Intisari-Online.com -Sudah 111 usia Muhammadiyah, dan selama itu organisasi yang didirikan di Yogyakarta itu tak pernah terlibat dalam politik praktis.
Kita pun bertanya-tanya, apa yang membuat Muhammadiyah tidak mau masuk politik praktis?
Terkait pertanyaan tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammad Haedar Nashir punya jawabannya.
Dia menegaskan, Muhammadiyah tidak akan terjun pada politik praktis.
Menurutnya, politik Muhammadiyah adalah politik kebangsaan atau politik kenegaraan dan tidak berkiprah pada politik kekuasaan.
"Ijtihad Muhammadiyah, ya tidak berpolitik praktis," katanya dalam keterangan tertulis, seperti dilansir Kompas.com.
Haedar mengatakan, sikap Muhammadiyah tersebut sudah dituangkan dalam Khittah Denpasar 2002 silam.
Dalam Khittah yang sudah berusia 21 tahun itu ditegaskan bahwa Muhammadiyah sejak awal menetapkan jalan non-politik praktis.
"Karenanya para anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah merujuklah pada pemikiran resmi resmi organisasi seperti Khittah dan kepribadian dalam membawa arah Muhammadiyah, bukan berdasarkan pandangan dan selera pribadi-pribadi," ujar Haedar.
Haedar mengatakan, dengan Khittah tersebut bukan berarti Muhammadiyah anti terhadap politik praktis.
Menurutnya, Muhammadiyah dalam posisi mendorong para anggota dan kader untuk aktif ke partai politik selain di lembaga pemerintahan dan lembaga strategis lainnya.
Termasuk, menjalin komunikasi politik dengan partai politik yang berkontestasi dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Tapi dia mengungkapkan, dalam Khittah Denpasar 2002 ditegaskan bahwa Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun.
Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan pollitik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
"Ikutilah ketentuan-ketentuan organisasi tersebut agar Muhammadiyah tidak terbawa arus situasi," kata Haedar.
Mengacu pada publikasi situs Muhammadiyah.or.id, Khittah Denpasar 2002 adalah kelanjutan dari Khittah 1971.
Yang isinya adalah sembilan garis besar sebagai berikut:
Pertama, Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur al-dunyawiyyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama.
Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan pilitik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedua, Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Baik melalui perjuangan politik maupun memalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun dimana nilai-nilai Illahiyah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegakknya nilai-nilai kebersamaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, keadaban untuk terwujudnya “Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”.
Ketiga, Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis.
Keempat, Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis dan berorientasi pada kekuasaan untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara.
Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya NKRI yang diproklamasikan tahun 1945.
Kelima, Muhammadiyah senantiasa memainkan peran politiknya sebagai wujud dari dakwah amar makruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa.
Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban.
Keenam, Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun.
Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan pollitik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar makruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
Ketujuh, Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai dengan hati nurani masing-masing.
Penggunaan hak pilih tersebut harus sesuai dengan tanggung jawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
Kedelapan, Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab, akhlak mulia, keteladanan, dan perdamaian.
Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan dakwah amar makruf nahi munkar.
Kesembilan, Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudaratan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban.
Itulah alasan yang membuat Muhammadiyah tidak mau masuk politik praktis.