Peristiwa Jatuhnya Bom Atom di Hiroshima 6 Agustus 1945, Menjadi Awal Kebangkitan Indonesia Menuju Proklamasi

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

(kiri) Pengeboman Hiroshima, (kanan) Paul Warfield Tibbets Jr, Pilot Pesawat Pengebom Hiroshima.
(kiri) Pengeboman Hiroshima, (kanan) Paul Warfield Tibbets Jr, Pilot Pesawat Pengebom Hiroshima.

Intisari-online.com - Hari ini, 6 Agustus 2023, tepat 78 tahun yang lalu, dunia dikejutkan oleh peristiwa jatuhnya bom atom di Hiroshima, Jepang.

Bom atom yang dijuluki "Little Boy" itu meledak di atas kota Hiroshima dan menghancurkan sekitar 70% bangunan di kota tersebut.

Diperkirakan sekitar 140.000 orang tewas akibat ledakan dan radiasi bom tersebut.

Dampak pemboman Hiroshima dan Nagasaki bagi Jepang sangat besar dan beragam, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Berikut ini adalah beberapa dampak yang dapat saya informasikan:

1. Dampak kematian dan luka-luka.

Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki menewaskan sekitar 200.000 hingga 240.000 orang, sebagian besar adalah warga sipil.

Banyak juga yang mengalami luka-luka serius, seperti luka bakar, patah tulang, dan kebutaan.

Efek radiasi dari bom atom juga menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker, leukemia, kelainan bawaan, dan gangguan mental.

2. Dampak kerusakan fisik.

Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki menghancurkan sebagian besar bangunan dan infrastruktur di kedua kota tersebut.

Baca Juga: Peristiwa Kasus Pembunuhan Subang Dibuka Kembali, Ini Alasan Polisi Susah Memecahkan Kasus Ini

Di Hiroshima, sekitar 70% bangunan hancur atau rusak berat akibat ledakan dan badai api.

Di Nagasaki, sekitar 22,7% bangunan hancur atau rusak berat akibat ledakan dan badai api.

Kedua kota tersebut membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dibangun kembali.

3. Dampak psikologis dan sosial.

Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki juga menimbulkan trauma dan kesedihan yang mendalam bagi para korban dan keluarganya.

Banyak yang merasa bersalah, marah, depresi, atau putus asa karena kehilangan orang-orang yang mereka cintai atau karena mengalami cacat fisik atau mental.

Banyak juga yang mengalami diskriminasi atau stigma sosial karena dianggap sebagai "hibakusha" (orang yang terkena bom) atau "kuroi ame" (hujan hitam) yang terkontaminasi radiasi.

4. Dampak politik dan militer.

Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki menjadi faktor utama yang menyebabkan Jepang menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945.

Jepang kemudian harus menerima syarat-syarat penyerahan yang ditetapkan dalam Deklarasi Potsdam, termasuk penghapusan militerisme, pembubaran angkatan bersenjata, pengadilan atas kejahatan perang, pendudukan Sekutu, dan reformasi politik, ekonomi, dan sosial.

Jepang juga harus menghadapi ancaman nuklir dari negara-negara lain, terutama Amerika Serikat dan Uni Soviet.

5. Dampak budaya dan moral.

Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki juga mempengaruhi pandangan dan sikap masyarakat Jepang terhadap perang, nuklir, damai, dan kemanusiaan.

Baca Juga: 3 Contoh Sejarah Sebagai Peristiwa, Sesuai dengan Ciri Utamanya

Banyak yang merasa malu atau marah atas tindakan agresif Jepang selama Perang Dunia II yang menyebabkan banyak penderitaan bagi rakyat Asia.

Banyak juga yang menjadi sadar akan bahaya nuklir dan berkomitmen untuk mencegah perang nuklir di masa depan.

Banyak pula yang mencari makna hidup atau penghiburan dalam agama, seni, sastra, atau aktivisme sosial.

Peristiwa ini tidak hanya menjadi tragedi bagi Jepang, tetapi juga menjadi titik balik bagi Indonesia, yang saat itu masih berada di bawah penjajahan Jepang.

Jatuhnya bom atom di Hiroshima menandai awal dari kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, yang kemudian menyebabkan Jepang menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945.

Kejatuhan Jepang ini memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan.

Para pemimpin nasionalis Indonesia, seperti Soekarno dan Hatta, memanfaatkan situasi ini untuk menggalang dukungan dari rakyat dan mempersiapkan proklamasi kemerdekaan.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di depan rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

Teks proklamasi tersebut ditulis oleh Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebarjo, dengan bantuan dari beberapa tokoh lainnya.

Proklamasi ini merupakan tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia, yang akhirnya berhasil melepaskan diri dari belenggu penjajahan.

Namun, perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya tidak berakhir di situ.

Baca Juga: 3 Contoh Sejarah Sebagai Peristiwa, Sesuai dengan Ciri Utamanya

Indonesia masih harus menghadapi berbagai tantangan dan ancaman dari Belanda, yang tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia.

Indonesia juga harus mengatasi masalah-masalah internal, seperti pemberontakan komunis, konflik antar daerah, dan krisis ekonomi.

Indonesia baru benar-benar merdeka secara de facto pada tahun 1949, setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia melalui Perjanjian Roem-Royen.

Artikel Terkait