Intisari-online.com - Tradisi Tiwah adalah upacara pemakaman yang dilakukan dengan cara memindahkan tulang-belulang jenazah dari kuburan lama ke tempat baru yang disebut Sandung atau Pambak.
Sandung adalah sebuah peti mati kayu yang diletakkan di atas tiang tinggi yang disebut Sapundu atau Lumbung.
Sandung dihiasi dengan berbagai simbol dan ornamen yang melambangkan status sosial, profesi, dan karakteristik dari orang yang meninggal.
Tradisi Tiwah bertujuan untuk mengantarkan roh atau arwah orang yang meninggal, yang disebut Liau atau Liaw, ke dunia arwah yang sempurna, yang disebut Lewu Tatau atau Lewu Liaw.
Dunia arwah ini terletak di langit ketujuh, yang merupakan tempat asal manusia sebelum terlahir di dunia.
Dengan demikian, tradisi Tiwah merupakan suatu kewajiban bagi masyarakat Dayak, baik secara moral maupun sosial, untuk menghormati dan menyucikan leluhur mereka.
Bagaimana Proses Tradisi Tiwah?
Tradisi Tiwah merupakan upacara yang kompleks dan membutuhkan sumber daya yang besar. Tradisi ini melibatkan banyak orang, baik dari keluarga, kerabat, tetangga, maupun tamu undangan.
Tradisi ini juga membutuhkan banyak bahan, seperti hewan kurban, sesaji, pakaian, perhiasan, dan lain-lain.
Tradisi ini juga membutuhkan waktu yang lama, bisa berlangsung dari tiga hari, tujuh hari, hingga lebih dari satu bulan.
Tradisi Tiwah dilakukan setelah orang yang meninggal sudah dikubur selama beberapa tahun, bisa tujuh tahun, sepuluh tahun, atau lebih.
Hal ini karena yang dibutuhkan dalam tradisi ini adalah tulang-belulang, bukan jenazah utuh. Selain itu, tradisi ini juga membutuhkan persiapan yang matang, baik secara fisik, mental, maupun finansial.
Biasanya, tradisi Tiwah dilakukan setelah musim panen padi, karena dianggap sebagai waktu yang tepat dan menguntungkan.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Ritual Tabuik, Perpaduan Tradisi Budaya Islam dan Hindu di Sumatera Barat
Tradisi Tiwah memiliki beberapa tahapan, antara lain:
- Upacara membuat Sandung: Sandung dibuat dari kayu yang dipilih dengan hati-hati, biasanya kayu ulin atau kayu besi.
Sandung dibuat dengan bentuk dan ukuran yang sesuai dengan keinginan keluarga.
Sandung dihiasi dengan berbagai simbol dan ornamen, seperti bintang, bulan, matahari, burung, naga, dan lain-lain. Sandung diletakkan di halaman rumah atau di dekat kuburan lama.
- Upacara mengambil tulang: Tulang-belulang jenazah diambil dari kuburan lama dengan cara menggali tanah dan membuka peti mati.
Tulang-belulang kemudian dibersihkan, dihias, dan dibungkus dengan kain putih.
Tulang-belulang disimpan dalam sebuah wadah yang disebut Daraga, yang berbentuk seperti kubah.
Daraga diletakkan di halaman rumah atau di dekat Sandung.
- Upacara mengarak tulang: Tulang-belulang diarak berkeliling kampung dengan diiringi musik dan tarian.
Tujuannya adalah untuk mengumumkan kepada masyarakat bahwa keluarga tersebut akan melakukan tradisi Tiwah.
Selain itu, tujuannya juga untuk mengajak roh orang yang meninggal untuk kembali ke rumah dan bersiap-siap untuk pergi ke dunia arwah.
- Upacara menempatkan tulang: Tulang-belulang dimasukkan ke dalam Sandung dengan cara ditumpuk atau disusun. Sandung kemudian ditutup dengan pintu kayu yang disebut Pintu Liaw.
Pintu ini dihiasi dengan gambar wajah orang yang meninggal. Sandung kemudian diangkat ke atas tiang tinggi yang disebut Sapundu atau Lumbung.
Sapundu juga dihiasi dengan berbagai simbol dan ornamen, seperti kepala kerbau, tanduk, dan lain-lain.
Baca Juga: Rupanya Inilah Makna dan Sejarah di Balik Tradisi Kebo-keboan di Banyuwangi
- Upacara mengantar roh: Roh orang yang meninggal, yang disebut Liau atau Liaw, diantar ke dunia arwah dengan cara mengadakan pesta rakyat yang disebut Hoyak Tabuik.
Pesta ini diisi dengan berbagai hiburan, seperti musik, tarian, atraksi, dan permainan.
Pesta ini juga diisi dengan pengurbanan hewan, seperti kerbau, sapi, kambing, dan ayam. Hewan kurban diikat di Sapundu dan dikelilingi oleh tamu yang hadir.
Acara kemudian dilanjutkan dengan puncak upacara Tiwah, yaitu menaiki rakit berisi sesaji.
Rakit kemudian dibawa ke sungai atau danau, sebagai simbol perjalanan roh menuju Lewu Tatau atau Lewu Liaw.
Apa Makna Tradisi Tiwah?
Tradisi Tiwah memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Dayak, baik dari segi religius maupun budaya.
Dari segi religius, tradisi ini merupakan bentuk penghormatan dan pengabdian kepada leluhur, yang dianggap sebagai sumber kehidupan dan keberkahan. T
radisi ini juga merupakan bentuk syukur dan doa kepada dewata, yang dianggap sebagai pemberi perlindungan dan keselamatan.
Tradisi ini juga merupakan bentuk harapan dan keyakinan bahwa roh orang yang meninggal akan mencapai dunia kekal abadi, yang merupakan tempat asal dan tujuan akhir manusia.
Dari segi budaya, tradisi ini merupakan bentuk pelestarian dan pengembangan budaya Dayak, yang kaya akan simbol dan makna.
Tradisi ini juga merupakan bentuk ekspresi seni dan kreativitas masyarakat, yang ditunjukkan melalui musik, tarian, pakaian, dan dekorasi.
Tradisi ini juga merupakan bentuk kebersamaan dan kegotongroyongan masyarakat, yang terlibat dalam proses pembuatan dan perayaan Tiwah.
Tradisi Tiwah adalah salah satu tradisi unik di Indonesia yang menunjukkan misteri dan keajaiban di balik kematian.
Tradisi ini menunjukkan kekayaan dan keragaman agama dan budaya yang ada di negeri ini. Tradisi ini juga menunjukkan nilai-nilai luhur yang patut dicontoh, seperti hormat, suci, syukur, doa, harap, dan yakin.
Tradisi ini layak untuk dilestarikan dan dikembangkan sebagai warisan budaya bangsa.