Ia ditangkap oleh polisi rahasia Soviet (NKVD) dan dituduh sebagai mata-mata Jepang.
Semaun kemudian dibebaskan pada tahun 1941 setelah Jerman menyerang Uni Soviet.
Ia dikirim ke Tajikistan untuk membantu perjuangan rakyat Tajik melawan fasisme.
Di sana, ia menjadi salah satu pemimpin Partai Komunis Tajikistan dan menjabat sebagai wakil ketua Dewan Rakyat Tajikistan.
Juga menulis novel berjudul Hikayat Kadirun yang menceritakan tentang kehidupan rakyat Tajik.
Pada tahun 1949, Semaun kembali ke Indonesia setelah Indonesia merdeka dari Belanda.
Ia berharap bisa bergabung kembali dengan PKI dan berkontribusi untuk pembangunan Indonesia. Namun, ia mendapat penolakan dari PKI yang saat itu dipimpin oleh Musso dan D.N. Aidit.
PKI menganggap Semaun sebagai pengkhianat dan oportunis yang tidak setia dengan partai.
Semaun kemudian mencoba bergabung dengan Partai Murba, partai sayap kiri yang didirikan oleh Tan Malaka.
Namun, ia juga ditolak oleh Tan Malaka yang menganggap Semaun sebagai agen Soviet.
Semaun akhirnya menjadi tokoh politik yang terasingkan dan tidak punya tempat di Indonesia.
Baca Juga: Di Balik Suasana Horor Film G30S PKI, Ternyata Sosok Inilah Penata Musiknya
Semaun meninggal pada tahun 1950 di Jakarta karena sakit.
Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan upacara militer.
Namun, makamnya kemudian dihancurkan oleh pemerintah Orde Baru pada tahun 1965 setelah terjadinya Gerakan 30 September yang melibatkan PKI.
Semaun menjadi salah satu tokoh komunis yang dilupakan oleh sejarah Indonesia.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR