Songgobuwono, Tempat Bermeditasi dan Mengawasi Musuh bagi Raja Keraton Mataram Solo

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Misteri menara Songgobuwono di Keraton Surakarta.
Misteri menara Songgobuwono di Keraton Surakarta.

Intisari-online.com - Anda yang pernah mengunjungi Keraton Kasunanan Surakarta pasti tidak asing dengan bangunan menara yang tinggi di sisi utara halaman. Bangunan itu adalah Menara Songgobuwono.

Menara itu adalah salah satu bangunan bersejarah dan bermakna yang menjadi ikon Keraton Solo.

Menara Songgobuwono dibangun oleh Sri Susuhunan Paku Buwono III pada tahun 1708 Jawa atau 1782 Masehi .

Menara ini memiliki tinggi sekitar 36 meter dan terdiri dari empat tingkat.

Menara ini berbentuk segi delapan atau hasta wolu dan memiliki atap limasan yang disebut tudung saji.

Di puncak menara, terdapat sebuah lambang yang menggambarkan manusia mengendarai naga.

Lambang tersebut adalah sengkalan tahun yang berbunyi Naga Muluk Tinitihan Jalma, yang melambangkan tahun pembuatan menara.

Naga = 8, Muluk = 0, Titihan = 7, Jalma = 1. Dengan demikian, berarti angka tahun 1708 Jawa.

Menara Songgobuwono memiliki beberapa fungsi penting bagi raja Keraton Solo.

Salah satunya adalah sebagai tempat bermeditasi dan berinteraksi dengan sukma ksatria atau Ratu Roro Kidul, ratu makhluk halus dari laut selatan.

Tempat ini memberikan suasana yang hening dan tenteram bagi raja untuk meraga sukma dan mencapai kesempurnaan.

Baca Juga: Kalah Perang, Ratusan Prajurit Mataram Islam Dihukum Mati Sultan Agung, VOC Ngeri Melihatnya

Fungsi lainnya adalah sebagai tempat mengawasi keadaan sekitar kerajaan, terutama .arkas Belanda di Benteng Vastenburg yang berada di sebelah utara keraton.

Dari ketinggian menara, tentara keraton bisa melihat pergerakan musuh dan bersiap-siap untuk bertahan atau menyerang.

Selain itu, menara ini juga memiliki fungsi estetika dan simbolik.

Menurut GKR Koes Moertiyah Wandansari atau Gusti Moeng, kerabat Keraton Kasunanan Surakarta, menara ini merupakan ikon Keraton Solo dan Indonesia, karena tidak ada kerajaan lain di Asia Tenggara yang memiliki menara setinggi itu.

Nama Menara Songgobuwono sendiri berasal dari kata 'panggung', 'song', 'go', dan 'buwono'.

'Panggung' berarti panggung atau bangunan tinggi, 'song' berarti sembilan, 'go' berarti satu, dan 'buwono' berarti dunia.

Dengan demikian, bunyi pengertian itu adalah angka tahun 1198 Hijriyah.

Menara Songgobuwono pernah mengalami kebakaran pada tahun 1954 yang menyebabkan atapnya habis terbakar.

Kemudian pada tahun 1959, menara ini diperbaiki kembali dengan mengubah bentuk atapnya menjadi seperti payung yang terbuka.

Hingga kini, menara ini masih berdiri kokoh dan menjadi salah satu destinasi wisata sejarah dan budaya di Solo.

Baca Juga: Ini Yang Menyebabkan Mataram Islam Gagal Meniru Kejayaan Majapahit Menguasai Nusantara

Namun, tidak sembarang orang bisa memasuki menara ini.

Hanya orang-orang tertentu yang diizinkan oleh raja untuk naik ke atas menara.

Artikel Terkait