Intisari-online.com - Gamal Abdel Nasser adalah seorang pemimpin politik dan militer Mesir yang menjadi presiden Mesir dari tahun 1954 hingga 1970.
Dia dikenal sebagai tokoh utama dalam gerakan pan-Arabisme dan sosialisme Arab, serta sebagai pemimpin kudeta yang menggulingkan Raja Farouk pada tahun 1952.
Nasser lahir pada tahun 1918 di Alexandria, Mesir.
Dia bergabung dengan angkatan bersenjata Mesir pada tahun 1938 dan berpartisipasi dalam Perang Arab-Israel pada tahun 1948.
Dia merasa kecewa dengan pemerintahan Raja Farouk yang korup dan tidak mampu membela kepentingan bangsa Mesir dari campur tangan Inggris dan Israel.
Pada tahun 1942, Nasser membentuk organisasi rahasia bernama Free Officer (Perwira Bebas) yang bertujuan untuk melakukan perubahan di Mesir.
Bersama dengan rekan-rekannya, dia merencanakan dan melaksanakan kudeta militer pada tanggal 23 Juli 1952.
Kudeta ini berhasil menggulingkan Raja Farouk dan menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Muhammad Naguib, yang kemudian digantikan oleh Nasser sebagai presiden pada tahun 1954.
Sebagai presiden, Nasser melakukan berbagai reformasi politik, ekonomi, dan sosial di Mesir.
Dia menasionalisasi Terusan Suez pada tahun 1956, yang memicu Krisis Suez melawan Inggris, Prancis, dan Israel.
Dia juga membentuk Republik Arab Bersatu (RAB) bersama dengan Suriah pada tahun 1958, meskipun RAB bubar pada tahun 1961.
Dia juga mendukung gerakan nasionalis dan sosialis di berbagai negara Arab dan Afrika, serta menjadi salah satu pendiri Gerakan Non-Blok.
Nasser juga menghadapi berbagai tantangan dan konflik selama masa kepresidenannya.
Dia mengalami kekalahan besar dalam Perang Enam Hari melawan Israel pada tahun 1967, yang mengakibatkan hilangnya Semenanjung Sinai.
Dia juga terlibat dalam Perang Saudara Yaman Utara melawan Arab Saudi dan Inggris.
Dia juga menghadapi oposisi dari kelompok Islamis seperti Ikhwanul Muslimin, yang pernah mencoba membunuhnya pada tahun 1954.
Nasser meninggal karena serangan jantung pada tanggal 28 September 1970 di Kairo, Mesir.
Dia dimakamkan di Masjid Gamal Abdel Nasser yang dibangun khusus untuknya.
Dia dianggap sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh dan populer di dunia Arab, serta sebagai simbol perlawanan terhadap kolonialisme dan zionisme.
Nasser tidak hanya berpengaruh di Mesir, tetapi juga di dunia Arab dan internasional.
Dia menjadi salah satu pendiri Konferensi Asia-Afrika yang diadakan di Bandung pada tahun 1955, yang merupakan cikal bakal Gerakan Non-Blok.
Dia juga menjadi sekretaris jenderal Gerakan Non-Blok pada tahun 1964.
Baca Juga: Sosok Megawati Soekarnoputri, dari Caleg PDI hingga Presiden RI ke-5
Dia juga menjadi ketua Organisasi Kesatuan Afrika pada tahun 1964 dan 1965.
Kemudian menjadi tokoh pan-Arabisme yang berusaha menyatukan bangsa Arab di bawah bendera nasionalisme dan sosialisme.
Nasser juga berani melawan kolonialisme dan zionisme yang mengancam kedaulatan dan kepentingan bangsa Arab.
Dia menentang perjanjian Camp David antara Mesir dan Israel pada tahun 1950, yang memberikan konsesi kepada Israel atas Palestina.
Dia menasionalisasi Terusan Suez pada tahun 1956, yang merupakan sumber pendapatan penting bagi Inggris dan Prancis.
Dia juga menghadapi agresi militer dari Inggris, Prancis, dan Israel dalam Krisis Suez, yang berhasil diatasi dengan bantuan Uni Soviet dan Amerika Serikat² .
Nasser juga mendukung perjuangan rakyat Palestina melawan penjajahan Israel.
Dia memberikan bantuan militer dan politik kepada gerakan perlawanan Palestina, seperti Fatah dan Front Pembebasan Nasional Palestina.
Dia juga memobilisasi pasukan Mesir untuk berperang melawan Israel dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967, meskipun mengalami kekalahan besar.
Dia juga berusaha untuk memediasi konflik antara negara-negara Arab, seperti dalam Perang Saudara Yaman Utara dan Perang Saudara Yordania.
Warisan Nasser masih hidup hingga kini di hati banyak orang Mesir dan Arab.
Dia dianggap sebagai pahlawan nasional dan simbol revolusi.
Banyak jalan, tugu, sekolah, universitas, dan organisasi yang dinamai menurut namanya.
Banyak pemimpin dan gerakan politik yang terinspirasi oleh ideologi dan visinya.
Nasser juga meninggalkan banyak karya tulis dan pidato yang merefleksikan pemikiran dan pandangannya tentang berbagai isu nasional dan internasional.