Intisari-Online.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Dan sebagai tindak lanjut, Presiden Jokowi secara resmi telah memberhentikan Firli sebagai Ketua KPK.
Surat Keputusan Presiden itu diteken di Lanud Halim Perdanakusuma pada Jumat, 24 November 2023.
Seperti disebut di awal, Firli diberhentikan sementara karena menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap eks menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Pemberhentian itu disampaikan langsung olehKoordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (24/11) malam.
Menurut Ari, keputusan untuk memberhentikan Firli tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116 tanggal 24 November 2023.
"Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keppres Pemberhentian Sementara Ketua KPK Firli Bahuri," ujar Ari.
Di dalam Keppres yang sama, Presiden sekaligus menetapkan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK.
Ari menuturkan, Keppres tersebut diteken oleh Presiden Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, Jumat malam
"(Ditandatangani) Setibanya (Presiden) dari kunjungan kerja dari Kalimantan Barat," tambah Ari.
Sebelumnya, Ari menyatakan mekanisme pemberhentian sementara dan menunjukan ketua sementara tersebut sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK.
Selain itu juga mengacu kepada Perppu Nomor 1 tahun 2015 yang telah disahkan DPR menjadi UU Nomor 10 tahun 2015 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diketahui, saat ini Firli telah menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Untuk diketahui, kasus ini dimulai dengan adanya pengaduan masyarakat ke Polda Metro Jaya pada 12 Agustus 2023 lalu.
Aduan ini berisi dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK, pada perkara korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2021.
Setelah melewati serangkaian penyelidikan pada kasus ini, polisi menaikkan status menjadi penyidikan pada 6 Oktober 2023.
Sejauh ini sudah 91 saksi yang diperiksa penyidik.
Dalam menangani kasus ini, Polda Metro Jaya menyelidiki pertemuan Firli Bahuri dan Syahrul Yasin Limpo di lapangan badminton.
Daftar kontroversi Firli Bahuri
Dugaan memeras mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ternyata bukan satu-satunya "dosa" Firli Bahuri.
Masih banyak yang lainnya, ini daftarnya:
Jemput saksi
Pada 8 Agustus 2018, Firli pernah menjemput langsung saksi yang hendak diperiksa penyidik KPK.
Saat itu, dia masih menjabat sebagai Deputi Penindakan.
Saksi yang dimaksud ialah Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat itu, Bahrullah.
Firli mengaku, dirinya menjemput Bahrullah di lobi KPK dan sempat mengajak pimpinan BPK itu ke ruangannya.
Tak berapa lama, penyidik datang ke ruangan Firli untuk menjemput Bahrullah guna melakukan pemeriksaan.
"Kenapa saya jemput? Karena saya adalah mitra BPK, teman kerja. Saya ini juga menjemput (Bahrullah) karena ditelepon oleh salah satu auditor utama, namanya Pak Nyoman Wara, memberi tahu. Dia (Bahrullah) diminta keterangan sebagai saksi," kata Firli saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Firli saat itu menganggap bahwa perbuatannya hal yang wajar lantaran saksi tersebut merupakan mitra kerjanya.
Namun demikian, pada September 2019 dia dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat karena aksinya itu.
Bertemu petinggi parpol
Saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI September 2019 lalu, Firli juga mengungkap pertemuannya dengan seorang pimpinan partai politik.
Pertemuan itu terjadi di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.
Namun, dia bilang, pertemuan tersebut tak disengaja.
Firli mengaku hadir atas undangan rekannya, lantas bertemu dengan ketua umum partai politik yang kebetulan juga hadir di acara itu.
"Saya diundang oleh kawan saya, kebetulan dia adalah Wakabareskrim, saya hadir di situ. Kebetulan ketua partai politik hadir dan beliau kenal individu saya," kata Firli.
Firli tak merinci nama ketua umum parpol itu.
Dia hanya menyebut bahwa dia mengenal dekat suami dari ketua umum parpol tersebut. Firli pun mengaku tidak ada perbincangan politik dalam pertemuan itu.
Bertemu TGB
Firli juga dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat karena bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) M Zainul Majdi atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB), pada 12-13 Mei 2018.
