Di Balik Peristiwa Bocah 13 Bakar Sekolah, Ini Bahaya Bullying Di Institusi Pendidikan

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Bullying menjadi salah satu noda hitam pendidikan kita. Dampaknya juga tak main-main. Aksi bocah 13 membakar sekolahnya di Temanggung salah satunya.
Bullying menjadi salah satu noda hitam pendidikan kita. Dampaknya juga tak main-main. Aksi bocah 13 membakar sekolahnya di Temanggung salah satunya.

Bullying menjadi salah satu noda hitam pendidikan kita. Dampaknya juga tak main-main. Aksi bocah 13 membakar sekolahnya di Temanggung salah satunya.

Intisari-Online.com -Bukannya menjadi tempat yang nyaman, sekolah kerap kali menjadi sumber perundungan.

Sudah sangat sering kita mendengar kasus-kasus perundungan terjadi di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya.

Kerap kali kasus perundungan itu berujung dengan kematian, kematian korban yang dirundung.

Atau dalam kasus lain, si korban perundungan itu memilih melakukan aksi vigilante.

Seperti yang terjadi di Temanggung, Jawa Tengah, belum lama ini.

Seorang bocah 13 tahun kedapatan membakar sekolahnya sendiri.

Setelah ditangkap, dia mengaku marah karena sering menjadi korban perundungan.

Beberapa kali dia melapor kepada guru tapi laporannya hanya menjadi angin lalu.

Puncaknya, dia membakar beberapa ruang kelas yang ada di sekolahnya, di Kecamatan Pringsurat, Temanggung.

Kenapa bullying atau perundungan harus dihilangkan di lembaga pendidikan?

Secara garis besar, bullying merupakan perilaku tidak menyenangkan baik baik secara verbal, fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya.

Peristiwa ini tentu menjadi hal yang memprihatinkan di dunia pendidikan.

Padahal pemerintah dan berbagai pihak terkait juga telah mengupayakan berbagai program untuk menciptakan sekolah yang aman dan bebas bullying.

Menurut dosen Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Riana Nurhayati, sebenarnya kasus bully sudah terjadi sejak lama.

Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya jumlah kekerasan maupun konflik di sekolah.

Meski pemerintah sudah membuat kebijakan akan tetapi belum ada kebijakan yang benar-benar bisa mengatasi bullying di sekolah secara komprehensif.

Dia mengungkapkan, fenomena kekerasan maupun penindasan ini harus mendapatkan perhatian dan penanganan yang komprehensif.

Baik dari pemerintah sekolah maupun orang tua, serta siswa itu sendiri.

"Berkaitan dengan hal tersebut pendidikan memiliki peranan penting karena sebagai institusi yang memiliki peran untuk melakukan control social," papar Riana kepada Kompas.com.

Riana menerangkan, ternyata bullying ini tidak hanya dilakukan secara individual tapi juga ada yang dilakukan secara kolektif.

Sehingga perilaku bullying selalu terjadi secara berulang terutama di sekolah.

Dampak bullying bagi korban

Perilaku bullying ini tentu akan membawa dampak buruk bagi korban.

Riana menjelaskan, ada beberapa dampak negatif bagi korban bullying.

Antara lain:

1. Mengalami gangguan kesehatan mental.

Bahkan dampak yang lebih buruk bisa terjadi seperti stres hingga depresi.

2. Keinginan untuk mengakhiri hidupnya.

Dampak ini mungkin yang paling parah.

Ketika sudah terkena secara psikis maka akan sulit bagi korban bully untuk melupakan masa lalu yang berkaitan dengan pengalaman buruknya.

3. Merasa tidak berharga sehingga berpengaruh pula pada kemampuan sosial emosional bahkan prestasinya di sekolah.

4. Mengalami kesulitan dalam memahami jati diri serta sering mengalami kecemasan terhadap diri sendiri maupun masa depan.

5. Mereka akan menarik diri dari kehidupan sosial karena takut seakan-akan kejadian serupa akan terjadi lagi.

"Kecenderungan orang yang terkena bully akan sulit untuk bangkit walaupun sebagian diantaranya ada yang bisa bangkit lagi dari kondisi tersebut," urai Riana.

Dampak bullying bagi pelakunya Riana mengungkapkan, peristiwa bullying tidak hanya berdampak bagi korbannya.

Perilaku ini juga membawa dampak tak baik bagi pelakunya.

Dari hasil penelitian diperoleh fakta bahwa ternyata pelaku bully pernah menjadi korban juga.

Sehingga perilaku ini terjadi seperti lingkaran yang tak terputus.

"Ada seperti perasaan bahagia, puas dan merasa diakui ketika pelaku berhasil mem-bully orang lain, jelas hal ini sudah tidak sehat secara psikis dan sosial. Pelaku bully cenderung bangga ketika sudah berhasil menindas temannya yang dirasa lemah," papar Riana.

Dampaknya pelaku juga akan merasa tindakan bully atau menindas orang yang lebih lemah adalah hal yang biasa.

Jelas hal ini tidak baik bagi perkembangan mental anak. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek pelaku bullying rata-rata lebih banyak dilakukan secara bersama-sama.

"Para pelaku bully biasanya juga merupakan anak yang agresif dan kesulitan dalam berempati," tuturnya.

Artikel Terkait