Haruskah Perempuan Memperoleh Perlindungan Khusus Dari Pemerintah?

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan Haruskah Perempuan Memperoleh Perlindungan Khusus Dari Pemerintah?
Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan Haruskah Perempuan Memperoleh Perlindungan Khusus Dari Pemerintah?

Intisari-Online.com -Terkait isu-isu perempuan, sering muncul pertanyaan seperti ini:

"Haruskah Perempuan Memperoleh Perlindungan Khusus Dari Pemerintah?"

Sebelum menjawab itu, sebaliknya kita harus tahu beberapa penjelasan berikut ini.

Perempuan dan anak merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban dalam konflik, baik secara fisik maupun mental.

Terkait isu perempuan, berbagai persoalan ketimpangan gender di Indonesia tidak semata-mata terjadi karena pembangunan yang belum sepenuhnya mempertimbangkan masalah gender.

Terdapat pula tantangan pembangunan yang masih dihadapkan pada praktik budaya, belum berpihak pada kesetaraan gender.

Masih banyak pandangan bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi.

Mitos pendidikan menyebabkan perempuan menjadi perawan tua, pendidikan tentang seksualitas yang dianggap tabu, dan kondisi ekonomi menyebabkan sebagian anak perempuan terpaksa menikah di usia sekolah.

Kesehatan reproduksi perempuan juga masih bergantung pada proses pengambilan keputusan pihak lain.

Akibatnya, akses pada layanan kesehatan yang ada menjadi tidak bermakna.

Sementara itu, tanggung jawab kesehatan keluarga secara budaya masih dibebankan sepenuhnya kepada perempuan.

Adapun di bidang ekonomi, partisipasi kerja perempuan masih menghadapi dilema tanggung jawab dalam ranah domestik (keluarga) dan pengembangan potensi diri di ruang publik (pasar kerja).

Baca Juga: Analisislah Kondisi Sinkronik Zaman Kolonial Belanda Terhadap Perempuan!

Selain itu, kontruksi budaya masih menempatkan perempuan tidak bisa leluasa seperti laki-laki.

Data BPS menunjukkan status pekerjaan utama antara perempuan dan laki-laki masih terjebak dengan cara pandang pada stereotip peran gender.

Jenis pekerjaan berbasis pengasuhan dan perawatan masih didominasi oleh perempuan, sedangkan jenis pekerjaan yang dinilai maskulin menjadi ranah mayoritas laki-laki (KementerianPPPA, 2020).

Data ini menunjukkan tantangan pembangunan manusia di Indonesia masih dipengaruhi oleh konstruksi budaya yang belum responsif gender.

Kondisi itulah yang kemudian membuat laki-laki seolah lebih "istimewa" dibanding perempuan.

Relasi kuasa yang tidak berimbang itulah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan laki-laki terhadap perempuan.

Kembali ke pertanyaan awal, haruskah perempuan memperoleh perlindungan khusus dari pemerintah?

Jawabannya perlu dan itu sudah diatur oleh Undang-undang.

Di antara Peraturan Perundang-undangan yang mengandung muatan perlindungan hak asasi perempuan adalah:

- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT

- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

- Undang-undang Politik (UU No. 2 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008)

- Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender (PUG)

- Kerpres No. 181 Tahun 1998 tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan yang diubah dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2005.

Baca Juga: Mencegah Pelecehan Seksual Bisa Membuat Kantor Berhemat hingga Miliaran Rupiah

Selain itu, untuk menghilangkan kekerasan terhadap perempuan, adalah denganmengedepankan cara pandang yang berbasis kesetaraan gender.

Ini penting penting terutama untuk embangunan manusia karena berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia pada masa mendatang.

Mengarusutamakan pembangunan manusia berbasis gender tidak dapat dihindari jika kemajuan bangsa dan keadilan sosial menjadi visi bangsa.

Peningkatan sumber daya manusia berbasis gender juga diperlukan agar cara pandang dan perspektif seluruh elemen bangsa tidak lagi melihat perempuan sebagai sumber masalah dan objek pembangunan.

Perempuan tidak boleh lagi diposisikan secara subordinat dan marginal dalam sistem pembangunan.

Cara pandang yang merendahkan perempuan ini dapat melanggengkan praktik-praktik ketidakadilan dan diskriminasi berbasis gender.

Baik baik dalam bentuk pembatasan, pengurangan, maupun penghilangan hak-hak dasar perempuan sebagai warga negara.

Kerentanan perempuan menjadi korban kekerasan dalam berbagai bentuknya semakin berisiko.

Jika tidak diintervensi, terutama oleh negara, situasi ini menjadi hambatan nyata dalam pembangunan manusia di Indonesia.

Kesetaraan gender pada prinsipnya menginginkan, baik laki-laki maupun perempuan bisa memperoleh haknya dan bekerja sama dengan baik dalam berbagai aspek kehidupan.

Sebagai warga negara, semua orang tentu memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum.

Baik laki-laki maupun perempuan; kalangan ekonomi atas maupun bawah; elite atau sipil;tanpa memandang suku agama, dan ras tertentu.

Baca Juga: Apa Penyebab Seseorang yang Menjumpai Peristiwa Kekerasan Seksual Memilih Diam atau Pasif?

Artikel Terkait