Intisari-online.com - Masyarakat Jawa, terutama di Yogyakarta dan Solo, memiliki tradisi khusus untuk menyambut Malam 1 Suro atau Tahun Baru Islam.
Tradisi itu adalah Topo Bisu atau Tapa Bisu, yaitu ritual berkeliling benteng keraton dengan cara diam tanpa mengucapkan satu kata pun.
Tradisi ini sudah ada sejak zaman Sri Sultan Hamengku Buwono II sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW yang hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Selain itu, tradisi ini juga merupakan agenda pengamanan keraton yang pada zaman tersebut belum memiliki benteng.
Tradisi ini juga bermakna sebagai laku prihatin dan introspeksi diri atas segala perbuatan yang telah dilakukan selama satu tahun sebelumnya.
Tradisi topo bisu awalnya hanya dilakukan oleh para abdi dalem keraton, namun seiring waktu, masyarakat umum juga ikut berpartisipasi dalam ritual ini.
Jarak yang ditempuh para peserta topo bisu kurang lebih mencapai 4 kilometer, dimulai dari Bangsal Pancaniti hingga Alun-alun Utara Yogyakarta.
Tradisi ini dilakukan dari sisi kiri atau barat keraton yang bermakna agar tradisi ini bisa mengusir hal-hal buruk.
Selain tidak boleh berbicara, peserta topo bisu juga tidak boleh makan, minum, dan merokok selama prosesi berlangsung.
Keheningan harus senantiasa terjaga sebagai simbol keprihatinan dan kerendahan hati.
Sebelum pelaksanaan topo bisu, dilaksanakan terlebih dahulu pembacaan doa akhir tahun, doa awal tahun, dan doa bulan Suro.
Baca Juga: Jawa Timur Primadonanya, Daerah-daerah Ini Disebut Sebagai Tempat Asal Selir Raja-raja Mataram Islam
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR