Intisari-Online.com -Pada 7 Januari 1966, Soe Hok Gie menulis tentang keresahan rekan-rekan sesama mahasiswa pada masa itu.
Memang apa saja keresahan mahasiswa yang 3 hari kemudian, 10 Januari 1966, mewujud menjadi Tritura?
Berikut iniIntisariakan mencoba menyebutkandua alasan mengapa mahasiswa saat 1966 bergerak memprotes pemerintah.
Dua alasan tersebut merujuk pada tulisan Soe Hok Gie yang tercantum dalambuku yang berjudul Catatan Seorang Demonstran halaman 159 berikut ini:
Hari itu Jumat tanggal 7 Januari 1966.
Aku tiba di Fakultas Sastra kira-kira jam 11.30 dengan mengendarai jip dari Drs. Nugroho Notosusanto.
Ketika aku tiba di ruang Senat, terlihat suasana resah. Beberapa kelompok mahasiswa sedang asyik berbicara secara serius – tetapi panas – tentang kenaikan harga bus Rp200 menjadi Rp1.000.
Suasana seperti ini sudah lama kuduga, jadi tidaklah terlalu mengejutkan bagiku.
Beberapa hari yang lalu Ismid datang ke rumahku dan ceritera tentang kegelisahan yang terjadi dalam dunia mahasiswa, khususnya pembicaraan terakhir tentang situasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia).
Menurut Ismid, mahasiswa-mahasiswa sekarang sudah tidak tahan lagi untuk hidup karena harga-harga yang melambung setinggi langit.
Dan mereka menafsirkan bahwa politik kenaikan harga dari Pemerintah sekarang adalah usaha dari sementara Menteri untuk mengalihkan perhatian rakyat dari fokus penggayangan Gestapu/PKI menjadi soal-soal kenaikan harga.
Baca Juga: Bagaimana Akhir Masa dari Pemerintahan Orde Baru Pimpinan Soeharto?
Dua Alasan Mahasiswa 1966 Memprotes Pemerintah
Berdasarkan catatan Soe Hok Gie di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua kegelisahan mahasiswa pada saat itu, yaitu:
* Kenaikan harga-harga pada tahun 1965 membuat mahasiswa merasa tertekan.
Harga yang melambung tinggi menyebabkan rakyat mengalami kesulitan hidup dan kemiskinan.
Mahasiswa mendesak pemerintah untuk menurunkan harga barang atau memperbaiki ekonomi.
* Situasi politik yang tidak stabil usai terjadinya peristiwa G30S/PKI pada 30 September 1965.
Di sisi lain, mahasiswa juga menilai pemerintah tidak benar-benar berusaha mengungkap peristiwa berdarah tersebut.
Malah seakan-akan menutupinya dengan cara membiarkan harga-harga melambung tinggai hingga fokus masyarakat terpecah.
Keresahan yang Menjelma Jadi Tritura
Tepat tiga hari setelah Soe Hok Gie menuangkan keresahannya dalam catatan pribadinya, terjadilahperistiwa sejarah Bangsa yang berlangsung pada 10 Januari 1966 lalu.
Pada hari itu, Indonesia mengalami demonstrasi massal yang dipimpin oleh mahasiswa dan aktivis. Inilah sejarah Hari Tritura yang dirayakan setiap 10 Januari.
Baca Juga: Bagaimana Dampak Pemerintahan Orde Baru dan Relevansinya Bagi Masa Kini?
Menurut Kompas.com, (5/5/2023), sejarah Hari Tritura dimulai ketika kondisi politik Indonesia mengalami krisis pada 1960-an.
Indonesia kehilangan dukungan dari negara-negara asing, baik dalam hal politik maupun ekonomi, karena sikapnya yang menentang neo-kolonialisme dan neo-imperialisme.
Akibatnya, inflasi meningkat hingga 600 persen. Keadaan semakin memburuk ketika terjadi Gerakan 30 September (G30S) pada 1965.
Saat itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) yang akrab dengan Sukarno dituding sebagai dalang di balik pembunuhan tujuh jenderal TNI.
Sejak itu, politik Indonesia semakin kacau. Rakyat semakin anti-PKI dan anti-Sukarno.
Pada tahun 1966, sekelompok aktivis dan mahasiswa memutuskan untuk melakukan aksi protes besar-besaran. Mereka mengecam sikap Sukarno yang dianggap tidak peduli dengan situasi saat itu.
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KPPI), dan kesatuan-kesatuan aksi lainnya (KABI, KASI, KAWI, KAGI) yang bergabung dalam Front Pancasila, melakukan unjuk rasa di depan gedung DPR-GR, pada 12 Januari 1966.
Mereka menuntut tiga hal, yang kemudian dikenal sebagai Tritura, yaitu:
* Pembubaran PKI* Pembersihan Kabinet Dwikora dari elemen-elemen yang terkait dengan G30S PKI* Penurunan harga
Namun, Presiden Sukarno tidak mengabulkan tiga tuntutan itu. Akibatnya, aksi demonstrasi terus berlanjut dan meluas.
Demikian artikel yang menyebutkan dua alasan mengapa mahasiswa saat 1966 bergerak memprotes pemerintah.
Semogakita dapat menghargai dan menghormati pengorbanan mereka, serta belajar dari sejarah untuk membangun Indonesia yang lebih baik.