Sultan Hamid II adalah perancang lambang Garuda Pancasila. Tapi jasanya terlupakan setelah dituduh terlibat dalam peristiwa Westerling 1950.
Intisari-Online.com -Sejak sekolah dasar, kita sering diberi pertanyaan seputar Pancasila: Siapa perancang lambang Garuda Pancasila?
Dan sosok di balik lambang tersebut adalah Sultan Syarif Hamid Alkadri alias Sultan Hamid II, seorang bangsawan dari Kesultanan Pontianak.
Sebagai seorang bangsawan berdarah biru, Sultan Hamid adalah sosok yang cemerlang dan pendidikan.
Dia mendapatkan pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung.
Kemudian meneruskan ke Hogeere Burger School (HBS) di Bandung dan HBS V di Malang.
Dia juga sempat sekolah di Technische Hooge School (THS) (sekarang ITB), tapi keluar dan masuk ke Akademi Militer Belanda (Koninklijke Militaire Academie) di Breda, Belanda.
Setelah lulus pada 1938, ia bergabung Koninklijke Nederlandsche Indische Leger (KNIL) dan bertugas di Malang, Bandung, Balikpapan.
Sultan Hamid II diangkat menjadi Sultan ke-7 pada 29 OKtober 1945.
Lalu pada 1946, Sultan Hamid II diangkat menjadi ajudan Ratu Kerajaan Belanda, Wilhelmina.
Seperti disebut di awal, Sultan Hamid II adalah perancang lambang Garuda Pancasila, yang kemudian disempurnakan oleh Sukarno.
Sejarah terbentuknya lambang negara Garuda Pancasila tidak serta merta muncul begitu saja.
Sebelumnya, terdapat beberapa lambang negara yang sudah dibuat oleh beberapa tokoh.
Setelah perang kemerdekaan Indonesia dan disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, beberapa tokoh mulai merancang lambang negara sebagai salah satu identitas negara.
Untuk memfasilitasi hal tersebut terbentuk Panitia Lencana Negara pada 10 januari 1950 di bawah koordinator Menteri Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantara, M.A. Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku Bung Hatta Menjawab, untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet, Menteri Priyono menyampaikan sayembara.
Kemudian terpilihlah dua rancangan lambang negara terbaik.
Dua rancangan tersebut miliki Sultan Hamid II dan M Yamin.
Pada proses selanjutnya, DPR memilih rancangan Sultan Hamid II.
Karya M Yamin tidak diterima karena masih menyertakan unsur-unsur pengaruh Jepang, seperti sinar-sinar matahari.
Setelah terpilih sebagai rancangan lambang negara, Garuda Pancasila mengalami tiga kali penyempurnaan.
Yaitu:
- Mengganti pita yang dicengkeram Garuda menjadi warna putih. Sebelumnya pita tersebut berwarna merah.
- Partai Masyumi keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang prisai.
Hal tersebut dianggap terlalu bersifat mitologi.
Sultan Hamid II kemudian memperbaiki gambar lambang Garuda sehingga terbentuk Rajawali Garuda Pancasila.
- Semula kepala Garuda Pancasila maih gundul.
Kemudian Presiden Sukarno memerintahkan Dullah, seorang pelukis istana untuk menambahkan jambul pada kepala Garuda Pancasila.
Selain itu mengubah posisi cakar kaki yang semula di belakang pita menjadi di depan pita dengan bentuk mencengkeram.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyempurnakan bentuk final dengan menambah skala ukuran dan tata warna pada gambar lambang negara.
Tapi sayang, jasa-jasa Sultan Hamid II itu dilupakan begitu setelah dituduh terlibat dalam kudeta Westerling pada 1950.
Sultan Hamid IIdituduh membunuh sejumlah menteri walau tak terbukti.
Tak hanya itu, dia jugadituduh bersekongkol dengan Westerling dalam peristiwa APRA 1950 di Bandung.