Kirab Pusaka Malam 1 Suro di Keraton Mataram Surakarta berawal dari permintaan Presiden Soeharto supaya terhindar dari marabahaya.
Intisari-Online.com - Tak banyak yang tahu, kirab pusaka yang dilakukan di Keraton Mataram Surakarta tiap Malam 1 Suro ternyata belum lama dilakukan.
Artinya, tradisi ini ternyata belum dilakukan pada masa Sultan Agung, pencetus Penanggalan Jawa.
Begitu kata Tunjung W Sutirto, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS).
Selain kirab pusaka, ada sejumlah ritual juga mitos yang dipercaya masyarakat Jawa, khususnya di lingkungan Keraton Mataram Surakarta, menyambut Malam 1 Suro.
Salah satu mitos itu adalah pensakralan 1 Suro.
Malam satu Suro umumnya diperingati pada malam hari setelah Maghrib sehari sebelum tanggal 1 Sura atau 1 Muharam.
Menurut Tundjung, perkembangan mitos malam satu Suro terjadi secara akumulatif.
Mitos ini berawal dari pensakralan yang dilakukan masyarakat Jawa terkait penggabungan kalender Islam dan Jawa (Hindu) sebagaimana asal-usul malam satu Suro.
"Jadi momentum penanggalan yang digaungkan itu diyakini sebuah momentum yang istimewa sehingga masyarakat menganggap malem Suro adalah sakral karena adanya penggabungan itu akan menentukan perhitungan (dalam bahasa Jawa: petangan)," jelasnya.
Dia menambahkan, sifat sakral itulah yang menuntun masyarakat Jawa sebagai pendukung budaya "meluhurkan" sebuah pergantian tahun dengan "laku spiritual".
Dari situ, muncul mitos untuk tidak bepergian jauh tanpa tujuan, tidak menyelenggarakan pernikahan, tidak pindah rumah, dan tidak keluar rumah.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR