Mengenal 2 Tokoh Adipati Pragola Dalam Kemelut Mataram Islam

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Ada dua Adipati Pragola yang pernah memimpin Kadipaten Pati, dan dua-duanya pernah melawan Raja Mataram Islam.
Ada dua Adipati Pragola yang pernah memimpin Kadipaten Pati, dan dua-duanya pernah melawan Raja Mataram Islam.

Ada dua Adipati Pragola yang pernah memimpin Kadipaten Pati, dan dua-duanya pernah melawan Raja Mataram Islam.

Intisari-Online.com - Ada dua Adipati Pragola dari Pati.

Menariknya, dua-duanya pernah menentang dua raja Mataram Islam yang berbeda.

Keduanya juga masih punya hubungan darah.

Adipati Pragola I, kita sebut saja begitu, pernah menentang Panembahan Senopati, pendiri Mataram Islam, pada 1600.

Sementara Adipati Pragola II, menyerang Sultan Agung, raja Mataram Islam terbesar.

Adipati Pragola I merupakan putra dari Ki Penjawi yang merupakan pemimpin pertama di Kadipaten Pati, Jawa Tengah.

Tokoh yang bernama asli Wasis Jayakusuma ini mendapat panggilan Pragola setelah menukar kuda miliknya, Juru Taman, dengan sapi kesayangan milik Panembahan Senopati yang bernama Pragola.

Pada mulanya, Pragola itu adalah kendaraan pribadi yang digunakan Panembahan Senopati.

Konon, Panembahan Senopati ingin menukar sapinya karena kuda milik Adipati Pragola memiliki kecepatan di atas rata-rata kuda pada umumnya.

Dengan adanya kegiatan tukar-menukar ini, hubungan Adipati Pragola dan Panembahan Senopati pun semakin akrab.

Pragola I bersedia membantu Panembahan Senopati yang kala itu berniat menaklukkan Madiun.

Lebih lanjut, Adipati Pragola sendiri juga masih memiliki hubungan saudara dengan salah satu pemimpin Kerajaan Mataram Islam, yaitu Anyakrawati.

Hal ini dikarenakan kakak perempuan sang adipati yang bernama Waskitajawi atau disebut juga Ratu Mas menikah dengan Panembahan Senopati, putra Ki Ageng Pamanahan dan melahirkan Mas Jolang atau yang bergelar Anyakrawati.

Namun sayangnya, hubungan baik keduanya hanya bertahan sementara setelah Adipati Pragola I merasa kecewa dengan perbuatan Panembahan Senopati.

Pasalnya, Panembahan Senopati mengambil Retno Dumilah, kakak dari Adipati Pragola I sebagai permaisuri keduanya.

Dengan menikahi Retno Dumilah, Adipati I menganggap bahwa perjuangan Panembahan Senopati sudah melenceng dari tujuan awal.

Oleh sebab itu, Adipati Pragola memutuskan menyerang Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1600.

Panembahan Senopati menghadapi pemberontakan yang dilakukan Adipati Pragola dengan mengirimkan anaknya, Mas Jolang, yang juga merupakan keponakan dari Pragola sendiri.

Kedua pasukan saling bertemu di daerah Prambanan.

Akan tetapi, Adipati Pragola menolak melawan keponakannya sendiri dan meminta Panembahan Senopati yang menghadapinya.

Namun, sang keponakan justru bersikeras ingin melawan Adipati Pragola.

Adipati Pragola pun terpaksa harus melawan Mas Jolang dengan cara memukulkan gagang tombaknya hingga mengenai pelipis keponakannya tersebut.

Ratu Mas yang mengetahui Mas Jolang terluka memutuskan untuk tidak menahannya melawan Adipati Pragola.

Pada akhirnya, Adipati Pragola I memutuskan mundur dan membangun pertahanannya di Gunung Pati.

Ia berlindung di sana hingga akhir hayatnya.

Sementara itu, sejumlah sumber menyebutkan bahwa Adipati Pragola II merupakan putra dari Adipati Pragola I.

Namun, ada pula yang menyebutkan bahwa Adipati Pragola II bukan putra dari Adipati Pragola I, melainkan putra dari Pangeran Puger atau Pakubuwana I.

Terlepas dari perbedaan tersebut, catatan sejarah kompak menyebut Adipati Pragola II terlibat perang saudara dengan Sultan Agung.

Hubungan saudara yang terjalin antara Pragola II dengan Sultan Agung dilatarbelakangi oleh pernikahan Adipati Pragola II dengan Raden Ajeng Tulak atau Ratu Mas Sekar, adik Sultan Agung.

Pada masa kepemimpinannya, sang adipati menyatakan bahwa Pati dan Mataram sederajat.

Oleh sebab itu, Adipati Pragola II enggan patuh terhadap Mataram.

Wujud pembangkangan yang dilakukan Adipati Pragola II adalah dengan tidak mengikuti Pisowanan Agung yang diwajibkan bagi bawahan Mataram oleh Sultan Agung.

Pisowanan Agung adalah sebuah tradisi atau rapat tahunan antara Sultan Agung dengan para bawahannya.

Pada awalnya, Sultan Agung masih menoleransi ketidakhadiran adik iparnya itu.

Sebab, daerah Pati tergolong sebagai basis kekuatan bagi Mataram di bagian utara Jawa.

Selain itu, Pati pada zaman kepemimpinan Sultan Agung juga termasuk kadipaten yang paling kuat, karena menjadi satu-satunya wilayah yang belum pernah terkalahkan.

Adapun tujuan Sultan Agung membiarkan perbuatan Adipati Pragola II itu karena tidak ingin Pati memberontak.

Alasan lainnya adalah karena Sultan Agung tidak ingin terjadi perang antara dirinya dengan Adipati Pragola II.

Namun, karena Adipati Pragola II terus-terusan tidak hadir dalam rapat, kemarahan Sultan Agung pada akhirnya meledak.

Terlebih lagi setelah Sultan Agung mendapat informasi bahwa Adipati Pragola II hendak menyerang Kerajaan Mataram Islam.

Pada kenyataannya, informasi tersebut adalah sebuah provokasi yang dilakukan oleh punggawa Mataram, yaitu Tumenggung Endranata.

Namun, karena Sultan Agung belum mengetahui kebenarannya, ia pun terkena hasutan Tumenggung Endranata. Akibatnya, Sultan Agung memutuskan untuk melawan Adipati Pragola II.

Sementara itu, Adipati Pragola II dibantu oleh enam tumenggung nya yang sudah menjadi sekutu.

Keenam tumanggung tersebut adalah:

Tumenggung Mangun Jaya, Adipati Kenduruan, Tumenggung Ramananggala, Tumenggung Toh Pati, Adipati Sawunggaling, dan Tumenggung Sindurejo

Pada awal pertempuran, pasukan Pati berhasil menggugurkan banyak prajurit Mataram.

Alhasil, Kerajaan Mataram Islam sempat terdesak mundur.

Namun, Mataram berhasil memukul balik Pati setelah mengirim para sentana Mataram.

Di tengah kecamuk besar ini, Pragola II memutuskan untuk langsung menyerang Sultan Agung.

Ketika mengetahui bahwa Sultan Agung dibidik oleh Adipati Pragola II, asisten Sultan Agung, yaitu Ki Naya Darma meminta izin untuk menghadapi Pragola II.

Tanpa berpikir panjang, Sultan Agung mengizinkannya.

Alhasil, terjadilah perang hebat antara Adipati Pragola II dengan Ki Naya Darma.

Dalam perang sengit ini, Ki Naya Darma berhasil menghujamkan tombaknya, Kyai Baru, ke lambung Adipati Pragola II hingga tembus ke punggungnya.

Akibat tikaman tombak ini, Adipati Pragola II tewas. Disebutkan bahwa Adipati Pragola II tewas pada 4 Oktober 1627.

Jenazahnya kemudian dimakamkan di Sendang Sani.

Artikel Terkait