Intisari-online.com - Proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022 menjadi sorotan publik karena diduga sarat dengan praktik korupsi.
Proyek yang dianggarkan Rp 10,8 triliun ini menargetkan pembangunan 4.200 BTS di daerah terpencil di Indonesia.
Namun, dalam prosesnya, proyek ini menimbulkan banyak kejanggalan yang mengundang pertanyaan.
Salah satunya adalah tidak adanya keterlibatan ahli atau konsultan dalam perencanaan dan pengawasan proyek.
Padahal, proyek ini bersifat teknis dan membutuhkan pengetahuan khusus tentang telekomunikasi.
Tidak Ada Ahli yang Terlibat
Hal ini terungkap dalam sidang perkara dugaan korupsi proyek BTS 4G yang digelar pada Selasa (25/7/2023) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan empat orang pejabat Kominfo untuk memberikan keterangan terhadap tiga terdakwa dalam kasus ini.
Mereka adalah Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Bakti Kominfo Muhammad Feriandi Mirza, Kepala Biro Perencanaan Kominfo Arifin Saleh Lubis, Kepala Sub-Direktorat Monitoring dan Evaluasi Telekomunikasi Khusus dan Jaringan Telekomunikasi Kominfo Indra Apriadi, serta Auditor Utama pada Inspektrur Jenderal (Irjen) Kominfo, Doddy Setiadi.
Para pejabat di Bakti Kominfo itu menjadi saksi untuk mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, eks Direktur Utama (Dirut) Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, dan eks Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Yohan Suryanto.
Dari pejabat Kominfo yang dihadirkan JPU, Muhammad Feriandi Mirza menjadi saksi yang pertama diperiksa di muka persidangan.
Baca Juga: Inilah Sosok Saridewi Djamani, Wanita Pertama Yang Akan Dihukum Mati Di Singapura Setelah 20 Tahun
Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Bakti Kominfo itu dicecar oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Fahzal Hendri perihal pengadaan proyek BTS 4G tersebut.
Hakim Fahzal mengaku heran dengan proyek yang dianggarkan Rp 10,8 triliun, tetapi tidak melibatkan konsultan atau ahli.
"Itu perencanaan awal kemudian penentuan anggaran, apakah itu melibatkan tenaga ahli?" tanya Hakim Fahzal.
"Pada saat awal yang sepanjang saya tahu belum melibatkan konsultan atau tenaga ahli," jawab Mirza.
Mendengar jawaban itu, Hakim Fahzal pun heran. Namun, Mirza menegaskan bahwa yang ia ketahui saat itu memang tidak melibatkan ahli.
"Segitu besarnya anggaran kenapa tidak melibatkan ahli?" tanya Hakim Fahzal.
"Saya tidak tahu, Yang Mulia," jawab Mirza.
"Saudara tidak tahu?" timpal Hakim.
"Tidak tahu," ucap Mirzal lagi.
Kerugian Negara Ditaksir Rp 1 Triliun
Kejanggalan lainnya adalah adanya indikasi kerugian negara akibat dugaan korupsi proyek BTS 4G. Kejaksaan Agung menaksir kerugian negara mencapai Rp 1 triliun.
Perhitungan itu mencakup penyelesaian BTS tahap I yang meliputi lima paket pekerjaan.
"Rp 10 triliun itu nilai kontrak (tahap I). Kerugiannya mungkin sekitar Rp 1 triliun," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Kerugian negara tersebut diduga berasal dari pembayaran lunas biaya proyek BTS 4G sebesar Rp 10 triliun kepada para kontraktor, padahal banyak menara BTS Kominfo sebenarnya belum terbangun.
Hal ini diakui oleh Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Bakti Kominfo Mufiammad Feriandi Mirza dalam sidang.
"Pembayaran dilakukan 100 persen pada saat tanggal 31 Desember 2021," kata Mirza³.
Padahal, hingga Desember 2021, para kontraktor baru bisa menyelesaikan sebanyak 1.700 tower. Sementara, sebanyak 2.156 tower lainnya masih dalam tahap konstruksi³.
Tiga Terdakwa Diduga Diperkaya
Kejaksaan Agung mendakwa tiga terdakwa dalam kasus ini, yaitu mantan Menteri Kominfo Johnny G Plate; eks Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif; dan tenaga ahli Human Development UI Yohan Suryanto. Mereka diduga ikut diperkaya dari proyek BTS 4G.
Johnny didakwa menerima uang sebesar Rp 17 miliar dari Anang dan Yohan.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan politik Johnny, seperti membayar utang, membeli mobil, dan menyumbang partai politik.
Anang didakwa menerima uang sebesar Rp 30 miliar dari Yohan.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarga Anang, seperti membeli rumah, mobil, dan perhiasan.
Yohan didakwa menerima uang sebesar Rp 50 miliar dari para kontraktor proyek BTS 4G.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan bisnis Yohan, seperti membeli rumah, mobil, dan saham⁴.
Kejaksaan Agung menjerat ketiganya dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kesimpulan
Proyek BTS 4G yang dianggarkan Rp 10,8 triliun ini menjadi salah satu proyek yang bermasalah di Kementerian Kominfo.
Proyek ini diduga sarat dengan praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi dan pihak swasta.
Proyek ini juga menimbulkan banyak kejanggalan, salah satunya adalah tidak adanya keterlibatan ahli atau konsultan dalam perencanaan dan pengawasan proyek.
Akibatnya, proyek ini tidak berjalan sesuai target dan menimbulkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1 triliun.