Baca Juga: Tradisi Carok Di Madura, Benarkah Ini Warisan Belanda Untuk Adu Domba?
---
Terkait carok, Majalah Intisari edisi 1991 juga pernah mengulasnya.
Begini garis besarnya:
"Secara historis perjalanan rakyat Madura memang banyak diwarnai dengan kekerasan. Pada tahun 1624 Kerajaan Mataram Jawa setelah melalui pertempuran sengit berhasil menguasai Madura.
Namun pada 1670 Trunojoyo, seorang pangeran Madura, dengan segelintir tentaranya berani mengadakan pemberontakan atas Mataram dan berhasil mengusir kekuasaan kerajaan Jawa itu ke luar dari bumi Madura.
Tak puas hanya membebaskan pulau ini, para pemberontak lantas menjelajahi Jawa di mana mereka mengaduk-aduk sebagian kerajaan tersebut (Huub de Jonge, Pembentukan Negara Dengan Kontrak; Sumenep Madura, VOC dan Hindia Belanda, 1680 - 1883).
Sementara itu peneliti Belanda Elly Touwen Bouwsma yang sempat menyebut Madoera, het Sicilie van Java (diterbitkan De Gids 1983), melihat pulau kerapan sapi ini dari sisi lain.
Dulu tanahnya yang tandus dan tak mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, menyebabkan pulau ini amat tergantung pada kiriman beras dari Jawa.
Karena daerah ini tak menghasilkanproduk-produk penting untuk perdagangan antarpulau, timbul tradisi perompakan.
Sampai akhir abad ke-17, pantai timur Laut Jawa terus-menerus dirampok oleh gerombolan orang Madura (Agama. Kebudayaan dan Ekonomi - Studi Interdisipliner Tentang Masyarakat Madura. Penyunting Dr. Huub de Jonge, Rajawali Pers).
Lekatnya tindak kekerasan dalam sejarah hidup Madura mau tak mau berpengaruh juga pada perilaku kesehariannya, termasuk pemeo-pemeo yang lahir dan berkembang di masyarakatnya.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR