Naik Takhta Pada Usia 3 Tahun Inilah Pangeran Menol, Raja Mataram yang Tidak Pernah Memerintah

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Sosok Pangeran Menol merupakan raja Mataram yang diangkat pada usia 3 tahun.
Ilustrasi - Sosok Pangeran Menol merupakan raja Mataram yang diangkat pada usia 3 tahun.

Intisari-online.com - Pangeran Menol adalah nama lain dari Sultan Hamengkubuwana V, raja kelima Kesultanan Yogyakarta yang berkuasa pada abad ke-19.

Ia memiliki riwayat hidup yang penuh dengan drama dan tragedi, mulai dari naik takhta di usia balita, disingkirkan oleh pendahulunya, dibenci oleh sebagian rakyat, ditelikung oleh saudara kandung, hingga mati di tangan istri.

Nama asli Pangeran Menol adalah Gusti Raden Mas Gathot Menol, putra keenam Hamengkubuwana IV dari permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Kencono.

Ia lahir pada tanggal 24 Januari 1820 di Kraton Yogyakarta.

Sewaktu dewasa, ia bergelar Pangeran Mangkubumi.

Ia dinobatkan sebagai Sultan Hamengkubuwana V pada tanggal 19 Desember 1823, ketika ia baru berusia tiga tahun.

Hal ini terjadi karena ayahnya, Hamengkubuwana IV, meninggal secara mendadak dan diduga karena diracun.

Pada saat itu, Kesultanan Yogyakarta sedang menghadapi konflik dengan pemerintah Hindia Belanda yang berusaha menguasai Jawa.

Pangeran Menol tidak lama menikmati tahtanya. Pada tanggal 17 Agustus 1826, ia diturunkan dari singgasananya oleh Belanda, yang mendukung kembalinya Hamengkubuwana II, raja sebelumnya, yang lebih bersahabat dengan Belanda.

Hamengkubuwana II sendiri adalah kakek dari Pangeran Menol, yang sudah berusia tua dan lemah.

Pangeran Menol baru bisa naik takhta lagi setelah Hamengkubuwana II wafat pada tanggal 17 Januari 1828.

Baca Juga: Sekarang Jadi KSAD, Inilah Sosok Maruli Simanjuntak Dan Kisah Cintanya Dengan Putri Luhut Binsar Panjaitan

Namun, pemerintahannya tidak mendapat dukungan penuh dari rakyat dan kerabatnya.

Sebagian rakyat lebih memihak Pangeran Diponegoro, putra sulung Hamengkubuwana III, yang memimpin perlawanan melawan Belanda.

Sebagian kerabatnya juga menganggap Pangeran Menol terlalu dekat dengan Belanda dan tidak berani membela kepentingan keraton.

Salah satu saudara kandung Pangeran Menol yang menentangnya adalah Gusti Raden Mas Mustojo, yang kemudian menjadi Hamengkubuwana VI.

Ia berhasil mempersunting putri Kesultanan Brunai dan menjalin ikatan persaudaraan dengan Kesultanan Brunai.

Ia juga berusaha mendapatkan dukungan dari rakyat dan keraton untuk menggantikan Pangeran Menol.

Pangeran Menol sendiri berusaha menjaga hubungan baik dengan Belanda, dengan harapan dapat memperoleh perlindungan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Ia juga mengangkat beberapa pangkat militer dari Belanda, seperti Letnan Kolonel pada tahun 1839 dan Kolonel pada tahun 1847.

Namun, kebijakan Pangeran Menol tidak berhasil menghindarkan dirinya dari akhir yang tragis.

Pada tanggal 5 Juni 1855, ia ditemukan tewas terhunus di salah satu ruangan istana.

Pembunuhnya ternyata adalah salah satu istrinya, Kanjeng Mas Hemawati, yang merupakan istri kelima dan paling disayangnya.

Baca Juga: Kiki Fatmala Yang Identik Dengan Si Manis Jembatan Ancol, Bagaimana Cerita Hantu Cantik Itu Bermula?

Motif pembunuhan ini tidak diketahui pasti, tetapi diduga ada kaitannya dengan persaingan antara Pangeran Menol dan saudara kandungnya.

Pangeran Menol dimakamkan di Imogiri, Bantul, dengan gelar Sultan Hamengkubuwana V.

Ia digantikan oleh saudara kandungnya, Gusti Raden Mas Mustojo, yang naik takhta dengan gelar Sultan Hamengkubuwana VI.

Pangeran Menol meninggalkan sejarah yang penuh dengan lika-liku dan kesedihan, sebagai raja yang naik takhta di usia tiga tahun.

Artikel Terkait