Intisari-online.com - Nikel membuat Indonesia dan China berteman tapi juga bermusuhan.
Indonesia dan China memiliki hubungan yang rumit dalam hal nikel, logam yang memiliki banyak manfaat bagi industri baterai kendaraan listrik.
Di satu sisi, keduanya saling membutuhkan dan bekerja sama dalam investasi dan perdagangan nikel.
Di sisi lain, keduanya juga bersaing dan berkonflik dalam hal lingkungan, keamanan, dan geopolitik. Bagaimana kisah di balik bisnis nikel ini?
Nikel adalah logam yang memiliki banyak manfaat bagi berbagai industri, terutama untuk pembuatan baterai kendaraan listrik (EV).
Nikel merupakan komponen utama dalam katoda baterai, yang menentukan kinerja dan daya tahan baterai.
Dengan meningkatnya permintaan EV di dunia, permintaan nikel juga ikut melonjak. Namun, tidak semua negara memiliki cadangan nikel yang cukup untuk memenuhi kebutuhan industri mereka.
Oleh karena itu, banyak negara yang mencari pasokan nikel dari luar negeri, terutama dari Indonesia.
Indonesia adalah negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, sekitar 21 juta metrik ton. Indonesia juga merupakan produsen nikel terbesar di dunia, dengan menyumbang hampir setengah dari total produksi global.
Indonesia telah melarang ekspor nikel mentah sejak tahun 2020 untuk mendorong pengembangan industri hilir. Dengan demikian, Indonesia berharap dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditasnya dan memanfaatkan peluang bisnis di sektor EV.
Salah satu negara yang sangat tertarik dengan nikel Indonesia adalah China. China adalah importir nikel terbesar di dunia, sebagian besar dari Indonesia.
China juga merupakan pasar EV terbesar di dunia, dengan pangsa sekitar 40% dari total penjualan global. Investasi China di sektor nikel Indonesia meliputi pembangunan pabrik peleburan, pengolahan, dan pemurnian nikel.
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR