Munculnya G30S lalu Dewan Revolusi adalah respon atas munculnya isu Dewan Jenderal yang disebut akan mengudeta Presiden Sukarno
Intisari-Online.com -Dua isu paling santer disebut di seputar peristiwa G30S: Dewan Jenderal dan Dewan Revolusi.
Dua dewan ini tentu saja saling berlawanan.
Isu Dewan Jenderal bahkan disebut sebagai penyebab terjadinya Gerakan 30 September 1965 dan munculnya Dewan Revolusi.
Istilah Dewan Jenderal dihembuskan oleh para pimpinan PKI yang menuduh bahwa sejumlah jenderal TNI Angkatan Darat diduga akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno.
Isu itu kemudian dibantah oleh banyak pihak.
Dewan Jenderal ini disebut akan melakukan kup atau kudeta terhadap Presiden Sukarno pada 5 Oktober 1965.
Ketika isu Dewan Jenderal mencuat dalam rapat yang dipimpin oleh Presiden Soekarno pada 26 Mei 1965, Menteri/Panglima Angkatan Darat (KSAD), Ahmad Yani, diminta untuk segera memberi klarifikasi.
Ahmad Yani dengan tegas bilang, tidak ada Dewan Jenderal di dalam tubuh Angkatan Darat.
Yang ada, katanya, adalahWanjakti alias Dewan Jabatan dan Kepangkatan Perwira Tinggi yang berfungsi untuk kenaikan pangkat para perwira senior.
Tapi pernyataan berbeda dikemukakan oleh Brigadir Jenderal Ahmad Soekendro, yang menyatakan bahwa Dewan Jenderal memang ada, tetapi tidak untuk melakukan kudeta.
Menurut Soekendro, Dewan Jenderal berfungsi untuk melakukan perlawanan politik terhadap PKI.
Disebutkan bahwa anggota Dewan Jenderal terdiri atas 25 orang.
Akan tetapi, penggerak utamanya adalah Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Brigjen Sutoyo Siswomihardjo, dan Brigjen Soekendro.
Ditilik dari nama-nama itu, memang benar bahwa keempat tokoh penting Dewan Jenderal ini masuk dalam daftar penculikan G30S.
Tidak hanya itu, kabarnya Dewan Jenderal juga sudah membuat Kabinet Inti sebagai berikut:
1. AH Nasution
2. Ahmad Yani
3. Roeslan Abdulgani
4. Haryono
5. Suprapto
6. Sutoyo
7. Sukendro
8. Dr. Sumarno
9. Ibnu Sutowo
10. Rusli
11. S Parman
Selain itu, disebutkan juga bahwa Dewan Jenderal hendak melakukan serangan kekuatan pada 5 Oktober 1965, dengan mendatangkan pasukan-pasukan dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat untuk bisa mencapai tujuan kudetanya.
Lebih lanjut, muncul pula tuduhan bahwa Dewan Jenderal akan mengadakan coup kontra-revolusioner.
Adanya kabar burung yang berkaitan dengan Dewan Jenderal ini menjadi pemicu terjadinya Peristiwa G30S.
Pada tanggal 1 Oktober 1965, pagi hari, rakyat Indonesia dikejutkan oleh siaran RRI Jakarta yang memberitakan tentang pengumuman suatu kelompok yang menyebut diri mereka Gerakan 30 September.
Gerakan ini dipimpin oleh Komandan Cakrabirawa, Letnan Kolonel Untung.
Tidak hanya itu, Untung juga mengangkat diri sebagai Ketua Dewan Revolusi sekaligus memimpin G30S dengan tujuan melindungi Presiden Soekarno.
Menurut kesaksian Kolonel Abdul Latief, ide penculikan para jenderal merupakan inisiatifnya bersama rekannya sesama perwira militer, termasuk Letkol Untung.
Namun, dalam perundingan, tidak pernah ada rencana untuk membunuh para jenderal.
Niat awal mereka hanya membawa para jenderal ini menghadap kepada Presiden/Pangti Soekarno di istana.
Setelah peristiwa G30S berlalu, keberadaan Dewan Jenderal seperti yang dituduhkan tidak terbukti.
Dewan Revolusi
Kemunculan Dewan Revolusi disebut-sebut sebagai bentuk respons dari adanya Dewan Jenderal yang dituding hendak melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno.
Sekitar pukul 14.15 WIB, dalam siaran RRI diumumkan susunan anggota Dewan Revolusi.
Berdasarkan berita yang beredar, anggota Dewan Revolusi terdiri dari orang-orang sipil dan militer yang mendukung G30S.
Konon, dalam siaran RRI disebutkan pula satu per satu nama-nama anggotanya yang total berjumlah 45 orang.
Namun, banyak dari mereka yang namanya tercantum merasa bingung dengan pengumuman tersebut karena Letkol Untung dikabarkan tidak pernah memberi konfirmasi kepada mereka.
Kesannya, Letkol Untung hanya asal tunjuk untuk menjadikan nama-nama tersebut sebagai anggota dari Dewan Revolusi.
Dewan Revolusi dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung, yang juga memimpin G30S.
Dewan Revolusi dibentuk di pusat dan daerah.
Di daerah, ada Dewan Revolusi Provinsi, Dewan Revolusi Kabupaten, Dewan Revolusi Kecamatan, dan Dewan Revolusi Desa.
Ketika menjadi Ketua Dewan Revolusi, Letkol Untung dikenal dengan nama baru, yakni Untung Syamsuri.
Letkol Untung bersama dengan rekan-rekannya pun merencanakan penculikan terhadap sejumlah jenderal sebagai tanggapan atas isu Dewan Jenderal.
Pada akhirnya, buntut dari Dewan Revolusi adalah Letkol Untung yang dijatuhi hukuman mati di Cimahi.
Letkol Untung meninggal dunia pada 1966.