Gara-gara utang Rp35 miliar, putra bungsu Bung Karno, Guruh Soekarnoputra, dipaksa harus minggat dari rumahnya yang ditaksir senilai Rp150 miliar.
Intisari-Online.com -Putra bungsu Bung Karno, Guruh Soekarnoputra, sedang terlilit masalah pelik.
Gara-gara utang Rp35 miliar, adik Megawati Soekarnoputri kini terancam terusir dari rumahnya yang nilai mencapai Rp150 miliar.
Kamis (3/8) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sedianya akan mengeksekusi rumah Guru yang terletak di Jalan Sriwijaya III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu.
Tapi kondisi tak memungkinan, eksekusi itu pun batal.
Meski begitu, PN Jaksel tetap akan mencari hari lain untuk mengeksekusi rumah tersebut, kata pejabat HUmas PN Jakarta Selatan, Djuyamto.
"Putusan Majelis Hakim tetap harus dilaksanakan, karena ada pihak yang mengajukan permohonan terkait dengan kedudukannya sebagai pihak yang dimenangkan oleh putusan," ujarnya.
Seperti disebut di awal, sengketa ini berawal dari utang Guruh pada 2011 lalu sebesar Rp35 miliar.
Pada 3 Mei 2011,Guruh meminjam uang untuk keperluan bisnis sebesar Rp 35 miliar kepada seorang laki-laki bernama Suwantara Gotama.
Guruh mengajukan pinjaman dengan bunga 4,5 persen dengan jangka waktu 3 bulan.
"Suwantara Gautama mengajukan syarat bahwa ia bisa kasih pinjaman tapi harus dengan PPJB (Perjanjian Jual-Beli)" kata Simeon, kuasa hukum Guruh Kamis (3/8/2023).
"Maka dibuatlah PPJB kuasa menjual kemudian kuasa mengosongkan (rumah)," lanjutnya.
Tiga bulan berselang, sebelum tanggal jatuh tempo, Guruh mengajak bertemu Suwantara untuk membahas pelunasan utang.
Namun, menurut Simeon, Suwantara tidak bisa ditemui.
Akhirnya pada 3 Agustus 2011, pada tanggal jatuh tempo, Guruh berkenalan dengan wanita bernama Susy Angkawijaya.
"Perempuan ini dikenalkan oleh teman-teman Mas Guruh, bahwa dia mau bantu Mas Guruh (terkait pelunasan utang)," kata Simeon.
Simeon menuturkan, dalam pertemuan itu Susy menyampaikan akan membantu memberikan pinjaman dengan syarat harus dibuat Akta Jual Beli (AJB) serta Akta Pernyataan dan Pengosongan.
"Ditandatangani AJB Nomor 36/2011 tanggal 3 Agustus 2011 dengan harga jual beli sebesar Rp 16 miliar dan Akta Pengosongan," tutur dia.
"Padahal, saudari Susy Angkawijaya tidak pernah melakukan pembayaran harga jual beli sebesar Rp 16 miliar sesuai yang tertera dalam AJB kepada Guruh," tambahnya.
Guruh kemudian bersurat kepada Susy Angkawijaya, Suwantara, dan notaris Ruli Iskandar untuk pengembalian pinjaman Rp 35 miliar beserta bunga 4,5 persen terhitung sejak Mei hingga Desember 2011.
Simeon mengatakan, AJB kembali dibuat antara Guruh dan Susy.
Namun, Simeon menyebut surat tersebut tak pernah ditanggapi.
Pada Februari 2021, lanjut dia, Guruh mengirim surat undangan kedua dan baru ditanggapi oleh Susy.
"Susy menjawab bahwa 'Pak Guruh silakan keluar dari rumah tersebut karena rumah tersebut sudah saya beli dengan AJB," ucap Simeon.
Simeon mengungkapkan, Guruh merasa dibohongi karena harga pasaran tanah dan rumah seluas 1.474 meter persegi itu ditaksir mencapai Rp 150 miliar.
Namun, Simeon menuturkan, dalam AJB hanya Rp 16 miliar dan Susy disebut tidak pernah melakukan pembayaran.
"Sehingga Guruh merasa tertipu, dizolimi, karena harus kehilangan rumah tanpa ada pembayaran, juga pinjaman kepada Suwantara sebesar Rp 35 miliar berikut bunga 4,5 persen dari Mei hingga Desember 2011 belum dibayar dan PPJB belum dibatalkan," ungkap dia.
Guruh bersikukuh tidak mau mengosongkan dan menyerahkan objek tanah dan rumah kepada Susy.
Pada Januari 2014, Susy melayangkan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Di sisi lain, Guruh mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum untuk membatalkan AJB yang dinilai cacat formil dan materiil.
PN Jakarta Selatan menolak gugatan Guruh dan mengabulkan gugatan balik Susy Angkawijaya.
Setelahnya, Susy mengajukan permohonan eksekusi dan Ketua PN Jakarta Selatan mengeluarkan penetapan nomor 95/Eks.Pdt/2019 Jo Nomor 757/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel pada 15 Juni 2020.
"Bahwa terhadap penetapan eksekusi Ketua PN Jakarta Selatan dan Berita Acara Sita oleh juru sita, maka Guruh Soekarnoputra mengajukan gugatan perlawanan," kata Simeon.
Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto mengatakan, bahwa PN telah beberapa kali mengirimkan surat peringatan terhadap Guruh yang berujung pada eksekusi penyitaan pada 3 Agustus 2023.
Kendati demikian, proses eksekusi gagal karena rumah Guruh dijaga ketat oleh massa pendukung pada Kamis (3/8/2023) pagi.
Berdasarkan pengamatan Kompas.com di lokasi, ada puluhan orang yang menolak eksekusi tersebut. Puluhan orang itu tampak mengenakan kemeja putih bertuliskan Bajul Rowo.
Mereka terlihat baik di dalam halaman rumah atau di luar rumah.
Tak hanya itu, satu mobil komando juga ada di dekat rumah tersebut.
Salah seorang orator juga terus meneriakkan kalimat penolakkan.
"Kita berada di sini, intinya kita ingin memperjuangkan rumah sejarah kita. Yang perlu kita ketahui, rumah ini sangat bersejarah kawan-kawan," ujar salah satu orator di atas mobil komando.