federasi Malaysia oleh Inggris.
Indonesia menganggap Federasi Malaysia sebagai bentuk neokolonialisme Inggris yang mengancam revolusi Indonesia.
Federasi Malaysia terdiri dari Malaya, Singapura, Sabah, dan Sarawak. Keempat wilayah ini sebelumnya berada di bawah kekuasaan Inggris.
Pada tahun 1961, Perdana Menteri Malaya, Tunku Abdul Rahman, mengusulkan pembentukan Federasi Malaysia sebagai cara untuk mengakhiri penjajahan Inggris dan meningkatkan kerjasama antara negara-negara di Asia Tenggara.
Namun, usulan ini ditentang oleh Indonesia dan Filipina, yang memiliki klaim terhadap sebagian wilayah yang akan masuk ke dalam Federasi Malaysia.
Indonesia mengklaim Kalimantan Utara (Sabah), sementara Filipina mengklaim Sabah melalui hubungan sejarah dengan Kesultanan Sulu.
Selain itu, Indonesia dan Filipina juga mendukung gerakan pemberontakan di Brunei, Sarawak, dan Sabah yang menolak bergabung dengan Federasi Malaysia.
Indonesia, yang saat itu dipimpin oleh Soekarno, mengadopsi politik anti-imperialisme dan anti-kolonialisme.
Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia.
Pada saat itu, Soekarno menganggap Federasi Malaysia sebagai proyek Inggris untuk mempertahankan pengaruhnya di Asia Tenggara.
Baca Juga: Soekarno vs Malaysia, Kisah di Balik Pengunduran Diri Indonesia dari PBB 56 Tahun Lalu
Soekarno juga merasa terancam oleh keberadaan Federasi Malaysia yang berbatasan langsung dengan Indonesia.
Soekarno ingin menjadikan Indonesia sebagai pemimpin di kawasan ini.
Pada tanggal 11 Februari 1963, Soekarno secara resmi mengumumkan politik konfrontasi terhadap Federasi Malaysia.
Ia menyatakan bahwa Indonesia akan "mengganjang habis-habisan" Federasi Malaysia.
Kemudian juga memerintahkan angkatan bersenjata Indonesia untuk melakukan infiltrasi dan sabotase di wilayah Federasi Malaysia, terutama di Kalimantan Utara.
Kronologi dan Dampak Konflik
Konflik antara Indonesia dan Malaysia berlangsung selama tiga tahun, dari tahun 1963 hingga 1966.
Konflik ini melibatkan operasi militer, gerilya, dan diplomasi.
Konflik ini juga melibatkan negara-negara lain, seperti Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat, yang mendukung Federasi Malaysia.
Beberapa peristiwa penting dalam konflik ini adalah:
- Pada tanggal 8 Desember 1962, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU), yang didukung oleh Indonesia, melakukan pemberontakan di Brunei.
Mereka memproklamasikan kemerdekaan Kalimantan Utara yang terdiri dari Brunei, Sabah, dan Sarawak. Namun, pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh pasukan Inggris dan Malaysia.
Baca Juga: Kemarahan Soekarno Pernah Membuat Indonesia Hampir Menjadi Pemicu Perang Dunia III
- Pada tanggal 16 September 1963, Federasi Malaysia secara resmi dibentuk. Indonesia menolak mengakui keberadaan Federasi Malaysia dan meningkatkan aksi-aksi konfrontasi.
Indonesia juga mengundurkan diri dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai bentuk protes.
- Pada tanggal 17 Agustus 1964, Indonesia melancarkan Operasi Dwikora, yang merupakan serangan besar-besaran terhadap wilayah Federasi Malaysia.
Indonesia mengerahkan pasukan darat, laut, dan udara untuk menyerang target-target militer dan sipil di Kalimantan Utara, Sarawak, dan Semenanjung Malaya.
Serangan ini berhasil digagalkan oleh pasukan Federasi Malaysia dan sekutunya.
- Pada tanggal 2 Oktober 1965, terjadi peristiwa G30S, yaitu percobaan kudeta oleh sekelompok perwira militer yang diduga berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kudeta ini gagal, tetapi mengakibatkan pembunuhan enam jenderal dan krisis politik di Indonesia.
Soekarno kehilangan kekuasaan dan digantikan oleh Soeharto, yang kemudian menjadi presiden Indonesia.
- Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia dan Malaysia menandatangani Perjanjian Bangkok, yang mengakhiri konflik antara kedua negara.
Perjanjian ini disaksikan oleh Thailand sebagai mediator. Indonesia dan Malaysia sepakat untuk menghentikan permusuhan, menarik pasukan, dan menormalkan hubungan diplomatik.
Indonesia juga mengakui keberadaan Federasi Malaysia.
Konflik antara Indonesia dan Malaysia memiliki dampak yang signifikan bagi kedua negara dan kawasan Asia Tenggara.
Konflik ini menimbulkan korban jiwa, kerusakan, dan ketegangan. Konflik ini juga mempengaruhi dinamika politik, ekonomi, dan sosial di kedua negara.
Konflik ini juga memicu perubahan rezim di Indonesia, yang berdampak pada masa Orde Baru.
Konflik antara Indonesia dan Malaysia merupakan salah satu babak penting dalam sejarah Asia Tenggara.
Konflik ini menunjukkan betapa kompleksnya hubungan antara negara-negara di kawasan ini, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal.
Konflik ini juga menunjukkan betapa pentingnya perdamaian dan kerjasama antara negara-negara di kawasan ini, yang memiliki kesamaan dan kepentingan bersama.