Kerajaan Kanjuruhan disebut sebagai kerajaan Hindu pertama di Jawa Timur. Raja terbesarnya adalah Gajayana.
Intisari-Online.com -Dibanding Kahuripan atau Majapahit, Kerajaan Kanjuruhan memang kalah besar dan kalah populer.
Tapi yang harus dicatat, Kerajaan Kanjuruhan dsebut-sebut sebagai kerajaan pertama di Jawa Timur.
Lokasinya di Kota Malang, Jawa Timur, sekarang.
Raja terbesarnya adalah Gajayana, yang kemudian diabadikan menjadi nama salah satu stadion sepakbola di Kota Apel tersebut.
Bagaimana riwayat Kerajaan Kanjuruhan, benarkah ia adalah salah satu vasal Mataram Kuno pada era Rakai Watukara Dyah Balitung?
Kerajaan Kanjuruhan merupakan kerajaan bercorak Hindu yang berpusat di Desa Kejuron, dekat Kota Malang sekarang.
Kerajaan yang berdiri pada abad ke-8 masehi ini diyakini sebagai kerajaan pertama di Jawa Timur.
Sumber sejarah Kerajaan Kanjuruhan didapatkan dari Prasasti Dinoyo yang ditemukan di Malang.
Dalam prasasti tersebut, disebutkan bahwa raja Kerajaan Kanjuruhan yang paling terkenal adalah Gajayana.
Kerajaan ini tidak lama berkembang karena pada akhirnya berhasil ditaklukkan oleh Mataram--sebagian menyebut menjadi kerajaan bawahan Mataram.
Peninggalan Kerajaan Kanjuruhan yang bisa dijumpai saat ini adalah Candi Badut dan Candi Karangbesuki di Malang.
Para ahli menduga bahwa Kerajaan Kanjuruhan erat hubungannya dengan Kerajaan Kalingga (Holing) yang ada di Jawa Tengah.
Menurut berita dari Tiongkok, sekitar tahun 742-755 masehi, Raja Kiyen yang saat itu berkuasa memindahkan ibu kota Holing ke Jawa Timur.
Munculnya Kerajaan Kanjuruhan diketahui dari Prasasti Dinoyo yang berangka tahun 760 masehi.
Prasasti ini bertuliskan huruf Kawi dengan bahasa Sanskerta.
Di dalam Prasasti Dinoyo diceritakan bahwa Kerajaan Kanjuruan diperintah oleh Raja Dewashimha.
Setelah meninggal, ia kemudian digantikan putranya, Limwa, yang dikenal sebagai Gajayana.
Gajayana memiliki putri bernama Uttajana yang menikah dengan Jananiya.
Dari Prasasti Dinoyo diketahui bahwa Raja Gajayana yang beragama Siwa memerintah dengan adil dan dicintai rakyatnya.
Di bawah kekuasaannya, Kerajaan Kanjuruhan mencapai puncak keemasan.
Kerajaan Kanjuruhan mengalami perkembangan pesat dalam bidang pemerintahan, sosial, ekonomi, ataupun seni budaya.
Wilayah kekuasaannya meliputi daerah Malang, lereng timur dan barat Gunung Kawi, dan ke utara hingga pesisir laut Jawa.
Selama masa pemerintahan Gajayana, jarang terjadi peperangan, pencurian, dan perampokan karena raja selalu bertindak tegas sesuai hukum.
Raja Gajayana juga membuat sebuah tempat suci pemujaan yang sangat bagus untuk memuliakan Resi Agastya.
Selain itu, dibangun pula arca sang Resi Agastya dari batu hitam yang sangat elok.
Bersamaan dengan pentasbihan bangunan suci tersebut, Gajayana menganugerahkan sebidang tanah, sapi, kerbau, serta budak laki-laki dan perempuan sebagai penjaga kepada para pendeta.
Setelah Gajayana mangkat, kekuasaan jatuh ke tangan putrinya, Uttejana yang menikah dengan Pangeran Jananiya dari Paradeh.
Semua raja Kerajaan Kanjuruhan terkenal akan kebijaksanaan dan kemurahan hatinya.
Keberadaan Kerajaan Kanjuruhan tidak bertahan lama.
Pada awal abad ke-10, ketika Rakai Watukura dari Mataram Kuno berkuasa, Kerajaan Kanjuruhan berada dalam kekuasaannya.
Para penguasa Kerajaan Kanjuruhan menjadi raja bawahan dengan gelar Rakyan Kanuruhan.
Memang tidak ada bukti bahwa pernah terjadi penaklukkan oleh Mataram kepada Kerajaan Kanjuruhan.
Meski begitu, saat Mataram diperintah oleh Rakai Watukara Dyah Balitung, raja Kanjuruhan pernah menyumbangkan bangunan candi perwara (pengiring) di komplek Candi Prambanan.
Candi Prambanan sendiri dibangun pada masa Rakai Pikatan.
Candi hadiah dari Kanjuruhan itu bisa ditemukan pada deretan sebelah timur kompleks candi.
Meski menjadi bawahan Mataram, menurut sumber, Kerajaan Kanjuruhan tetap memerintah atas wilayahnya sendiri.
Hanya saja, setiap tahun harus menghadap ke Mataram.
Di struktur Mataram Kuno, penguasa Kanjuruhan disebut sebagai Rakryan Kanuruhan.