Intisari-Online.com -Jejak pemukiman kuno masa transisi Kerajaan Kediri ke Singosari ditemukan di Situs WurandunganKabupaten Malang. Persisnya di Desa Landungsari, Kecamatan Dau. Situs pemukiman kuno ini berhasil ditemukan oleh tim jelajah situs sejarawan Universitas Negeri Malang (UM) dalam bentuk batu bata, batuan padas kuno, dan keping gerabah.
Barang-barang tersebut, yang diduga berasal dari abad ke-13, ditemukan saat anggota tim jelajah, Dwi Cahyono, mengamati gundukan lahan di tengah sawah seluas 15 meter x 10 meter di tepi Sungai Metro dan Sungai Braholo di Desa Landungsari. Wilayah ini terletak di sebelah timur Gunung Kawi.
Jejak pemukiman ini terletak 1-2 meter di atas areal persawahan yang ada di sekitarnya. Untuk menuju lokasi tersebut, tim harus berjalan kaki menyusuri pematang sawah sejauh 1 kilometer.(Baca juga: 8 Peninggalan Kerajaan Pajajaran, Termasuk Prasasti Bertuliskan Aksara Sunda Kuno)
Setelah gundukan lahan sedikit digali dengan sekop kecil, ditemukan potongan batuan padas dengan beberapa torehan garis di atasnya. Ada pula kepingan bibir gerabah yang diduga sebagai wadah air yang biasa dimiliki penduduk.
Belum diketahui apakah torehan garis tersebut merupakan tulisan kuno, gambar, atau sekadar coretan tanpa arti. Dari beberapa pecahan batu bata yang berhasil disatukan, ukuran batu bata kuno tersebut diperkirakan 22 sentimeter x 38 sentimeter dengan ketebalan 7-9 sentimeter.
Lokasi yang bernama Situs Wurandungan itu berjarak sekitar 300 meter dari Situs Watugong dan 1 kilometer dari Desa Karuman, tempat tinggal ayah angkat Ken Arok, Bango Samparan. Dekatnya lokasi situs dengan lokasi hunian, menurut Dwi, memperkuat dugaan bahwa daerah tersebut merupakan kawasan permukiman.
“Hingga kini, belum dilakukan riset atau penelitian terkait di daerah ini. Padahal, berdasarkan sumber teks dalam Prasasti Ukir Negara pada 1198 Masehi, tempat ini disebut sebagai daerah Wurandungan yang merupakan tanah perdikan yang diberikan oleh Rakai Pamotoh kepada warga,” terang Dwi.(Baca juga: 10 Bukti Peninggalan Kerajaan Cirebon, Kerakaan islam di Pulau Jawa Abad ke-15)
Ia menjelaskan, dalam prasasti Ukir Negara, Rakai Pamotoh atau Diah Limpa memberikan anugerah tanah perdikan seluas 4 jong yang terletak di timur Pasar Wurandungan. Dari prasasti itu, Dwi menduga daerah tersebut merupakan daerah permukiman kuno pada zamannya. Saat itu, nama daerah tersebut adalah Wurandungan. Namanya lantas berubah menjadi Klandungan dan saat ini warga menyebut desa tersebut Landungsari.
Sementara itu, Sholeh (60), petani di areal persawahan Desa Landungsari, mengatakan, sesuai cerita yang didengarnya dari orangtua, daerah itu dikenal dengan Balekambang. Di tempat ini ditemukan batuan kuno dan sesekali orang menemukan emas.
Ia menceritakan bagaimana seorang petani menemukan kepingan emas ketika membersihkan rumput. “Berdasarkan cerita dari para orang tua, tempat ini dulu semacam pendapa. Saat ada rapat besar, rupanya banjir datang dan mengangkat bangunan pendapa tersebut sehingga disebut Balekambang,” kata Sholeh.(Kompas.com)