Sejarah Keraton Surakarta, Saksi Bisu Perkembangan dan Kejayaan Mataram Islam

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Keraton Kasunan Surakarta. Ilustrasi isi Perjanjian Giyanti.
Keraton Kasunan Surakarta. Ilustrasi isi Perjanjian Giyanti.

Intisari-online.com - Keraton Surakarta adalah istana resmi Kesunanan Surakarta Hadiningrat yang terletak di Kota Surakarta, Jawa Tengah.

Keraton ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram Islam yang pernah menjadi pusat pemerintahan di Jawa Tengah pada abad ke-16 hingga abad ke-18.

Keraton ini menyimpan berbagai peninggalan sejarah dan budaya yang menjadi saksi bisu perkembangan dan kejayaan Mataram Islam.

Sejarah Berdirinya Keraton Surakarta

Keraton Surakarta didirikan oleh Sri Susuhunan Pakubuwana II pada tahun 1744 sebagai pengganti Keraton Kartasura yang hancur akibat Geger Pecinan pada tahun 1743.

Geger Pecinan adalah pemberontakan yang dipimpin oleh penduduk Tionghoa yang tidak puas dengan kebijakan pajak dan perlakuan diskriminatif dari pihak kerajaan.

Pada saat itu, Kerajaan Mataram Islam sudah mengalami kemunduran akibat campur tangan VOC dalam urusan politik dan ekonomi.

VOC memanfaatkan perselisihan antara para penguasa Mataram untuk memperluas pengaruhnya di Jawa.

Salah satu contohnya adalah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang membagi Mataram menjadi dua kekuasaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Meskipun demikian, Keraton Surakarta tetap berusaha mempertahankan eksistensi dan tradisi kesunanan yang diwarisi dari Mataram Islam.

Keraton Surakarta juga terus mengembangkan seni dan budaya Jawa, seperti wayang, gamelan, tari, batik, dan lain-lain.

Baca Juga: Ketika Penguasa Mataram Hamengkubuwono II Tak Mau Tunduk Kepada Raffles, Inggris Pun Jarah Keraton Yogyakarta

Arsitektur dan Fungsi Bangunan di Keraton Surakarta

Keraton Surakarta memiliki arsitektur yang khas dan megah. Bangunan-bangunan di keraton dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1.Alun-alun Utara: merupakan lapangan terbuka yang berada di depan pintu masuk keraton.

Di tengah alun-alun terdapat dua pohon beringin yang disebut Kyai Dewandaru dan Kyai Dewandari.

Alun-alun Utara biasa digunakan untuk upacara-upacara kenegaraan, seperti kirab pusaka, grebeg, dan lain-lain.

2. Pagelaran: merupakan bangunan berbentuk panggung yang berada di depan pintu masuk keraton. Di sini biasanya sunan menerima tamu-tamu kehormatan atau menyaksikan pertunjukan seni.

3. Siti Hinggil: merupakan bangunan berbentuk panggung yang lebih tinggi dari Pagelaran.

Di sini biasanya sunan menghadiri upacara-upacara penting, seperti penobatan, pernikahan, atau pengangkatan pejabat.

4. Kori Kamandungan: merupakan pintu gerbang utama menuju halaman dalam keraton.

Di sini terdapat gapura agung yang disebut Gapura Gladag.

Gapura ini memiliki bentuk segi empat dengan atap limasan dan hiasan naga di atasnya.

Baca Juga: Jepara Menjadi Saksi Jalinan Persabahatan Penguasa Mataram Amangkurat I dengan VOC

5. Kamandungan: merupakan halaman dalam keraton yang berisi beberapa bangunan penting, seperti:

1. Bangsal Witana: merupakan tempat tinggal sunan dan keluarga kerajaan.

2. Bangsal Prabayeksa: merupakan tempat penyimpanan pusaka-pusaka kerajaan, seperti keris, tombak, pedang, mahkota, dan lain-lain¹.

3. Bangsal Manguntur Tangkil: merupakan tempat sunan menerima laporan dari para pejabat kerajaan.

4. Bangsal Trajumas: merupakan tempat sunan menerima tamu-tamu biasa atau rakyat.

5. Kori Kamandungan Lor: merupakan pintu gerbang kedua menuju halaman dalam keraton.

Artikel Terkait