Intisari-online.com -Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, beberapa kali menghadapi upaya pembunuhan yang tidak berhasil.
Salah satu yang paling menggemparkan adalah penembakan yang terjadi saat ia menjalankan shalat Idul Adha di halaman Istana Merdeka Jakarta pada 14 Mei 1962.
Kronologi Penembakan
Pada hari Senin, 14 Mei 1962, sekitar pukul 07.50 WIB, Soekarno bersama para pejabat sipil dan militer serta duta-duta besar mengikuti shalat Idul Adha di lapangan rumput antara Istana Negara dengan Istana Merdeka.
Shalat Idul Adha tersebut dipimpin oleh Ketua PBNU KH Idham Chalid sebagai imam dan Wakil Menteri Pertama Bidang Pertahanan dan Keamanan/KSAD Abdul Harris Nasution sebagai khotib.
Soekarno berada di barisan terdepan jamaah. Di sebelah kirinya ada Abdul Harris Nasution.
Di samping Nasution ada Ketua DPR KH Zainul Arifin.
Di belakang Soekarno ada Menteri Agama Saifuddin Zuhri dan Menteri Penerangan Achmadi.
Saat shalat memasuki rakaat kedua, tiba-tiba terdengar suara tembakan berkali-kali dari arah barisan keempat jamaah.
Empat orang penembak yang membawa pistol berusaha menembak Soekarno dari jarak dekat.
Namun, mereka mengaku kesulitan membidik sasarannya karena melihat dua orang yang mirip dengan Soekarno.
Tembakan-tembakan itu tidak mengenai tubuh Soekarno sama sekali.
Peluru-peluru hanya menyerempet bahu Zainul Arifin dan melukai dua anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden, yaitu Soedrajat dan Soesilo.
Nasution juga nyaris menjadi korban karena peluru-peluru beterbangan di sebelah kirinya.
Reaksi Soekarno
Meskipun suasana menjadi kacau dan panik, Soekarno tetap tenang dan melanjutkan shalatnya hingga selesai.
Ia bahkan sempat memberi isyarat kepada Nasution untuk tidak bergerak dari tempatnya.
Setelah shalat selesai, Soekarno berpidato singkat di depan jamaah.
Ia mengatakan bahwa ia tidak takut mati karena ia yakin bahwa Allah akan menjaganya.
Ia juga mengatakan bahwa ia tidak akan mundur dari perjuangannya untuk membangun Indonesia dan menghadapi tantangan-tantangan internasional.
Ia menegaskan bahwa ia akan tetap melanjutkan politik konfrontasi terhadap Malaysia dan imperialisme Barat.
Soekarno juga mengajak rakyat Indonesia untuk bersatu dan tidak terpecah-belah oleh musuh-musuh bangsa.
Baca Juga: Di Balik Peristiwa Kudeta Rusia, Wagner Group, Organisasi Paramiliter Rusia yang Didanai oleh
Ia mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara besar yang harus dihormati oleh dunia.
Ia menutup pidatonya dengan mengucapkan takbir dan meraih simpati dari jamaah.
Penyelidikan dan Motif
Setelah peristiwa penembakan itu, pihak keamanan segera melakukan penyelidikan dan menangkap para pelaku.
Mereka adalah Suyanto alias Suyitno.
Para pelaku mengaku bahwa mereka adalah anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang tidak setuju dengan politik Soekarno.
Mereka menganggap Soekarno sebagai pengkhianat revolusi dan boneka dari kekuatan asing. Mereka juga menuduh Soekarno sebagai penyebab kemiskinan dan kesengsaraan rakyat.
Namun, ada juga dugaan bahwa para pelaku adalah agen-agen dari negara-negara Barat yang ingin menggulingkan Soekarno karena dianggap sebagai ancaman bagi kepentingan mereka di Asia Tenggara.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa CIA, MI6, dan ASIS terlibat dalam upaya pembunuhan itu.
Dampak dan Makna
Peristiwa penembakan Soekarno saat shalat Idul Adha 1962 adalah salah satu peristiwa sejarah yang menunjukkan betapa besar pengaruh dan karisma Soekarno di mata rakyat Indonesia.
Meskipun ia sering mendapat ancaman dan upaya pembunuhan, ia tetap teguh dan berani dalam memimpin bangsa ini.
Peristiwa itu juga menunjukkan betapa kompleks dan dinamisnya situasi politik Indonesia pada masa itu.
Berbagai kekuatan baik dalam maupun luar negeri berusaha untuk mengendalikan atau mengganti Soekarno dengan berbagai cara.
Namun, Soekarno tetap bertahan hingga akhirnya digulingkan oleh Orde Baru pada 1966.
Peristiwa itu juga menjadi pelajaran bagi kita bahwa kita harus selalu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Kita harus waspada terhadap segala bentuk upaya untuk memecah-belah dan melemahkan kita.
Jugaharus menghormati dan menjaga warisan Soekarno sebagai Bapak Bangsa dan Proklamator Kemerdekaan Indonesia.