Intisari-Online.com -Pada awal tahun 2024, dunia dikejutkan oleh bencana alam yang menimpa Jepang.
Gempa bumi berkekuatan 7,4 skala Richter mengguncang negeri sakura dan memicu gelombang tsunami yang menghantam sejumlah daerah di pantai barat.
Tsunami Jepang yang terjadi pada 1 Januari 2024 itu memiliki ketinggian maksimum sekitar 1,2 meter.
Meski tidak sebesar tsunami yang pernah melanda Jepang pada tahun 2011, tsunami ini tetap menimbulkan kerusakan dan korban jiwa.
Namun, tahukah Anda bahwa ada ancaman bencana yang jauh lebih besar dan lebih dekat dengan kita?
Bahkan, yang lebih menakutkan adalah bahwa tsunami yang bisa terjadi bisa memiliki ketinggian yang 30 kali lipat dari tsunami Jepang.
Tsunami Jepang 2024
Seperti diketahui, akibat gempa dahsyat berkekuatan 7,5, gelombang tsunami setinggi 1,2 meter menerjang Kota Wajima, Prefektur Ishikawa pada pukul 16:21 waktu setempat.
Kota Toyama, Prefektur Toyama juga tidak luput dari dampak tsunami yang mencapai ketinggian 80 sentimeter pada pukul 16.35.
Selain itu, melansir Kompas.com,Kota Kashiwazaki, Prefektur Niigata juga mengalami tsunami Jepang yang berukuran 40 sentimeter pada pukul 16:36.
Menurut laporan Reuters pada Selasa (2/1/2024) pagi, polisi dan pemerintah setempat menyatakan bahwa enam orang meninggal dunia karena tertimpa bangunan yang roboh akibat gempa Jepang.
Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa sampai Senin malam, lebih dari 97.000 orang di sembilan prefektur di pantai barat pulau utama Honshu telah diungsikan.
Mereka menginap di gedung olah raga dan gedung olah raga sekolah yang menjadi tempat evakuasi darurat.
Sementara itu, hampir 33.000 rumah tangga di prefektur Ishikawa masih menghadapi pemadaman listrik hingga Selasa pagi.
Sunda Megathrust
Melansir Kompas.compada Sabtu (15/1/2022), saat menganalisis gempa yang terjadi di Banten pada 2022,Gayatri Indah Marliyani, pakar Tektonik Aktif Geologi Gempa Bumi dari Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM turut menjelaskan tentangzona megathrust Jawa.
Gayatri menjelaskan bahwa gempa Banten yang termasuk megathrust Jawa ini memiliki kedalaman yang besar, yaitu 40 kilometer, berdasarkan analisis gempa.
Namun, gempa Banten yang terletak di Selat Sunda tidak menimbulkan tsunami, kata Widjo Kongko, Perekayasa di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai Badan Riset dan Inovasi Nasioanl (BRIN).
Hal ini karena gempa tersebut berada di seismic gap atau zona yang tidak aktif secara seismik.
Meski begitu, Widjo mengatakan bahwa gempa Banten menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah yang rawan bencana gempa bumi dan tsunami.
“Gempa di Banten ini mengingatkan kita akan adanya potensi ancaman di Selatan Jawa, Selat Sunda, Sumatera, dengan megathrust-nya,” kata Widjo yang dikutip dari situs resmi BRIN, Senin (17/1/2022).
Widjo juga mengatakan bahwa gempa bumi megathrust Selat Sunda dapat mencapai M 8,7 dan dapat terjadi bersamaan dengan segmentasi lainnya, yaitu megathrust Enggano dan megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah.
Baca Juga: Diangkat Anak Oleh Cristiano Ronaldo Setelah Tsunami Aceh 2004, Bagaimana Nasib Martunis Sekarang?
“Potensi seperti ini memiliki energi yang mirip dengan gempa bumi dan tsunami Aceh 2004. Tetapi, karena kedalaman laut di sumber gempa umumnya lebih dalam daripada yang terjadi pada 2004, maka berdasarkan model perhitungan, secara ilmiah tsunami yang terjadi dapat lebih tinggi daripada Aceh,” ucap Widjo.
Tsunami Aceh sendiri diketahui memiliki ketinggian hingga 30 meter. Sementara itu, tinggi tsunami Jepang terbaru, yaitu 1,2 meter.
Maka dari itu, bisa dikatakan bahwa gempa bumi megathrust Selat Sunda bisa saja memicu tsunami dengan ketinggian 30 kali lipat dari tsunami Jepang.
Dari artikel ini, kita bisa mengetahui bahwa Indonesia adalah wilayah yang sangat rawan bencana gempa bumi dan tsunami, terutama di zona megathrust Selat Sunda yang merupakan salah satu seismic gap atau zona yang tidak aktif secara seismik.
Bahkan, ketinggian tsunami yang terjadi bisa mencapai 30 kali lipat dari tsunami Jepang 2024.
Baca Juga: 15 Ucapan Peringatan 19 Tahun Tsunami Aceh, Bisa Jadi Caption