Secara etik, Firli mestinya tidak bertemu TGB lantaran KPK ketika itu sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan pemerintah Provinsi NTB.
Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang mengatakan, pertemuan Firli dengan TGB tidak berhubungan dengan tugas Firli sebagai Deputi Penindakan KPK.
"F juga tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara ataupun pihak yang memiliki risiko independensi dan tidak melaporkan seluruh pertemuan-pertemuan tersebut kepada pimpinan KPK," ujar Saut.
Firli dan TGB bertemu saat keduanya hadir dalam acara Hari Lahir (Harlah) ke-84 GP Ansor dan launching penanaman 100.000 hektare jagung di Bonder, Lombok Tengah, NTB.
Keduanya tampak akrab berbincang dalam acara itu.
Sehari setelahnya, Firli kembali didapati berbincang akrab dengan TGB dalam acara farewell dan welcome game Tennis Danrem 162/WB di Lapangan Tenis Wira Bakti.
Sewa helikopter
September 2020 lalu, Firli dinyatakan melanggar kode etik karena bergaya hidup mewah.
Pangkalnya, Juni 2020, Firli yang ketika itu sudah menjabat sebagai Ketua KPK menyewa helikopter milik perusahaan swasta untuk perjalanan pribadi dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan.
Tindakan Firli itu pun dilaporkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) serta Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki) ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Meski terbukti bersalah karena melanggar kode etik terkait gaya hidup mewah, Firli hanya disanksi teguran tertulis.
"Mengadili, menyatakan terperiksa terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku," kata Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Panggabean saat membacakan putusan dalam sidang, Kamis (24/9/2020).
Bertemu Lukas Enembe
November 2022 lalu, Firli menuai kritik lantaran bertemu dengan mantan Gubernur Lukas Enembe yang tengah berperkara di KPK.
Kritik datang salah satunya dari ICW.
Namun demikian, KPK memastikan, kedatangan Firli di kediaman Lukas Enembe di Distrik Koya Tengah, Jayapura, Papua, tak melanggar kode etik.
Sebabnya, saat itu Firli datang dalam rangka pemeriksaan terhadap Lukas.
Oleh KPK, langkah Firli itu disebut masih dalam rangka pelaksanaan tugas pokok fungsi lembaga antirasuah.
KPK menyatakan, keikutsertaan Firli dalam pemeriksaan perkara dugaan suap dan gratifikasi serta pemeriksaan medis terhadap Lukas tersebut dilakukan secara terbuka.
"Kegiatan tersebut dilakukan di tempat terbuka dan dapat disaksikan langsung oleh berbagai pihak bahkan kemudian dipublikasikan kepada masyarakat," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Jumat (4/11/2022).
Pencopotan Brigjen Endar hingga pembocoran dokumen
Serentetan laporan dugaan pelanggaran kode etik menyangkut Firli juga diadukan sejumlah pihak ke Dewas KPK.
Pada Senin (3/4/2023), Firli dilaporkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Komunitas Aktivis Muda Indonesia (PB KAMI) karena diduga melanggar kode etik terkait pemberhentian Brigjen Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Sehari berikutnya, dia dilaporkan langsung oleh Brigjen Endar Priantoro atas perkara yang sama.
Endar juga sekaligus melaporkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya H Harefa.
"Tujuannya adalah untuk membuat aduan atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Sekjen KPK, dan salah satu pimpinan KPK," kata Endar saat ditemukan awak media di gedung ACLC KPK, Selasa (4/4/2023).
Selang dua hari atau Kamis (6/4/2023) Firli kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas oleh Ketua Umum PB KAMI, Sultoni.
Kali ini, Firli diduga terlibat pembocoran dokumen menyerupai hasil penyelidikan dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dokumen tersebut bersifat rahasia dan disebut membuat kerja-kerja senyap KPK mengusut korupsi di ESDM menjadi sia-sia.
Tak hanya itu, Firli juga dilaporkan ke Dewas karena diduga melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menaikkan penanganan kasus Formula E ke tahap penyidikan.
Laporan ini diajukan oleh kelompok Aktivis 98 Nusantara.