Intisari-online.com - Jika kita berbicara tentang kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa, mungkin yang pertama terlintas di pikiran kita adalah Majapahit, kerajaan yang pernah menguasai hampir seluruh Nusantara pada abad ke-14.
Namun, tahukah Anda bahwa ada kerajaan Hindu lain yang bertahan lebih lama dari Majapahit, bahkan hingga abad ke-18?
Kerajaan itu adalah Blambangan, yang kini dikenal sebagai Banyuwangi.
Blambangan adalah kerajaan Hindu terakhir di Jawa yang lahir pada tahun 1295 atau dua tahun setelah Majapahit berdiri.
Raja Majapahit Raden Wijaya memberikan wilayah tersebut kepada Arya Wiraraja alias Adipati Sumenep dengan ibu kota Lumajang, sebab telah membantu perjuangan mendirikan Majapahit.
Blambangan menjadi tempat berlindung bagi Bhre Wirabhumi, putra raja Majapahit yang gagal merebut takhta dari saudaranya.
Bhre Wirabhumi kemudian mendirikan kerajaan sendiri di Blambangan dengan nama Prabu Satmata.
Setelah Majapahit runtuh pada awal abad ke-16, Blambangan menjadi kerajaan Hindu yang mandiri.
Mereka bertahan dari serangan-serangan dari kerajaan-kerajaan Islam yang bermunculan di Jawa, seperti Demak, Pajang, dan Mataram.
Blambangan juga menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan Hindu di Bali, seperti Gelgel, Buleleng, dan Mengwi.
Salah satu penjajah yang paling ditentang oleh Blambangan adalah Kerajaan Mataram Islam yang ingin menguasai seluruh tanah Jawa.
Baca Juga: Inilah 4 Negara di Kawasan Asia Tenggara yang Berbentuk Kerajaan
Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan pada tahun 1586 memiliki ambisi untuk menyatukan seluruh tanah Jawa di bawah kekuasaannya.
Salah satu raja Mataram yang paling agresif dalam melakukan ekspansi adalah Sultan Agung (1613-1645) yang berhasil menaklukan hampir seluruh Jawa bagian tengah dan timur.
Kecuali Batavia yang dikuasai oleh VOC dan Blambangan yang masih mempertahankan tradisi Hindu.
Sultan Agung mencoba beberapa kali untuk menyerang Blambangan, namun selalu gagal karena pertahanan Blambangan yang kuat dan medan yang sulit.
Selain itu, Blambangan juga mendapat bantuan dari Bali dan Makassar.
Sultan Agung bahkan sempat tertipu oleh raja Blambangan yang pura-pura menyerah dan mengirimkan upeti berupa garam.
Namun, ternyata garam itu dicampur dengan bubuk mesiu yang meledak ketika dibuka oleh Sultan Agung.
Perang antara Mataram dan Blambangan berlanjut hingga masa pemerintahan Sultan Amangkurat I (1646-1677) yang akhirnya berhasil menaklukan Blambangan pada tahun 1674 dengan bantuan VOC.
Namun, kemenangan ini dibayar mahal oleh Mataram karena pasca perang banyak panglima perangnya yang meninggal akibat penyakit atau dibunuh oleh pemberontak.
Blambangan kemudian diserahkan oleh Raja Mataram Pakubuwana II kepada VOC sebagai imbalan telah merebut ibu kota Kartasura dari tangan pemberontak pada tahun 1743.
Namun, VOC baru melakukan pendudukan pada tahun 1767 karena masih terseret konflik Mataram hingga 1757.
Baca Juga: Lebih Dahsyat Dari Letusan Tambora Dan Krakatau, Letusan Gunung Samalas Kubur Kerajaan Lombok
Invasi VOC ini disertai oleh sekutu-sekutunya dari Mataram, Pasuruan, Banger, Surabaya, dan Madura¹.
Awalnya, kedatangan pasukan ini disambut hangat oleh rakyat Blambangan yang ingin melepaskan diri dari Bali.
Mereka menggantungkan masa depan lebih baik kepada VOC.
Kemudian, terjadilah pembunuhan besar-besaran terhadap orang Bali, terutama oleh orang-orang Bugis di Blambangan.
Namun, harapan rakyat Blambangan segera sirna ketika mereka menyadari bahwa VOC bukanlah pemberi kemerdekaan, melainkan penjajah yang lebih kejam dari Bali.
Rakyat Blambangan kemudian melakukan perlawanan sengit terhadap VOC dan sekutunya.
Perlawanan ini dikenal sebagai Perang Bayu atau Puputan Bayu (1771-1772).
Perang ini terjadi akibat penyerahan sepihak area Blambangan oleh Pakubuwono II kepada VOC.
Perang ini melibatkan sekitar 72.000 orang Blambangan yang berani mati demi mempertahankan tanah airnya.
Perang Bayu berlangsung selama setahun dan berakhir dengan kemenangan VOC.
Namun, kemenangan ini juga dibayar mahal oleh VOC karena banyak pasukannya yang tewas atau luka-luka.
Selain itu, VOC juga harus menghadapi pemberontakan di daerah lain, seperti Madura dan Surabaya.
Perang Bayu menjadi salah satu perang puputan terbesar di Nusantara yang menunjukkan semangat juang rakyat Blambangan yang luar biasa.
Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di Jawa, akhirnya takluk di tangan VOC pada tahun 1772.
Namun, warisan budaya dan sejarahnya masih tetap hidup hingga kini.
Blambangan menjadi saksi bisu kejayaan dan kemunduran Banyuwangi di tangan Mataram dan VOC.
Blambangan juga menjadi inspirasi bagi kita semua untuk tidak mudah menyerah dalam menghadapi segala tantangan dan ancaman.