Dipenjara Orde Baru, Inilah Tokoh Pertempuran 10 November 1945 Surabaya Yang Terlupakan, Jasanya Sangat Besar

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Soemarsono punya peran tak kalah besar dalam Pertempuran 10 November 1945 Surabaya. Dia juga yang mengusulkan tiap 10 November sebagai Hari Pahlawan. Pernah dipenjara Orde Baru.
Soemarsono punya peran tak kalah besar dalam Pertempuran 10 November 1945 Surabaya. Dia juga yang mengusulkan tiap 10 November sebagai Hari Pahlawan. Pernah dipenjara Orde Baru.

Soemarsono punya peran tak kalah besar dalam Pertempuran 10 November 1945 Surabaya. Dia juga yang mengusulkan tiap 10 November sebagai Hari Pahlawan. Pernah dipenjara Orde Baru.

Intisari-Online.com -Pertempuran 10 November 1945 Surabaya sangat identik dengan Bung Tomo.

Tapi ternyata ada satu tokoh lagi yang perannya tak bisa dianggap remeh temeh tapi sayang akhir hayatnya justru menyedihkan.

Dia juga terlupakan.

Barang kali tidak banyak yang tahu perannya dalam Pertempuan 10 November 1945 Surabaya yang berdarah-darah itu.

Yang lebih ironis, tokoh kita inilah yang mengusulkan supaya 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Dialah Soemarsono.

Kita tahu, Pertempuran Surabaya pada tanggal 10 November 1945 merupakan salah satu peristiwa heroik dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Dalam pertempuran tersebut, banyak tokoh pejuang yang berjasa dan dianggap sebagai pahlawan.

Seperti Bung Tomo, Gubernur Suryo, KH Hasyim Asy'ari, dan lain-lain.

Namun, ada satu tokoh yang mungkin kurang dikenal oleh masyarakat luas, padahal ia memiliki peran penting dalam pertempuran tersebut.

Dialah Soemarsono yang belakangan justru mencetuskan 10 November sebagai Hari Pahlawan.

Siapa sebenarnya Soemarsono?

Soemarsono lahir di Kutoarjo, Jawa Tengah, pada 22 September 1921.

Dia adalah seorang aktivis pemuda yang terlibat dalam berbagai organisasi pergerakan nasional.

Soemarsono juga turut mendirikan Pemuda Republik Indonesia (PRI).

Saat Jepang menyerah kepada Sekutu pada Agustus 1945, Soemarsono berada di Surabaya dan menjadi saksi sejarah pertempuran yang terjadi di kota tersebut.

Dia disebut turut bertempur bersama arek-arek Suroboyo melawan pasukan Sekutu yang ingin menguasai kembali Indonesia.

Soemarsono juga menjadi salah satu pembicara dalam rapat-rapat penting yang membahas strategi dan sikap menghadapi ultimatum Sekutu.

Soemarsono memiliki jasa besar dalam Pertempuran Surabaya, baik sebagai pejuang maupun sebagai pengusul Hari Pahlawan.

Saat Rapat Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia pada 4 Oktober 1946, Soemarsono mengusulkan supaya setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Hal itu dia lakukan untuk mengenang besarnya perang Arek-arek Suroboyo dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Forum pun menyetujui usulan tersebut, pun demikian dengan Presiden Sukarno.

Bung Karno kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1946 tentang Hari Pahlawan pada 9 Oktober 1946.

10 November 1946 pun menjadi peringatan Hari Pahlawan untuk yang pertama kalinya.

Sementara apa yang dia usulkan tetap dikenang hingga sekarang, tapi sang pengusul tidak.

Soemarsono masih dilupakan hingga sekarang.

Ada beberapa faktor yang membuatnya terlupakan.

Seomarsono pernah mengaku tak ingin menonjolkan diri sebagai pahlawan atau tokoh penting dalam pertempuran tersebut.

Ia lebih menghargai peran rakyat sebagai pahlawan sejati.

Pada 1948 dia dikaitkan dengan Peristiwa Madiun 1948 yang mau tak mau itu membuat nama Soemarsono masuk dalam "daftar hitam" sejarah Indonesia.

Setelah peristiwa Gerakan 30 September Soemarsono dipenjara oleh rezim Orde Baru dan baru dibebaskan pada 1978.

Setelah itu, dia memutuskan pindah ke Australia dan menjadi warga negara di sana hingga meninggal dunia.

Artikel Terkait