Mengapa Krisis Keuangan yang Berawal di Thailand dapat Berpengaruh Terhadap Indonesia?

Ade S

Editor

Direktur Pelaksana IMF Michel Camdessus menyaksikan Presiden Soeharto menandatangani nota kesepakatan bantuan Dana Moneter Internasional di Jalan Cendana. Artikel ini menjelaskan mengapa krisis keuangan yang berawal di Thailand dapat berpengaruh terhadap Indonesia pada tahun 1997-1998. Baca selengkapnya di sini.
Direktur Pelaksana IMF Michel Camdessus menyaksikan Presiden Soeharto menandatangani nota kesepakatan bantuan Dana Moneter Internasional di Jalan Cendana. Artikel ini menjelaskan mengapa krisis keuangan yang berawal di Thailand dapat berpengaruh terhadap Indonesia pada tahun 1997-1998. Baca selengkapnya di sini.

Intisari-Online.com -Hook: Pada tahun 1997, dunia dikejutkan oleh krisis finansial yang melanda Asia Timur.

Dampaknya tidak hanya terbatas pada Thailand saja, tapi juga menyeret negara-negara tetangganya, termasuk Indonesia.

Lalu, mengapa krisis keuangan yang berawal di Thailand dapat berpengaruh terhadap Indonesia?

Artikel ini akan membahasnya secara lengkap.

Krisis Finansial Asia 1997-1998

Melansir Kompas.com,CP Aliber menulis buku Manias, Panics and Chrashes: A History of Financial Crises (2005) yang menjelaskan bahwa krisis Asia Timur meluas ke sebagian besar negara di dunia.

Krisis ini berawal pada 2 Juli 1997 ketika Thailand menyatakan tidak mampu membayar hutang luar negerinya.

Macan Asia Timur (Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Korea Selatan) yang memiliki ciri khas bersama melakukan pinjaman besar-besaran dalam mata uang asing, spekulasi di bidang real estate dan penyesuaian mata uang dengan dollar AS.

Hal ini menyebabkan mata uang Macan Asia Timur menjadi terlalu tinggi nilainya, sejalan dengan kenaikan harga domestik mereka.

Lama-kelamaan, Thailand kehilangan 24 miliar dollar AS dari cadangan devisa mereka ketika berusaha mempertahankan baht (mata uang Thailand) dan akhirnya baht melemah.

Baca Juga: Mengapa para Mahasiswa Melakukan Aksi pada 15 Januari 1974?

Indonesia pun mengikuti langkah Thailand dengan melepas rupiah agar mengambang bebas sesuai dengan tekanan pasar.

Krisis ini juga merembet ke Rusia dan Brazil yang dipicu oleh faktor psikologis dari pasar finansial.

Kedua negara itu juga memiliki hutang yang tinggi dan mata uang yang terlalu mahal.

Selain itu, Rusia juga memiliki pemerintah yang korup.

Hal ini mengakibatkan investasi yang tidak efisien, dengan korupsi yang merajalela sehingga banyak uang yang keluar tanpa manfaat.

Pasar saham anjlok pada 11 Agustus 1998, disusul dengan pelemahan nilai mata uang Ruble (mata uang Rusia) enam hari kemudian.

Sementara itu, masalah Brazil disebabkan oleh deregulasi, defisit fiskal yang besar, penghentian sementara masuknya modal, dan kerugian pasar ekspor di Asia.

Terutama bahan mentah kayu untuk kertas mengalami penurunan yang tajam.

Depresiasi kedua dan mengambangnya sektor riil pada awal tahun 1999 menyebabkan kenaikan harga saham dan penguatan sektor riil.

Dampak Lainnya

Krisis moneter tidak hanya mempengaruhi ekonomi negara, tetapi juga politiknya.

Baca Juga: Dua Alasan Mengapa Mahasiswa Saat 1966 Bergerak Memprotes Pemerintah

Di Indonesia, Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun harus turun tahta.

Perdana Menteri Jenderal Thailand, Yongchaiyudh, juga mengalami nasib serupa dan mengajukan pengunduran diri karena krisis moneter.

Krisis moneter 1997 yang melanda Asia juga menimbulkan rasa antipati terhadap Barat, khususnya George Soros, yang dikenal sebagai investor dan spekulan handal keturunan Hungaria-Amerika, yang disalahkan sebagai penyebab krisis.

Krisis moneter 1997 tidak hanya merugikan negara-negara Asia.

Sebab, investor asing menjadi takut untuk berinvestasi atau memberi pinjaman ke negara-negara berkembang di seluruh dunia.

Selain itu, harga minyak dunia juga anjlok, yang membuat beberapa perusahaan minyak harus melakukan merger atau penggabungan perusahaan.

Demikian penjelasan mengapa krisis keuangan yang berawal di Thailand dapat berpengaruh terhadap Indonesia.

Krisis ini mengajarkan kita bahwa pentingnya menjaga stabilitas makroekonomi, mengelola hutang dengan bijak, dan mencegah korupsi.

Dengan demikian, kita dapat menghindari krisis serupa di masa depan.

Baca Juga: Bagaimana Akhir Masa dari Pemerintahan Orde Baru Pimpinan Soeharto?

Artikel Terkait